Arya Perkasa seorang teknisi senior berusia 50 tahun, kembali ke masa lalu oleh sebuah blackhole misterius. Namun masa lalu yang di nanti berbeda dari masa lalu yang dia ingat. keluarga nya menjadi sangat kaya dan tidak lagi miskin seperti kehidupan sebelum nya, meskipun demikian karena trauma kemiskinan di masa lalu Arya lebih bertekad untuk membuat keluarga menjadi keluarga terkaya di dunia seperti keluarga Rockefeller dan Rothschild.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chuis Al-katiri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20: Menghadapi Tantangan Baru
Bab 20: Menghadapi Tantangan Baru
Pagi yang Sibuk
Sabtu, 11 Februari 1984, pagi di rumah Arya terasa lebih ramai dari biasanya. Amanda sibuk bermain dengan mainan barunya di ruang tamu, sementara Arya menyusun rencana pengembangan lebih lanjut untuk DreamWorks di ruang belajar. Arya tahu, kompetisi dengan Dika akan semakin ketat, terutama setelah kabar bahwa Dika berkolaborasi dengan insinyur elektronik profesional.
Di ruang makan, Sulastri sedang berbicara dengan Nadya yang datang pagi itu membawa beberapa dokumen penting terkait pabrik yang hampir selesai dibangun.
"Bu Sulastri, pabrik sudah memasuki tahap akhir. Mesin-mesin akan mulai diuji minggu depan, dan tim teknisi sudah disiapkan," lapor Nadya.
Sulastri mengangguk sambil memeriksa dokumen tersebut. "Bagus, Mbak Nadya. Kalau pabrik sudah selesai, kita bisa memproduksi game elektronik dalam jumlah besar. Pastikan semua karyawan mendapat pelatihan terlebih dahulu."
Arya, yang mendengar pembicaraan itu, segera bergabung. “Bu, aku ingin pabrik ini juga bisa memproduksi dingdong dalam beberapa bulan ke depan. Dengan begitu, kita bisa bersaing dengan produk impor dari Jepang.”
“Itu ide bagus, Arya. Tapi kita harus pastikan semua game elektronik kita terjual lebih dulu,” ujar Sulastri.
***
Diskusi Strategi
Setelah sarapan, Arya, Nadya, dan Sulastri berkumpul di ruang belajar. Arya mulai menjelaskan rencana strategisnya untuk menghadapi persaingan.
“Dika memang memiliki sumber daya lebih besar, tetapi produk kita memiliki nilai yang unik. Game kita interaktif dan edukatif. Ini bisa menjadi keunggulan utama kita,” jelas Arya.
“Bagaimana dengan rencana distribusi?” tanya Nadya.
“Kita akan mulai dengan pasar lokal di Musi Banyuasin. Setelah itu, kita ekspansi ke kota-kota besar seperti Palembang dan Lampung. Aku juga ingin membuat strategi pemasaran kreatif, seperti demo game di pasar malam dan sekolah-sekolah,” jawab Arya.
Sulastri menambahkan, “Arya, ibu juga sedang mencari peluang kerja sama dengan distributor mainan di Jakarta. Kalau berhasil, produk kita bisa menjangkau pasar nasional lebih cepat.”
Arya mengangguk. “Itu langkah yang sangat baik, Bu. Kita harus memastikan bahwa DreamWorks dikenal sebagai pionir game elektronik lokal.”
***
Persaingan di Sekolah
Senin pagi, suasana sekolah terasa lebih riuh dari biasanya. Dika dan gengnya kembali membuka lapak penyewaan game elektronik di sudut lapangan. Kali ini, mereka membawa game baru yang lebih canggih, yaitu versi modifikasi dari game balapan mini. Permainan ini segera menarik perhatian banyak siswa.
Namun, Arya dan timnya tidak tinggal diam. Mereka mempersiapkan peluncuran game edukasi baru, seperti permainan teka-teki matematika dan kosa kata. Abdi dan Mitha sibuk mengatur lapak mereka, sementara Saka memastikan semua perangkat game berjalan dengan baik.
“Arya, lapak Dika ramai sekali. Apa kita perlu melakukan sesuatu?” tanya Abdi dengan nada cemas.
“Biarkan saja mereka. Fokus kita adalah memberikan pengalaman terbaik kepada pelanggan,” jawab Arya dengan tenang.
Ketika siswa mulai mencoba game edukasi buatan DreamWorks, tanggapan mereka sangat positif. Banyak guru yang tertarik dengan konsep edukasi yang ditawarkan oleh game tersebut.
***
Langkah Besar Menuju Distribusi
Sore harinya, Arya kembali bertemu dengan Nadya untuk membahas rencana distribusi. Nadya membawa kabar baik bahwa seorang distributor mainan dari Jakarta tertarik bekerja sama dengan DreamWorks.
“Distributor ini memiliki jaringan luas di Jabodetabek dan beberapa kota besar lainnya. Mereka sangat tertarik dengan konsep game edukasi kita,” jelas Nadya.
“Bagus sekali, Mbak Nadya. Kita harus segera menyiapkan sampel game terbaik untuk mereka,” ujar Arya.
Arya juga mengusulkan untuk membuat brosur pemasaran yang menarik. Dengan bantuan Mitha, yang memiliki kemampuan menggambar yang baik, mereka mulai mendesain brosur yang penuh warna untuk mempromosikan produk DreamWorks.
***
Kejutan dari Dika
Namun, malam harinya, Arya menerima kabar mengejutkan dari Saka. Dika, dengan dukungan insinyur elektroniknya, telah mengajukan paten untuk salah satu game elektronik mereka.
“Arya, ini tidak bisa kita diamkan. Kalau mereka mendapatkan hak paten, kita akan kesulitan bersaing,” ujar Saka dengan nada khawatir.
Arya menghela napas panjang. “Kita harus bertindak cepat. Besok aku akan meminta Mbak Nadya membantu kita mendaftarkan hak paten untuk semua game yang sudah kita buat.”
***
Diskusi di Rumah
Malam itu, Arya berbicara dengan Sulastri mengenai situasi ini. Sulastri menyarankan untuk berkonsultasi dengan seorang pengacara yang berpengalaman dalam urusan hak cipta dan paten.
“Ibu kenal seorang pengacara di Jakarta yang bisa membantu. Namanya Pak Wijaya. Dia ahli dalam bidang ini,” kata Sulastri.
“Baik, Bu. Aku akan meminta Mbak Nadya mengatur pertemuan dengan Pak Wijaya secepatnya,” jawab Arya.
***
Harapan Baru
Meskipun tantangan semakin berat, Arya tetap optimis. Baginya, persaingan dengan Dika bukan hanya tentang siapa yang lebih sukses, tetapi juga tentang membangun tim yang solid dan beradaptasi dengan perubahan.
Dengan dukungan dari keluarga, teman-teman, dan timnya, Arya yakin bahwa DreamWorks akan terus berkembang dan menjadi pelopor dalam industri game elektronik lokal.
Malam itu, sebelum tidur, Arya menuliskan visi besar untuk DreamWorks di buku catatannya: "Kami tidak hanya membuat game. Kami menciptakan masa depan."
kopi mana kopi....lanjuuuuttt kaaan Thor.....hahahahhaa