NovelToon NovelToon
KESALAHAN PENGHANCUR MASA DEPAN

KESALAHAN PENGHANCUR MASA DEPAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Nikahmuda / Bad Boy / Enemy to Lovers
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: Mardianna

Di tahun terakhir mereka sebagai siswa kelas 3 SMA, Karin dan Arga dikenal sebagai musuh bebuyutan. Mereka sering bertengkar, tidak pernah sepakat dalam apapun. Namun, semua berubah di sebuah pesta ulang tahun teman mereka.

Dalam suasana pesta yang hingar-bingar, keduanya terjebak dalam momen yang tidak terduga. Alkohol yang mengalir bebas membuat mereka kehilangan kendali, hingga tanpa sengaja bertemu di toilet dan melakukan sebuah kesalahan besar—sebuah malam yang tidak pernah mereka bayangkan akan terjadi.

Setelah malam itu, mereka mencoba melupakan dan menganggapnya sebagai kejadian sekali yang tidak berarti. Namun, hidup tidak semudah itu. Beberapa minggu kemudian, Karin mendapati dirinya hamil. Dalam sekejap, dunia mereka runtuh.

Tak hanya harus menghadapi kenyataan besar ini, mereka juga harus memikirkan bagaimana menghadapinya di tengah sekolah, teman-teman, keluarga, dan masa depan yang seakan hancur.

Apakah mereka akan saling menyalahkan? Atau bisakah kesalahan ini menjadi awal dari sesuatu yang tidak terduga? Novel ini mengisahkan tentang penyesalan, tanggung jawab, dan bagaimana satu malam dapat mengubah seluruh hidup.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardianna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aturan Baru Mamah

Pagi itu, Karin terbangun dengan perasaan gelisah yang semakin membesar. Dia melirik kalender di ponselnya, mengingat sudah lewat tiga hari dari jadwal PMS, namun tetap tidak ada tanda-tanda. Dengan perasaan campur aduk, dia bergegas mandi, mencoba menenangkan pikirannya.

Karin: "Kenapa belum juga datang bulan? Apa aku benar-benar terlambat?" pikirnya sambil mengguyur tubuhnya dengan air dingin, berharap bisa meredakan kegelisahan.

Saat dia selesai mandi, Karin menatap cermin dengan raut cemas. Pikirannya terus berputar-putar, takut dengan kemungkinan terburuk yang terus menghantuinya sejak kejadian malam itu.

Karin: "Kalau memang aku telat dateng bulan karena sesuatu yang salah... akun harus gimana?" bisiknya pada diri sendiri, matanya mulai berkaca-kaca.

Dia menarik napas panjang dan berusaha menenangkan diri. "Mungkin ini cuma stres... Ya, mungkin karena banyak pikiran belakangan ini." Karin mencoba meyakinkan diri, walaupun hatinya tetap tidak bisa tenang.

Karin mengenakan seragamnya dengan buru-buru, bersiap turun untuk sarapan, namun bayangan tentang keterlambatan PMS-nya tak kunjung hilang dari benaknya.

Sambil sarapan, Bu Salma membuka percakapan dengan nada serius.

Bu Salma: "Mulai hari ini, kamu akan diantar jemput ke sekolah sama papah. Pulang sekolah dan les juga, kamu bareng papah. Mama nggak mau ada kejadian kayak kemarin lagi. Kamu makin lama makin nggak serius sama pendidikan, Karin. Padahal kamu udah kelas 3, mau lulus."

Karin terdiam, merasa serba salah. Dia tahu apa yang dimaksudkan ibunya. Kembali ke kejadian malam sebelumnya, dia memang salah. Tapi semua sudah terlanjur terjadi.

Pak Roby yang duduk di sebelah Karin kemudian menambahkan dengan nada lembut tapi tegas.

Pak Roby: "Papah juga udah atur waktu. Mulai sekarang papah yang antar kamu. Nggak ada lagi kamu pulang malem, apalagi sampai nggak ada kabar. Toh, papah bisa kok urus perusahaan sambil pastiin kamu nggak salah jalan."

Karin: "Tapi, Pah... Karin bisa kok sendiri. Lagian kan kemarin cuma sekali..." Karin mencoba membela diri, meskipun hatinya sebenarnya tahu itu percuma.

Pak Roby: "Nggak ada tapi-tapian. Papa nggak mau kejadian kayak kemarin terulang lagi. Kamu udah kelas 3, Karin. Harus lebih serius, jangan main-main lagi. Papa nggak mau kamu kehilangan kesempatan buat masa depanmu gara-gara hal-hal kayak gitu."

Karin menunduk, tidak tahu harus berkata apa lagi. Dalam hatinya, dia merasa bersalah dan takut. Dia mengangguk pelan, menerima keputusan orang tuanya meskipun hatinya gelisah.

Setibanya di sekolah, Karin melihat suasana sudah cukup ramai. Ia berjalan menuju kelasnya dengan perasaan sedikit tertekan karena kejadian di rumah tadi pagi. Namun, pikirannya segera buyar ketika melihat kedatangan arga.

Ternyata Arga baru saja datang, terlambat. Wajahnya terlihat babak belur, membuat Karin semakin khawatir. Ia tahu betul, dari kecil Arga memang sering dipukul ayahnya setiap kali melakukan kesalahan. Dan kali ini, setelah kejadian semalam, sudah bisa diduga apa yang terjadi.

