Ratri Swasti Windrawan, arsitek muda yang tidak ingin terbebani oleh peliknya masalah percintaan. Dia memilih menjalin hubungan tanpa status, dengan para pria yang pernah dekat dengannya.
Namun, ketika kebiasaan itu membawa Ratri pada seorang Sastra Arshaka, semua jadi terasa memusingkan. Pasalnya, Sastra adalah tunangan Eliana, rekan kerja sekaligus sahabat dekat Ratri.
"Hubungan kita bagaikan secangkir kopi. Aku merasakan banyak rasa dalam setiap tegukan. Satu hal yang paling dominan adalah pahit, tetapi aku justru sangat menikmatinya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Komalasari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. Rahasia yang Terkuak
Ratri memperhatikan foto profil yang ada di layar. Dia seperti perna melihat, tetapi entah di mana. Namun, berhubung mendengar langkah menuju ke ruangan itu, Ratri terpaksa kembali ke meja kerjanya. Dia berpura-pura merapikan sesuatu.
"Ada panggilan berkali-kali. Mungkin, Sastra sudah tidak sabar menunggumu," ucap Ratri sok biasa saja. Dia bahkan tersenyum manis, setelah berkata demikian.
"Oh. Biar kuperiksa." Eliana segera meraih telepon genggam dari meja, kemudian memeriksa nama pemanggil. Wanita itu terdiam sejenak, sebelum meraih tas. "Aku duluan, ya," pamitnya, agak terburu-buru.
"Semoga sukses, El," balas Ratri cukup nyaring. Pasalnya, Eliana sudah berlalu dari ruang kerja.
Sepeninggal Eliana, Ratri bergegas mengikuti. Dia berdiri dekat jendela kaca yang ditutupi roller blind. Ratri membuka sedikit, mengintip ke luar. Tampaklah Eliana yang tengah berbicara dengan seseorang, sebelum masuk ke mobil.
Embusan napas pelan dan dalam, meluncur dari bibir Ratri. Dia merasa jadi orang bodoh karena memata-matai sahabatnya. "Untuk apa?" gumam wanita itu, seraya kembali ke ruang kerja.
Ting!
Satu pesan masuk dari kontak bernama Batman.
[Apa kamu ikut bersama Elia?]
[Tidak. Untuk apa? Agar bisa melihat kalian bermesraan?]
Sastra membalas dengan mengirimkan emoji tertawa. Sesaat kemudian, dia terlihat sedang mengetik pesan.
[Aku mengajak Prama. Kasihan dia tidak ada yang menemani.]
[Yang benar saja. Aku tidak mau. Aku kurang suka dengan temanmu itu. Maaf, tetapi senyumnya terlihat sangat mesum.]
Sastra kembali mengirimkan emoji tertawa, kemudian mengetik pesan.
[Sepertinya, Prama menyukaimu. Dari awal, dia memandangmu dengan tatapan berbeda.]
[Masa bodoh!]
[Ini yang kusukai dari Ratri. Buas.]
Sastra mengakhiri kalimatnya dengan emoji tertawa, lalu kembali mengetik sesuatu.
[Aku pergi dulu.]
Ratri mengembuskan napas kasar, membaca pesan terakhir yang Sastra kirimkan. Rasa suntuk kembali menyergap hatinya. Dia jadi serba salah.
AKhirnya, Ratri memutuskan pulang. Setelah membeli satu kresek camilan dari minimarket, wanita muda berambut pendek itu langsung ke tempat kost. Baru saja meletakkan barang belanjaan serta tas, terdengar suara ketukan di pintu, diiringi panggilan seseorang.
“Mbak Ratri. Ada titipan paket.”
Ratri terdiam sesaat karena tidak merasa memesan apa pun. Namun, dia tetap membuka pintu. Ratri mendapati salah seorang tetangga kamarnya.
“Ini, Mbak.” Seorang gadis seusia Asha, memberikan bungkusan hitam kepada Ratri.
“Terima kasih. Maaf merepotkan,” ucap Ratri, dengan ekspresi campur aduk. Meskipun agak ragu, tetapi dia tetap menerima bungkusan itu, lalu kembali ke dalam.
Setelah menutup rapat pintu, Ratri mengamati, membolak-balikkan bungkusan hitam itu. Makin lama, dia penasaran dengan isinya. Walaupun ragu, Ratri tetap membuka bungkusan tersebut.
Di dalam bungkusan hitam, terdapat amplop putih. Ratri menyobek pinggirannya. Dari dalam amplop, dia mengeluarkan beberapa lembar foto yang berhasil membuat jantungnya langsung berhenti berdetak.
“A-apa?” Tangan Ratri gemetaran memegangi foto, yang memperlihatkan dirinya dan Sastra di belakang cafe pada malam itu. Malam di mana Sastra menciumnya untuk pertama kali.
Ratri kemudian melihat foto lain, yang menunjukkan kebersamaan dengan Sastra. Termasuk, ketika pria itu keluar dari kamar kost-nya kemarin malam.
