Kisah seorang pria yang terikat hutang dengan sistem karena di tolong oleh sistem ketika dia di khianati, di fitnah dan di bohongi sampai di bunuh di penjara untuk membalas dendam, sekarang dia berjuang untuk melunasi nya dengan membuat aplikasi yang melayani jasa balas dendam bagi pengguna nya, baik yang masih hidup atau sudah meninggal, bisakah dia melunasi hutang nya ? atau hutang nya semakin membengkak karena banyaknya "partner" di samping nya ?
*Mengandung kekerasan dan konten yang mengganggu, harap bijak dalam membaca dan maaf bocah tolong minggir.*
Genre : Fantasi, fiksi, drama, misteri, tragedy, supranatural, komedi, harem, horor.
Kalau berkenan mohon di baca dan tolong tinggalkan jejak ya, like dan comment, terima kasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mobs Jinsei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 27
Beberapa hari setelahnya, muncul pengumuman di sekolah kalau sekolah akan mengadakan open house untuk menarik siswa tahun ajaran baru dan memperkenalkan kreasi para murid.
Tujuannya adalah untuk menepis stigma buruk yang menempel di reputasi sekolah dan menekankan kualitas pendidikan di lingkungan sekolah yang tidak berbayar kepada para orang tua murid dan masyarakat.
Kepala sekolah menghimbau seluruh kelas untuk ikut serta membuat atraksi, permainan dan hiburan bagi para pengunjung tanpa melibatkan orang tua, setiap kelas harus membuat kreasi sendiri dan di perlombakan oleh sekolah. Pulang sekolah, ketua kelas yang bernama Andika berdiri di depan kelas,
“Nah jadi kelas kita mau bikin apa nih ?” tanya Andika.
“Bebas,” teriak hampir seluruh teman sekelas.
“Jah jangan bebas kale, usul dong, kalau ga ada masukan repot tau,” teriak Silvia wakil ketua kelas.
“Nah Silvi bener tuh, ayo dong masukannya,” tambah Andika.
Tiba tiba Kevin mengangkat tangannya, Andika langsung menunjuk Kevin agar mengutarakan maksudnya mengangkat tangan.
“Drama aja,” ujar Kevin.
“Ya drama apa ?” tanya Silvia.
“Perselingkuhan duda kaya sama istri konglomerat,” ujar Kevin tertawa.
“Dasar stress lo Vin,” teriak hampir seluruh teman sekelas.
Tawa riuh mengisi seluruh kelas, Rei tetap diam saja dan menoleh melihat keluar jendela seperti biasa sambil menopang pipinya. Febi merangkul lengan Rei,
“Oi jangan diem aja dong,” tegur Febi.
“Aku malas ikut yang beginian,” balas Rei.
“Tapi aku pertama kali hehehe, boleh ga kalau aku usul bikin rumah hantu atau apa gitu hehe,” ujar Febi.
“Ya coba aja usul,” balas Rei.
Langsung saja Febi mengangkat tangannya, Andika yang melihat langsung menunjuk Febi dan meminta kelas tenang,
“Bikin yang bernuansa horor aja,” ujar Febi.
Seluruh kelas langsung diam dan tidak ada yang bereaksi, mereka menoleh melihat Febi yang masih mengangkat tangannya dengan ceria.
“Contohnya kayak apa Feb ?” tanya Andika.
“Ya bikin rumah hantu kek, drama soal hantu kek atau restoran hantu hehe,” ujar Febi.
“Sip di pertimbangkan, ada yang laen ?” tanya Andika.
“Hmm boleh juga tuh, si Kevin ama Reihan biar jadi pocong,” celetuk siswa teman sekelas.
Seluruh kelas langsung ramai kembali, mereka menertawakan celetuk sang siswa, namun mereka mulai berbisik satu sama lain dan mempertimbangkan usulan dari Febi.
“Ayo dong temen temen, ada usul ga ?” tanya Andika lagi.
“Cepetan nih, keburu sore ntar,” tambah Silvia.
“Ya udah, bikin atraksi rumah hantu ajalah, cuman perlu kardus, cat air ama kain hitam, beres,” ujar seorang siswa.
“Kostum gampang, pake sprei aja ama karung, jadilah,” tambah seorang siswi.
Akhirnya diskusi mulai hidup dan mulai saling melempar pendapat, Febi tersenyum senang, Rei bisa melihat kalau Febi benar benar antusias dan dia mengerti karena baru pertama ini Febi lepas memikirkan hal lain selain kehidupannya. Dia menggenggam tangan Febi di sebelahnya,
“Eh...kenapa ?” tanya Febi yang kaget tangannya di pegang.
“Ah enggak, kamu beneran kuat ya,” jawab Rei.
“Apa sih coba, ga jelas deh,” balas Febi yang balik mencengkram tangan Rei.
Setelah selesai diskusi dan di catat, Andika dan Silvi keluar dari kelas untuk memberikan hasilnya kepada guru agar di setujui. Karena idenya unik dan baru pertama kali, guru guru menyetujuinya namun berpesan agar tidak berlebihan.
Seluruh teman sekelas langsung senang, mereka dengan penuh semangat merencanakan persiapan dan pembagian tugasnya. Rei mendapat peran sebagai hantu pocong yang berdiri di depan kelas.