Karin mendekati Arga yang baru saja masuk dengan langkah berat. Pandangan mata mereka bertemu, dan meskipun Arga mencoba tersenyum, Karin bisa melihat jelas rasa sakit dan kelelahan di balik wajahnya.

Karin: "Ga, lo kenapa? Papah lo marah besar lagi ya, karna semalem?.” tanyanya dengan nada pelan, penuh kekhawatiran.

Arga menghela napas panjang, mencoba tetap tegar di depan Karin. "Iya, biasa. Gue udah kebal. Lo nggak usah khawatir." jawabnya, mencoba meredam kekhawatiran Karin.

Karin menggenggam lengan Arga dengan lembut, matanya berkaca-kaca. "Ga, lo nggak apa-apa kan? lo nggak harus pura-pura kuat di depan gue."

Arga hanya tersenyum tipis, sambil menepuk punggung tangan Karin. "Gue nggak mau lo tambah khawatir. Yang penting lo baik-baik aja. Gue bisa handle ini, kok."

Meskipun begitu, Karin tahu, di balik sikap tenang Arga, dia pasti merasa sangat terpukul,!baik secara fisik maupun emosional.

Pelajaran berlalu dengan suasana yang cukup tenang, meskipun Karin masih merasa sedikit terbebani oleh pikiran-pikirannya. Ketika bel istirahat berbunyi, kelas mulai gaduh dengan suara siswa-siswa yang keluar mencari udara segar atau menuju kantin.

Galang, yang duduk di bangku belakang, segera menghampiri mejanya karin.

"Rin, ke kantin yuk. Gue lapar, mau makan bareng lo," ucap Galang sambil tersenyum tipis.

Karin sempat ragu sejenak, tapi akhirnya mengangguk. "Bentar ya, gue izin dulu sama Bella, Intan, Sarah, sama Revi."

Karin berjalan menuju teman-temannya yang sedang asyik ngobrol di pojok kelas.

"Eh, gue ke kantin dulu sama Galang ya. Kalian gimana, mau ikut nggak?" tanya Karin sambil tersenyum.

Bella menggeleng. "Nggak deh, Rin. Lo aja duluan. Kita masih mau ngobrol di sini." Intan, Sarah, dan Revi juga ikut mengangguk setuju.

"Oke deh, gue duluan ya," ujar Karin sambil melambaikan tangan.

Ia kemudian berjalan kembali ke arah Galang, dan bersama-sama mereka menuju kantin. Suasana kantin ramai seperti biasa, namun ada sesuatu yang sedikit menenangkan ketika Karin bersama Galang. Mereka duduk di salah satu meja kosong, lalu memesan makanan.

Sambil menunggu, Galang menatap Karin dengan sedikit serius. "Lo nggak apa-apa, Rin? Kayaknya belakangan ini lo sering kepikiran sesuatu."

Karin tersenyum kecil, menunduk sejenak. "Gue baik-baik aja, Galang. Ya emang si lagi banyak pikiran aja. Tapi gue akan baik-baik aja kok."

Galang hanya mengangguk. "Kalau lo butuh teman cerita, gue selalu ada ya."

Karin duduk sendirian di meja kantin, menunggu Galang yang sedang membeli bakso untuknya. Suasana kantin ramai dengan obrolan dan tawa siswa-siswi lain. Namun, perhatian Karin tertuju pada satu sudut, di mana Arga dan gengnya sedang berkumpul.

Dari kejauhan, Karin bisa melihat Arga sedang berbicara serius dengan teman-temannya, Cicio, Fano, Denandra, Bibo, Tino, dan Rico. Arga tampak gelisah, dan wajahnya yang masih terlihat lebam akibat dipukul bapaknya semalam membuat Karin semakin merasa bersalah.

Dia bisa samar-samar mendengar sedikit percakapan mereka.

"Gila, lo beneran dipukulin bokap lo semalam?" tanya Rico, tampak sedikit ngeri sambil menatap wajah Arga.

Arga mengangguk pelan, mencoba menyembunyikan perasaan sakitnya. "Iya, gue udah biasa. Tapi kali ini parah sih, gara-gara gue pulang malem sama Karin."

Fano menyenggol lengan Arga. "Lo harus lebih hati-hati, Ga. Orang tua lo kayaknya makin sensitif soal lo sama Karin."

Bibo yang biasanya humoris pun kali ini kelihatan serius. "kalau terjadi sesuatu lebih dari sekadar pulang malem. Gue nggak bisa bayangin gimana reaksi ortu kalian si ga."

Denandra yang terkenal cool menambahkan, "Mending lo jaga jarak dulu sama Karin untuk sementara. Biar semuanya adem dulu."

Karin yang mendengarkan dari kejauhan semakin merasa hatinya berat. Dia tahu betul bahwa Arga sedang tertekan, dan bukan hanya karena kejadian semalam, tapi juga karena beban yang mereka simpan bersama.

Saat itu, Galang datang dengan semangkuk bakso dan menaruhnya di depan Karin.

"Rin, lo kenapa? Kok ngelamun," tanya Galang sambil menatap Karin dengan tatapan heran.

Karin terkejut sejenak, mencoba tersenyum untuk menutupi perasaannya. "Enggak kok, gue cuma capek aja. Makasih ya udah beliin baksonya."

Dia berusaha fokus pada makanannya, namun pandangannya terus tertuju ke arah Arga dan teman-temannya, yang masih membicarakan masalah besar yang sedang mereka hadapi.

Bersambung…..

1
Ella Ella
semangat up thor
Rieya Yanie
smga karin gak hamil tp arga tetep tanggung jawab
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!