Pernikahan Satu Tahun
Terimakasih sudah mampir di karya otor yang pertama.
Maaf sebelumnya jika masih banyak kekurangan, otornya masih baru soalnya. 🙏🙏🙏
Happy reading.
"Baik, kita sepakat untuk menyetujui pernikahan ini dan setelah satu tahun pernikahan, kita akan sepakat untuk bercerai."
Satu tanganku terulur untuk mengukuhkan kesepakatan dengan pria yang dijodohkan denganku.
Aku, Andara Mayra Argoe soseno, anak kedua dari seorang pengusaha terkenal Argoe soseno. Statusku masih seorang mahasiswi semester akhir, namun aku terpaksa harus menerima perjodohan demi kebahagiaan orang tuaku.
"Oke. Deal." Dengan mata elangnya dia menatapku seraya mengulurkan tangannya membalas uluran tanganku.
Barata Yudha Dirga Wijaya. Anak tunggal dari seorang konglomerat sekaligus pengusaha terpandang di indonesia. Siapa yang tak kenal keluarga Wijaya. Keluarga yang memiliki banyak cabang bisnis dari mulai property, konstruksi, manufaktur, perhotelan dan masih banyak lagi gurita bisnis keluarga Wijaya, membuat mereka terkenal diseluruh indonesia. Meski bukan satu-satnya pewaris dari keluarga Wijaya, namun mas Bara sudah menjadi seorang CEO yang cukup disegani oleh para pengusaha karena kepiawaiannya dalam berbisnis. Mungkin itu menjadi salah satu alasan papa menjodohkanku dengannya.
Awalnya kami menentang perjodohan ini, selain aku yang masih kuliah, mas Bara juga mengaku kalau ia sudah memiliki kekasih, sayang kedua orang tuanya tak merestui hubungan mereka karena kekasihnya bukan dari keluarga yang setara. Yeah aku mengerti, keluarga kelas atas seperti kami memang begitu. Tak bisa sembarangan dalam menentukan pilihan.
Mas Bara pernah menolak, namun om Dirga mengancam akan mengambil seluruh fasilitas mas Bara dan akan mencoretnya dari dalam kartu keluarga jika ia masih berhubungan dengan kekasihnya itu. Tentunya sebagai anak tunggal mas Bara merasa itu tak adil, makannya ia mencoba bernegosiasi denganku. Dan akhirnya ia memintaku untuk menerima perjodohan ini demi menutupi hubungan dia dengan kekasihnya itu. Dan untung saja aku juga tak berharap banyak akan pejodohan ini.
Dari awal aku memang menerima pejodohan ini hanya karena demi baktiku pada orang tuaku. Tapi dengan mengetahui kenyataan yang seperti itu, tentu akan sangat menguntungkan bagiku. Selain aku yang masih kuliah, aku juga ingin berkarir. Dan tentunya aku juga sudah memiliki seseorang yang menjadi pemilik hatiku selama ini.
Aku dan mas Bara kembali masuk kedalam ruang keluarga, dimana papa mama dan papa mama mas Bara sedang berbincang.
"Bagaimana?" Om Dirga menanyakan kesiapan kami untuk melaksanakan pernikahan bulan depan.
Ya, sebelumnya Mereka meminta agar kami segera menikah. Maka dari itu kami meminta ijin pada orang tua kami untuk berbicara empat mata tentang kesiapan kami di luar. Jadi saatnya memulai sandiwara.
"Kami siap pah. Lebih cepat lebih baik." Mas Bara menjawabnya dengan cepat. Wajahnya nampak dingin dan datar tanpa ekspresi, membuatku hanya diam menatapnya.
"Baiklah, kalau begitu bagaimana kalau minggu depan saja?" Mataku seketika membola saat papa malah mengusulkan minggu depan. Meski sudah bernego, aku rasa jika secepat itu aku belum siap.
"Pa." Aku hendak protes, namun antusias semua orang membuatku tak bisa apa-apa.
"Ahh ya benar. Minggu depan saja. Aku sudah tidak sabar ingin menggendong cucu." Aku terduduk lesu mendengar perbincangan keempat orang tua itu. Mereka begitu antusias membicarakan pernikahanku dengan mas Bara. Aku bisa melihat pancaran kebahagiaan tergambar jelas di wajah mereka. Bagaimana jika nanti mereka tahu kalau pernikahan ini hanya pernikahan diatas kertas saja? Apakah kebahagiaan mereka akan hilang? Ah, kurasa mereka pasti akan kecewa nanti.
Disaat aku bimbang dengan keputusanku, kulihat mas Bara, hanya diam dan malah sibuk dengan ponselnya.
Dalam satu minggu bukan hal yang sulit bagi keluarga kami untuk menyiapkan pernikahan yang mewah dan meriah. Bahkan aku dan mas Bara tak perlu mengurusi apapun. Dari gaun pengantin sampai cincin pernikahan semuanya sudah disiapkan oleh mama dan mama mertua. Kedua calon besan itu benar benar kompak. Dan andai ini bukan pernikahan karena kesepakatan, mungkin pernikahan ini akan menjadi pernikahan yang sempurna untuk keluarga kami.
