Andara Mayra terpaksa menerima perjodohan dengan seorang pria yang sudah dipilihkan oleh ayahnya.
Namun dibalik perjodohan yang ia terima itu ternyata ia sudah memiliki kesepakatan sebelumnya dengan sang calon suami. kesepakatan jika setelah satu tahun pernikahan, mereka akan bercerai.
akankah mereka benar-benar teguh pada kesepakatan mereka? atau malah saling jatuh cinta dan melupakan kesepakatan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wiwit rthnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
penjelasan
"Cukup mas. Cukup. Tak perlu mas jelaskan apapun, semuanya sudah jelas. Jadi mari kita kembali pada kesepakatan kita, dan kita kembali pada jalan kita masing-masing."
"May please dengarkan aku. Aku mohon dengarkan penjelasanku. Aku sangat mencintaimu may. Aku tak ingin berpisah denganmu." Ia terduduk dihadapanku. Wajahnya terlihat memelas membuatku tak tahan akan itu.
"Harus bagaimana aku mengatakannya may? Apa aku harus mati dulu agar kamu mau mendengar penjelasanku?" Matanya terlihat memerah dan berkaca.
Aku ikut terduduk didepannya. Air mataku kembali berderai. Aku benar-benar capek sekarang.
"Mas, apa kamu tahu jika perkataanmu itu sangat menyakitiku?" Aku menatapnya.
"Perkataanmu hanya menyiksaku mas. Kamu bilang kamu mencintaiku, tapi kamu juga menyakitiku dengan mencintai mbak ana. Aku capek mas. Aku lelah. Kamu mengatakan apa tapi yang kamu lakukan berbanding terbalik dengan itu. Aku cape mas." Aku tberbicara dengan linangan air mata dipipiku.
"Sayang, aku tidak mencintai ana. Yang aku cintai hanya dirimu. Aku minta maaf sudah menyakitimu, tapi bukan maksudku menyakitimu. Aku terpaksa melakukan semua ini. Aku benar-benar tidak berdaya." Ia membingkai wajahku dan menatap mataku dalam.
"Tidak mencintai mbak ana tapi apa yang kamu lakukan mencerminkan kamu mencintainya mas. Dan harus kamu tahu, kata maafmu hanya membuatku semakin sakit mas." Aku membuang muka tak ingin melihatnya.
"Aku memang salah. Dan aku menyesal. Tapi aku merasa tidak punya pilihan may. Disatu sisi ada kamu yang sangat aku cintai dan disisi yang lain ada ana yang sangat membutuhkanku. Niatku hanya mencoba membahagiakannya di hari-hari terakhirnya. Tapi ternyata apa yang aku lakukan salah. Tidak seharusnya aku membahagiakannya dengan cara menyakitimu." Ucapan mas Bara membuatku tertegun.
"Hari-hari terakhirnya?" Aku menatapnya penuh tanya.
"Anna mengidap kangker otak stadium akhir. Dokter memvonis hidupnya takkan lama lagi. Kamu ingat saat kita di bali waktu itu. Aku tiba-tiba mengajakmu pulang karena lie menghubungiku dan mengatakan ana pulang dari paris dengan keadaan yang tidak baik-baik saja. Lie menemukan ana pingsan dilobi kantor, dan dia langsung membawanya ke rumah sakit. Diluar dugaan, ternyata dokter memberi tahu lie tentang kondisi ana yang seaungguhnya. Aku yang pernah mengatakan padamu akan mengakhiri hubungan dengannya saat ia kembali akhirnya harus kutahan karena tak tega dan tak ingin memperburuk keadaannya. Kamu pasti paham maksudku May." Ia menatapku dalam.
"Aku dan ana sudah berteman sejak kecil, tentu kamu paham seberapa dekat kami, aku tak bisa mengabaikannya begitu saja.
Ada rasa kasihan yang begitu kuat karena dia sudah lama bersamaku. Meski tak mencintainya, rasa sayang itu sudah pasti ada.
Salahnya aku yang tak mengatakannya padamu. Aku terus membiarkanmu tersakiti oleh apa yang kulakukan. Dan kamu ingat ketika kita makan siang ber empat?" Aku mengangguk pelan.
"Aku emosi melihatmu dengan Satria, aku bahkan sampai marah dan tak mempedulikan ana saat itu. Hingga ia kembali pingsan dan drop. Saat itu aku benar-benar merasa tak berdaya. Aku merasa gagal menjadi suami yang baik untukmu dan aku juga merasa gagal menjadi teman yang baik untuk ana. Aku menyesal karena sudah meluapkan emosiku pada ana, sehingga saat ia mengutarakan keinginan terbesarnya untuk menjadi istriku, aku merasa tak bisa menolaknya. Aku pikir, rasanya lebih baik aku mati saja. Daripada harus menyakiti kalian." Ia menundukkan kepalanya dengan terisak.
