SEKUEL TERPAKSA MENIKAHI PEMBANTU
Giana yang sejak kecil kehilangan figur seorang ayah merasa bahagia saat ada seorang laki-laki yang merupakan mahasiswa KKN memberikan perhatian padanya. Siapa sangka karena kesalahpahaman warga, mereka pun dinikahkan.
Giana pikir ia bisa mendapatkan kebahagiaan yang hilang setelah menikah, namun siapa sangka, yang ia dapatkan hanyalah kebencian dan caci maki. Giana yang tidak ingin ibunya hancur mengetahui penderitaannya pun merahasiakan segala pahit getir yang ia terima. Namun, sampai kapankah ia sanggup bertahan apalagi setelah mengetahui sang suami sudah MENDUA.
Bertahan atau menyerah, manakah yang harus Giana pilih?
Yuk ikuti ceritanya!
Please, yang gak benar-benar baca nggak usah kasi ulasan semaunya!
Dan tolong, jangan boom like atau lompat-lompat bacanya karena itu bisa merusak retensi. Terima kasih atas perhatiannya dan selamat membaca. ♥️♥️♥️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SSM 15
"Ru, bengong aja. Mikirin apa sih?" tegur Alma membuat Albirru tersentak.
"Kamu, Al. Ngagetin aja. Masuk kok nggak kasi salam lagi," omel Albirru .
"Telinga Lu tuh yang budek. Sibuk melamun sampai aku ngetuk pintu, ngucap salam, nggak ada yang kamu dengar. Melamunin apa sih? Sampai bengong kayak orang begok gitu?" goda Almahyra.
Albirru mendengus. Mana mau dia berkata jujur kalau perempuan yang akhir-akhir ini menarik perhatiannya ternyata seorang janda. Memang tak ada yang salah dengan janda, hanya saja, jelas sebagai seorang single perjaka ting tung, Albirru sedikit syok. Ia benar-benar tidak menyangka kalau Giana ternyata seorang janda.
Albirru seketika teringat saat pertama kali mengantarkan Giana pulang. Perempuan itu disambut seorang wanita paruh baya dan wanita muda. Giana memanggil wanita paruh baya itu mama. Otak Albirru seketika berpikir. Ia bisa mengasumsikan kalau wanita itu adalah mantan mertuanya.
Entah apa alasan Giana bercerai, tapi menilik sikap mertuanya, mungkin memang Giana lebih baik bercerai. Daripada hidup berumah tangga, tapi diperlakukan layaknya babu oleh mertuanya sendiri.
"Tuh, melamun lagi 'kan? Mikirin siapa sih? Cewek?" goda Alma membuat Albirru memicing tajam.
"Kepo."
"Ish, sama saudara sendiri kok gitu sih. Ayo, Ru, cerita dong! Please!"
"Daripada gangguin aku kerja, mending balik ke kantor gih sana. Ganggu aja."
"Ish, Birru, kamu kok gitu." Alma mengerucutkan bibirnya, tapi Albirru justru pura-pura sibuk. "Ya udah, deh, aku keluar. Padahal mau ajak kamu makan siang. Mami udah keluar makan sama Papi. Mau ajak kamu, eh malah nyebelin banget. Awas aja, aku sumpahin kepincut janda, baru tau rasa," ucap Alma dengan raut muka kesal.
Sontak mata Albirru melotot. Baru saja iya hendak menanggapi, Alma justru sudah lebih dulu keluar dari ruangannya. Sama seperti Albirru , Alma pun sangat suka naik motor. Karena motornya sudah diambil dari bengkel beberapa hari yang lalu, kini ia sudah bisa kembali mengendarainya.
Alma berjalan sambil membenarkan resleting jaketnya. Ia meraup rambutnya sambil sedikit mengibaskannya. dan merapikannya. Entah mengapa, di mata orang-orang yang tanpa sengaja melihat apa yang Alma lakukan justru terlihat keren. Termasuk seorang pria muda yang sedang berdiri di depan lift.
"Ravin, ngapain bengong di sana," tegur seorang perempuan.
"Eh, sebentar, Mbak Ratu. Mau liat cewek cantik dulu," ujarnya membuat Ratu kesal dan menjewernya hingga masuk ke dalam lift. Di saat bersamaan, Alma lewat dan melihat hal itu. Ia sontak terkekeh membuat sang pria tersenyum lebar ke arah Alma.
*
*
*
Sementara itu, Giana kembali mengerjakan pekerjaannya dengan begitu telaten. Jam makan siang sudah usai, alhasil pengunjung sudah mulai berkurang. Hanya menyisakan anak-anak muda yang mungkin baru selesai kuliah atau remaja SMA yang sedang nongkrong dengan teman-temannya.
Melihat hal itu, Giana tersenyum. Masa remajanya sungguh tak ada indah-indahnya sebab sebagian harinya dihabiskan selain untuk sekolah, ya untuk membantu sang ibu mencari uang tambahan untuk kebutuhan sehari-hari.