Gaun putih begitu indah membalut tubuhku, gaun panjang menjuntai dengan bagian tangan yang tersampir di lengan dan bagian dada juga punggung yang terbuka membuatku terkesan manis dan sexy. ah dadaku kenapa tiba-tiba sesak, mataku pun ikut memanas. Aku memejamkan mata menguatkan diriku. Ayolah May, hanya satu tahun. Setelah itu kamu bebas menikah dengan pria yang kamu inginkan.
Mas Bara begitu tampan dan gagah dengan setelan tuxedo hitam yang ia pakai. Semua wanita yang melihatnya pasti akan terpana termasuk aku, namun meski begitu nyatanya itu tak mampu membuat hatiku bergetar.
"SAH." Air mataku jatuh juga saat semua orang mengatakan sah. Kini aku telah resmi menjadi seorang istri dari Barata Yudha. Pernikahan memang sesuatu yang sakral, tak pantas rasanya jika aku dan mas Bara mempermainkannya. Tapi mau bagaimana lagi. Kami terpaksa, karena pernikahan tanpa cinta juga pastinya takkan berakhir bahagia bukan?
Mas Bara menatapku dengan tatapan yang tak dapat kuartikan. Kemudian ia mencium keningku pelan. Mataku terpejam merasakan bibir basah mas bara menempel cukup lama disana.
"Cium cium cium." Mataku terbuka saat semua orang mengatakanan itu. Hello, bukankah barusan mas bara sudah menciumku.
Cup
Tanpa aba-aba mas Bara mencium bibirku. Ah lebih tepatnya ia hanya menempelkannya saja, cukup lama sih namun ia segera menarik diri saat ia tersadar kalau ia sudah salah melakukannya. Aku segera memegangi bibirku yang sudah ternoda olehnya. Dia berhasil mencuri ciuman pertamaku.
Setelah melaksanakan ijab qobul kami langsung mengadakan resepsi. Kalian pasti tahu bagaimana capeknya menjadi diriku. Bukan hanya sepuluh dua puluh, atau seratus dua ratus, tapi ribuan tamu undangan yang papa dan papa dirga undang harus kusalami, ya meski kurasa tidak semuanya juga, tapi energiku benar-benar terkuras hari ini.
Mobil pengantin membawaku dan mas Bara berhenti disebuah rumah mewah bercat putih di kawasan elit. Rumah itu adalah rumah kami, hadiah pernikahan dari papa Dirga untukku dan mas Bara.
Tanpa menunggu mas Bara turun, aku langsung pergi menuju kamar yang sudah kupilih menjadi kamarku.
Kamar besar yang berada di lantai atas dengan dekorasi layaknya kamar pengantin menghiasi kamar ini. lilin-lilin dan beberapa hiasan bunga menghiasi kamar ini. Tak lupa juga ada begitu banyak kelopak mawar bertaburan menghiasai tempat tidur.
Aku mengambil pakaianku dari dalam koper milikku yang sudah ada disana. Tak menunggu waktu, aku segera ke kamar mandi untuk merendam tubuhku didalam bathub. Ahhh segar rasanya. Cukup lama aku berendam membuatku hampir saja ketiduran.
"Mas Bara ngapain disini?" Aku terkejut saat keluar dari dalam kamar mandi ternyata mas Bara sudah ada didalam kamar.
"Ini kan kamar pengantin kita. Berarti ini kamarku juga." Mas Bara dengan santainya membuka jas miliknya.
"Enggak ya. Ini kamarku titik. Rumah ini kan besar, mas Bara bisa pilih kamar yang lain yang bisa mas Bara tempati untuk jadi kamar mas Bara."
"Hhh. Malam ini aku harus tidur disini." Didepanku, Mas Bara dengan santainya membuka satu persatu kancing kemeja putih yang ia pakai.
"Enggak enggak. Mas bara keluar sekarang." Karena tak mau ia membuka bajunya didepanku aku segera mendorong mas Bara keluar.
"May, apa yang sedang kalian lakukan?" Suara papa membuat tubuhku menegang. Aku membalikkan tubuhku dan tenyata orang tua kami sedang duduk santai di ruangan yang berada disebelah kamarku.
"Pa-papa? Kalian kenapa disini?"
"Memang kenapa? Kami hanya ingin memastikan jika kalian tidak ada yang kabur malam ini." Mataku kembali membola mendengar jawaban papa Dirga.
"Kamu ngapain dorong-dorong suamimu kayak gitu?" Papa kembali menatap curiga padaku.
"Mmm."
"Gini loh pah, Mayra bilang dia lapar. Jadi ngajak makan dulu sebelum bertempur, supaya kuat katanya. Iyakan sayang?" Ia tersenyum dengan tangan yang merengkuh pinggangku. Aku mendelik mendengar jawaban mas Bara, enapa sih dia harus memberikan alasan yang absurd seperti itu.
"Ooh gitu. Ya udah ayo kita makan."
"Ahha gak jadi deh. Ayo mas kita lanjutin aja." Aku melepaskan tangannya dari pinggangku dan langsung menarik mas Bara masuk.
"Kenapa gak bilang kalau ada orang tua kita?"
"Kamu gak nanya." Mas Bara kembali membuka kemejanya.
"iih mas. Bisa gak sih lepas bajunya di kamar mandi saja?"
Ia hanya tersenyum dan dengan santainya ia masuk kedalam kamar mandi.
Ah gimana ini, masa iya kami harus tidur bersama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
etna winartha
anak yng berbakti
2025-03-10
0
Denni Siahaan
semoga cinta benar ya
2025-03-07
0