kisah gadis cantik dan sholehah bernama Anindya Zahrani yang harus rela menikah dengan pria begajulan yang suka mabuk dan main perempuan bernama Arkala Mahesa.
Dya terpaksa menerima perjodohan yang dilakukan oleh almarhum Ayahnya dan juga sahabatnya Pak Anggara Mahes yang merupakan seorang konglomerat,demi melaksanakan amanah terakhir dari sang Ayah.
Kala yang tidak pernah setuju menikah dengan Dya kerap memperlakukan Dya dengan Kasar.Bahkan tidak segan segan Kala membawa wanita yang disebut kekasihnya masuk kedalam rumah bahkan kedalam kamarnya.
Akankah Dya terus bertahan??atau menyerah??
Lalu bagaimana reaski Kala saat Dya akhirnya memilih menyerah dengan pernikahannya.
Akankah Kala melepaskan Dya ataukah mempertahankan dan berubah menjadi lebih baik lagi??
Bantu Follow yuukkk
IG : triyani_trian87
tiktok : Triyani_87
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Triyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.22
Melihat Dya keluar dari kamar dengan berpenampilan yang cukup rapih. Refleks Kala pun menyingkirkan tubuh Angel dari pangkuan nya, lalu berdiri.
"Mau kemana kamu?" tanya Kala saat melihat Dya melewatinya begitu saja bahkan tanpa menyapa sepatah kata pun.
"Hei, apa kamu tuli? Mau kemana kamu?" tanya Kala lagi saat tidak mendapatkan jawaban dari Dya.
"Ini urusan pribadi Pak Kala. Jadi, saya tidak berkewajiban untuk menjawab pertanyaan dari anda. Mohon hormati peraturan yang anda buat sendiri. Permisi." jawab Dya cukup menohok dan itu juga membuat Kala terdiam, membeku di tempatnya.
Dya pun melanjutkan langkahnya mengabaikan Kala yang kini sudah terpancing emosi oleh jawaban dari wanita yang berstatus istrinya itu.
Dada Kala kian bergemuruh tak kala melihat Dya tersenyum manis pada seorang pria yang datang menjemputnya. Siapa lagi kalau bukan Handi.
Si pria yang selalu jadi garda terdepan untuk Dya. Meski mereka belum lama saling mengenal, tapi baik Dya maupun Handi sudah sama sama menemukan kenyamanan satu sama lain.
Dya yang baru saja kehilangan sosok pria pelindung nya seakan menemukan pengganti dari dalam diri Handi.
Dan Handi yang sedari kecil hidup sebatang kara. Tentu serasa memiliki keluarga lain setelah keluarga Pak Gara yang selalu begitu baik memperlakukan nya.
Baik Kala dan juga Arka tidak pernah menganggap Handi sebagai bawahan. Mereka selalu memperlakukan Handi seperti saudara mereka sendiri.
Kini, setelah bertemu dengan Dya. Handi pun kembali merasa memiliki seorang adik perempuan yang wajib dia jaga dan dia lindungi. Keduanya pun seolah saling mengisi dan saling melengkapi kekosongan yang saat ini mereka miliki.
"Saya pamit Pak. Assalamu'alaikum, ayo Kak." lanjut Dya, berpamitan sebentar pada Kala lalu menghilang dibalik pintu yang kini sudah tertutup rapat kembali.
Sementara Kala sendiri hanya bisa menahan marahnya atas kepergian Dya dengan Handi. Bahkan, kedua tangan Kala sampai terkepal kuat demi menahan emosi yang kini tengah menyelimutinya.
"Sayang, kamu kenapa?" tanya Angel yang kembali bergelayut manja ditubuh Kala.
"Pulanglah, aku ingin sendiri."
Dengan kasar Kala melepas pelukan Angel dan masuk kedalam kamarnya lalu mengunci pintu itu agar tidak ada yang bisa masuk, termasuk Angel.
*
*
Sepanjang perjalanan menuju kantor Papa Gara. Tidak henti hentinya Dya menghela nafas panjang dan juga berat.
"Dy? Kamu kenapa? Kenapa dari tadi menghela nafas terus?" tanya Handi yang akhirnya membuka suara karena penasaran dengan tingkah aneh Dya.