"Tidak mas, tidak. Jangan katakan itu." Rasanya aku tak sanggup jika membayangkan ia pergi meninggalkanku untuk selamanya. Aku kembali terisak bersamanya.
"Kenapa kamu tidak mengatakannya dari awal mas? Kenapa harus saling menyakiti dulu?"
"Aku sadar sekarang aku salah sayang. Tolong maafkan aku."
Aku segera memeluknya. hanya memeluknya. Kami terisak bersama. Ada rasa bahagia karena ia tak benar-benar berniat menyakitiku, tapi aku jug sedih mengingat keadaan mbak ana yang tak baik-baik saja. Aku kembali dilema.
"Kamu mencintaiku kan May? " Ia melerai pelukanku dan memegang wajahku untuk ia tatap.
"Aku tahu kamu kamu juga mencintaiku sayang. Aku mohon, katakan kalau kamu mencintaiku." Ia begitu sendu melihatku. Dan Akupun akhirnya mengangguk.
"Iya mas. Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu." Aku memeluknya. Aku tergugu didalam pelukannya. Aku tak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata.
"Aku juga sangat mencintaimu sayang. Jadi, mau kan kamu pulang bersamaku?" Aku melerai pelukanku. Jika aku pulang bersamanya, lalu bagaimana dengan mbak ana? Aku tidak mau jika mas Bara harus terjebak diantara dua wanita. Meski tak mencintai mbak ana, rasanya aku takkan kuat jika harus melihat suamiku selalu dekat dengan wanita lain.
"Mau kan?" Ia mengulangi pertanyaannya. Sontak aku menggeleng pelan.
"Kenapa?"
"Pergilah mas. Nikahi mbak ana. Buat dia bahagia di hari-hari terakhirnya. Aku ikhlas melepasmu untuknya." Aku tertunduk berusaha menyembunyikan kesedihanku.
"Tapi dia memintaku untuk membawamu kembali May. Setelah kejadian di butik itu, Ana menyuruhku mengejarmu dan memperjuangkanmu. Ia yang mendengar semua perkataan Erik akhirnya tahu kalau kita saling mencintai. Dan ia mengerti jika selama ini aku dan dia hanya terikat oleh zona persahabatan. Ia juga bisa menerima jika tak ada cinta dihatiku untuknya. Jadi kembalilah padaku. Aku tak bisa tanpamu May. Aku menginginkanmu dan anak kita dalam hidupku. Jika tidak, mungkin lebih baik aku mati."
"Kenapa harus mati sih?" Aku menatapnya kesal. "Kamu mau anakmu punya papa tiri?"
"Ya jangan lah. Aku gak akan pernah rela."
"Ya sudah, jangan pernah mengatakan mati lagi. Aku gak suka."
"Kenapa kamu tidak dipenjara saja?"
"Dipenjara dengan tetap hidup itu sama tersiksanya. Jadi kupikir sebaiknya aku ma-" aku segera membungkam bibirnya dengan bibirku.
"Dipenjara didalam hatiku. Mau?" Aku tersenyum menggodanya.
"Mau. Sampai mati aku mau selamanya dipenjara didalam hatimu." Ia mengangkat tubuhku dan memutarkan badan bahagia.
"I love you Mayra." Mas Bara berteriak sangat kencang. Kuyakin semua orang yang ada di acara pernikahan bang Erik pasti mendengar suaranya.
"I love you more Barata Yudha." Aku hanya berbisik pelan di telinganya dan mengecup pipinya.
"Dunia serasa milik berdua ya." Kakek wijaya berteriak dengan tersenyum menggoda kami. Kulihat kakek, mama, papa, mama Arum, papa dirga, bang erik dan mbak Sekar datang menghampiri kami. Tak kutemukan kak Satria. Aku cukup faham keadaannya dan aku bisa memaklumi itu.
"Abang, katanya abang janji gak bakalan bikin aku ketemu dia lagi?" Aku merajuk melihat abangku itu yang tersenyum melihat kami.
"Hehe. Abang tarik janji itu, abang kasihan sama adek abang yang murung terus karena jauh dari suaminya. Kasian juga ponakan abang nanti kalau lahir papanya gak ada. Ntar abang lagi yang repot harus ngurusin, udah repot ngurusin ibunya, malah ditambah anaknya."