“Lah kok gue ?” tanya Rei.
“Hehe pocong ganteng di luar ya, narik perhatian orang lewat hehehe,” ujar seorang siswi.
“Buset berdiri di depan kelas pake dandanan pocong, ga gerah apa,” ujar Rei.
“Enggak lah, ntar gue bawain sprei gue yang adem,” ujar seorang siswi.
Rei menoleh melihat Febi, karena dia yang mencetuskan pertama kali, dia menjadi yang paling sibuk, selain itu karena Febi juga senang misteri, dia jadi bisa mengarahkan semua teman teman sekelas untuk membuat panggungnya.
******
Pulang sekolah, sore hari, setelah selesai membantu persiapan kelas, Rei dan Febi berjalan menuju ke gerbang sekolah. Di depan sudah menunggu Irene dan Bianca yang kelihatannya baru saja tiba, Rei melihat wajah Irene yang bersungut sungut,
“Kenapa kamu ?” tanya Rei.
“Kelas ku bikin drama snow white,” jawab Irene.
“Trus masalahnya dimana ?” tanya Rei.
“Aku jadi ratu jahat trus nenek sihir,” jawab Irene.
“Oh hahaha, kirain apa,” balas Rei.
“Cocok kok hehe,” tambah Febi.
“Hehehe dialognya ga banyak kan ?” tanya Bianca.
“Enggak sih tapi ya harus dandan jadi serem gitu,” jawab Irene.
“Padahal sebelumnya dia itu kan hantu ya,” ujar Rei dalam hati.
Tiba tiba, “ckiit,” sebuah mobil berhenti di sebelah mereka, “klap,” seseorang turun dari mobil dan menghampiri mereka. Rei menoleh dan kaget karena yang menghampiri mereka adalah Irma,
“Hai, apa kabar,” ujar Irma.
“Oh..iya bu polwan,” balas Rei kaku.
“Eh lagi ada acara apa ? kok masih rame ?” tanya Irma melihat ke dalam gedung sekolah.
“Iya ada acara bu,” jawab Febi.
Mereka menjelaskan kalau sekolah mereka sedang mengadakan open house untuk menarik siswa tahun ajaran baru yang akan di hadiri untuk umum.
“Oh bagus dong, seru nih kayaknya,” ujar Irma.
“Ibu polwan ada apa kesini ?” tanya Febi.
“Oh aku hanya lewat aja, kebetulan melihat lagi rame jadi mampir,” jawab Irma.
Irma menoleh melihat Bianca yang lain sendiri karena tidak memakai seragam namun berdiri di sebelah Rei.
“Kalau kamu ?” tanya Irma.
“Oh saya mau pulang bareng mereka aja bu, saya baru dari kampus untuk memeriksa data saya, masuknya sih masih tahun ajaran baru tahun depan,” jawab Bianca.
“Oh baru lulus ya, fakultas apa ?” tanya Irma.
“Kedokteran bu,” jawab Bianca.
“Oh....kedokteran ya, bagus deh, ya udah ya, saya permisi dulu, sori mengganggu kalian,” balas Irma.
“Iya bu, selamat sore,” ujar Irene.
Irma melangkah kemudian berbalik, namun sesaat matanya mengarah melirik kepada Rei dan setelah itu dia masuk kembali ke mobilnya, dia melambaikan tangan dan di balas lambaian tangan oleh Rei dan lainnya. Setelah berjalan agak jauh dari sekolah, Irma mulai berpikir kembali,
“Iya ah, tidak mungkin, hari ini aku tidak merasa apa apa, beberapa hari ini aku kepikiran dan jadi berenti deh pas liat mereka ada di gerbang, tapi ada anak kuliah kedokteran ya di antara mereka, oh cuman baru mau masuk, ga mungkin dia udah bisa membedah orang, udah ah, balik deh ke kantor, hanya perasaan aja, tapi harusnya aku tanya ya siapa nama cowo itu, keren juga walau masih kecil hehe,” ujar Irma yang sudah kembali tenang.
Sementara itu, Rei berjalan bersama Febi, Irene dan Bianca menuju ke rumah Febi, dia terus menoleh ke belakang,
[Udah jalan, lagipula dia tidak berbahaya, kamu tidak perlu berwaspada gitu.]
“Ya tetep aja, dia polisi kan, biar gimana pun dia kan musuh kita,” ujar Rei.
[Hmm...musuh ya, kurasa tidak.]
“Apa lagi maksud lo ?” tanya Rei.
[Dia memang mencurigai ada yang tidak beres di sekolah kita. Hanya saja kecurigaan nya tidak mengarah pada kita, selain itu kalau memang dia mencurigai kita, tidak mungkin aku diam saja kan.]
“Hmm lo bener juga, yah berarti pikiran gue doang,” gumam Rei.
[Makanya biasa saja, kamu nampak grogi tadi, lagipula sudah ku bilang kan, dia tidak berbahaya dan mungkin malah akan menjadi teman kita.]
“Iya iya gue percaya, masalah jadi teman atau tidak perkara nanti,” ujar Rei.
[Hohoho ya benar, lihat saja nanti.]
mampir juga ya kak di cerita akuu