"Kak, mmm..." jawab Dya, tidak melanjutkan karena masih merasa ragu untuk mengatakan risalah hatinya.
"Katakan. Ada apa?"
"Jika suatu hari nanti Mas Kala menceraikan aku. Apa aku akan dipulangkan ke kampung?"
"Kenapa berpikir begitu? Apa Kala menyakitimu?"
"Tidak, hanya saja. Hubungan kami yang seperti ini bukankah hubungan yang tidak sehat dan tidak baik? Aku tidak ingin semakin berdosa dengan menjadi penghalang cinta orang lain,"
"Bicarakan lah pada Pak Gara baiknya bagaimana? Jika dipikir pikir lagi, memang terlalu berat untuk dijalani jika kita hanya berjuang sendiri,"
"Itu Maksudku Kak,"
"Tapi, apa kamu tidak keberatan menyandang status janda di usia yang semuda ini dan di usia pernikahan yang masih seumur jagung?"
"Kenapa harus keberatan? Jika ini yang terbaik untukku dan Mas Kala kenapa tidak?"
"Baiklah. Lakukan apa yang menurutmu baik untuk hidupmu. Aku akan selalu mendukungmu. Melanjutkan atau pun berhenti berjuang, semua keputusan ada ditanganmu Dy,"
"Iya, Kak. Terima kasih dukungan nya,"
"Berdoalah. Minta petunjuk padanya keputusan mana yang tepat yang harus kamu ambil dan jangan gegabah saat mengambil keputusan itu,"
"Baik Kak. Akan aku pikirkan baik baik, terima kasih."
Mobil Handi pun kini telah tiba diparkiran kantor khusus petinggi kantor. Dengan berjalan saling beriringan Dya mengikuti langkah Handi menuju keruangan kerja Papa Gara.
Sepanjang perjalanan menuju ruangan kerja petinggi kantor itu. Keberadaan Dya cukup menyita perhatian.
Belum lagi posisinya saat ini tengah berjalan dengan pria yang begitu terkenal dengan sikap dingin dan cueknya.
Akan tetapi, saat ini dia terlihat begitu lembut memperlakukan wanita yang ada di sebelahnya. Sehingga, hal itu pun menimbulkan persepsi lain dimata karyawan kantor yang memang tidak mengetahui pernikahan anak dari bos besar mereka.
Setelah hampir 10 menit diperjalanan akhirnya Dya dan Handi pun tiba didepan ruangan kerja Papa Gara.
Saat tiba disana, Dya dan Handi disambut oleh sekertaris Papa Gara. Wanit yang diperkirakan seumuran dengan Handi itu tersenyum ramah menyambut kedatangan Dya dan Handi.
"Tuan Gara adakan, Mel?" tanya Handi sebelum mengetuk pintu kayu berwarna coklat itu.
"Ada Pak dan Bapak sudah ditunggu oleh beliau di dalam," jawab Melia dengan tersenyum ramah.
"Ok, terima kasih ya Mel,"
"Iya, sama sama Pak."
Handi pun langsung mengetuk pintu itu lalu mengajak Dya masuk setelah dipersilahkan masuk oleh pemilik ruangan.
"Assalamu'alaikum, Pa. Maaf jika kedatangan Dya mengganggu waktu Papa," ucap Dya mengucap salam saat masuk kedalam ruangan Papah mertuanya.
"Waalaikumsalam, Nak. Tidak apa apa, justru Papa senang kamu mau datang ke kantor. Ayo, sini masuk."
Papa Gara pun bangkit dari duduknya dan mendekati Dya yang akan menyalaminya dengan takzim lalu membawa sang menantu duduk disofa yang memang diperuntukan untuk setiap tamu yang datang kekantornya.
"Tumben main kekantor? Ada apa? Apa ada yang bisa Papa bantu?" tanya Pak Gara setelah keduanya duduk di sofa.
"Begini Pa, bisakah Dya ikut bekerja disini?" jawab Dya, sedikit ragu. Namun, tetap mengatakan niatnya datang ke sana.
"Bekerja? Disini? Kenapa?"
"Dya hanya ingin memiliki kegiatan yang berarti Pa. Dirumah terus nggak ada kerjaan itu sangat membosankan. Gimana? Dya boleh kan ikut kerja disini?"
*
*
...🌸🌸🌸...