Sebenarnya Via sudah sering kali mengatakan tidak perlu membantu. Bahkan Via juga berkali-kali mempersilakan dirinya bila ingin melanjutkan kuliah. Bahkan Via sudah menyiapkan tabungan bila sewaktu-waktu Giana ingin berkuliah di kota. Via tidak masalah. Namun nasib berkata lain, ia justru harus Menik karena penggerebekan itu. Impian Via seketika pupus. Apalagi setelah Giana mengatakan akan fokus dengan rumah tangganya. Giana hanya tak ingin terlalu membebani sang ibu. Menjadi single parent itu berat. Giana melihat sendiri bagaimana perjuangan Via demi mencukupi segala kebutuhannya. Oleh sebab itu, Giana pun mengubur impiannya dalam-dalam. Sambil menaruh harapan agar pernikahannya berakhir bahagia.
Ada sesak dan sesal di hati Giana.
"Seandainya aku tidak menikah dengan Mas Herdan, pasti aku sudah seperti dia." Giana melihat ada seorang gadis muda seumuran dirinya yang mengenakan baju ala karyawan kantor. "Pasti ibu akan bahagia dan bangga sekali. Tidak seperti sekarang, aku hanya bisa memberikan kesusahan saja. Kapan aku bisa membahagiakan ibu? Ya Allah, aku mohon, berikanlah kesempatan padaku agar bisa membahagiakan ibu," lirih Giana yang tanpa sadar didengar oleh Asrul.
"Aamiin," sahut Asrul membuat Giana terkesiap.
"Eh, Pak Asrul. Maaf, Pak, aku malah bengong di sini." Giana malu sendiri ketahuan sang bos sedang melamun.
"Nggak papa. Memangnya ibu kamu tinggal di mana sekarang?" tanya Asrul.
"Ibu saya di kampung, Pak."
"Jadi kamu merantau di sini?"
"Dibilang merantau sebenarnya bukan, Pak, hanya saja ...." Giana menjeda kata-katanya. Ia malu sudah jauh-jauh dari kampung, menikah, dan tinggal di kota, tapi malah berakhir dicerai dan terdampar.
"Hanya saja apa? Kamu ditipu makelar lowongan pekerjaan?"
"Bu---bukan, Pak. Tapi saya ikut suami."
"Jadi ... kamu sudah nikah." Asrul tidak mendengar dari awal doa Giana tadi, jadi ia belum tahu kalau Giana pernah menikah.
Giana sedikit ragu, namun tak pelak ia mengangguk. "Tapi sekarang sudah enggak, Pak."
"Maksudnya?"
"Em, saya sebenarnya sudah bercerai, Pak. Mau balik kampung, tapi mau nabung dululah. Biar nggak nyusahin ibu."
Asrul terkesiap. Tiba-tiba ia teringat Via. Ia pun pernah berpikir apa Via pulang ke kampung halamannya. Hanya saja, ia tak tahu di mana. Saat itu, ia tidak begitu memedulikan hal-hal terkait pribadi Via. Ia hanya memanfaatkan kepolosan gadis itu sehingga jatuh ke dalam pelukannya dan mengkhianati Madava. Sesuatu yang sangat Asrul sesali hingga saat ini.
Asrul merasa iba dengan apa yang Giana alami. Apa yang Giana alami, sepertinya tak jauh berbeda dengan apa yang Via alami.
"Semoga kamu betah kerja di sini, ya. Kamu anak yang baik. Meskipun belum bisa membahagiakan ibumu, percayalah, kebahagiaanmu adalah kebahagiaan ibumu juga. Bahkan sejak kehadiranmu di perut ibumu, kau sudah memberikan kebahagiaan tersendiri pada ibumu. Percaya pada Bapak."
Mata Giana berkaca-kaca. Ia senang sekali mendapatkan perhatian dari bosnya itu.
Hari-hari dijalani dengan Giana dengan perasaan suka cita. Namun, mendadak Giana merasakan ada yang kurang. Sudah beberapa hari ini ia tidak melihat Albirru. Saat berdiri di tempat biasa ia menunggu angkutan umum, Giana celingak-celinguk. Tanpa sadar ia mencari sosok Albirru, namun ia tak kunjung menemukannya. Giana menghela nafas panjang.
"Kenapa aku malah nyari-nyari dia?" Saat angkutan umum mendekat, Giana melambaikan tangan hingga angkutan umum itu berhenti. Giana pun segera masuk ke dalamnya.
Hari ini tubuh Giana mengalami kelelahan yang luar biasa. Alhasil, ia pun meminta izin pada atasannya untuk pulang lebih awal. Asrul sedang keluar saat itu, jadi ia hanya meminta izin pada manajer yang bertugas.
Cuaca sangat terik siang itu. Membuat kepala Giana yang sakit jadi semakin sakit. Ia berjalan gontai menuju gerbang keluar area cafe. Baru saja ia berdiri di depan gerbang, penglihatannya pun menggelap. Perlahan tubuhnya luruh ke jalan begitu saja.
"Giana ...."
...***...
Baru ingat kalo Albirru manggil Ariana Mami. 😅
...Happy reading 🥰🥰🥰...
lupa2 inget .. maaf 🙏