Ratri segera memasukkan kembali foto-foto tadi ke dalam amplop, kemudian memasukkan ke tas. Dia mengabaikan rasa lelah. Setengah terburu-buru, Ratri keluar kamar kemudian menuruni anak tangga.
Ratri bermaksud pergi ke 'Secangkir Kopi'. Meskipun dia tahu Sastra tidak ada di sana. Namun, dia mengirimkan pesan, memberitahu kekasih sahabatnya tersebut.
Sementara itu, Sastra dan Eliana sudah berada di bioskop. Begitu juga dengan Prama.
"Kupikir, kamu akan mengajak Ratri kemari," ujar Prama malas.
"Aku tidak tahu kamu ikut. Tadinya, aku hanya akan berdua dengan Sastra," sahut Eliana.
"Sastra tiba-tiba mengajakku. Katanya, ada film bagus. Siapa sangka aku diajak nonton film drama keluarga," keluh Prama, seraya menggaruk kepala yang tak gatal.
"Sekali-kali nonton film drama keluarga. Lumayan, untuk referensi masa depan," canda Sastra, yang kemudian memeriksa pesan masuk dari Ratri.
[Aku ada di cafe. Kalau sudah selesai, segera kemari. Ada sesuatu yang harus kita bicarakan.]
Sastra terdiam sejenak, sebelum membalas pesan tadi.
[Siap. Sepertinya sangat serius. Pesanlah apa pun yang kamu mau.]
Setelah membalas pesan dari Ratri, Sastra mengikuti Eliana dan Prama, berhubung film akan segera diputar.
Setelah kurang lebih dua jam, pemutaran film selesai. Sastra langsung mengantarkan Eliana pulang.
"Kamu tidur saat pemutaran film tadi," ucap Eliana, saat berada di jalan menuju pulang.
"Tugasku hanya menemanimu nonton. Iya, kan?" Sastra menanggapi tenang, ucapan bernada protes dari Eliana. Padahal, dia terus teringat kepada Ratri, yang menunggunya di cafe.
"Terima kasih, Honey. Setidaknya, kamu masih bersedia meluangkan waktu untuk menemaniku." Eliana terdiam sejenak, memikirkan rangkaian kata yang hendak disampaikan kepada sang kekasih.
Ada keraguan besar dalam sorot mata wanita 25 tahun tersebut. Eliana takut, Sastra marah bila membahas masalah di cafe kemarin malam. Namun, dia juga tak ingin terus menyimpan unek-unek terlalu lama.
"Honey." Eliana kembali bersuara, setelah terdiam beberapa saat. "Siapa wanita itu?" Akhirnya, dia memberanikan diri bertanya.
"Wanita yang mana?" Sastra balik bertanya dan berpura-pura tak mengerti.
"Aku melihat kalian kemarin malam di cafe. Dia memegang tanganmu," terang Eliana, dengan tatapan lurus ke depan.
Sastra tidak segera menjawab. Dia seperti sengaja ingin bermain-main dengan rasa penasaran sang kekasih.
"Kenapa diam?" Eliana mengalihkan perhatian kepada pria di belakang kemudi, yang memasang raut datar. "Semoga tidak seperti yang kupikirkan," ucap Eliana lagi, menahan kegelisahan dalam hati.
"Kenapa kamu harus mempermasalahkan itu?" Bukannya memberikan jawaban, Sastra justru membuat Eliana kian galau.
"Maksudmu?" tanya Eliana tak mengerti.
Embusan napas berat, meluncur dari bibir berkumis tipis Sastra. Dia menoleh sekilas, lalu tersenyum kecil. "Aku juga tidak mengusik urusan pribadimu," ujarnya tenang.
"Urusan pribadiku?" ulang Eliana, yang lagi-lagi dibuat tak mengerti oleh ucapan Sastra.
"Ya." Sastra kembali fokus pada lalu lintas di depan. "Kamu pikir, aku tidak tahu bahwa selama ini ...." Sastra tidak melanjutkan kalimatnya, berhubung Eliana sibuk dengan ponsel.
Eliana membuka pesan, dari kontak dengan deretan angka tanpa foto profil sehingga tak diketahui siapa pemiliknya. Ada dua kiriman video yang masuk, dengan ukuran cukup besar. Eliana menunggu sesaat, untuk memutar video pertama.
"Apa-apaan ini?" Eliana menoleh, menatap Sastra dengan sorot tak percaya. "Bagaimana kamu bisa melakukan ini padaku?" Sepasang mata dengan soflens warna hazel itu mulai berkaca-kaca.
"Apa?" tanya Sastra, menoleh sekilas. Namun, dia terpaksa menepikan kendaraan, saat Eliana memberikan telepon genggamnya.
"Kamu dan Ratri ... kalian ...." Eliana tak kuasa melanjutkan kalimatnya.
taukan ela itu pemain drama
apa prama yaa
☹️☹️
betkelas dech pokoknya
" ternyata baru kusadari sirnanya hatimu yg kau simpan untuknya
aku cinta kepadamu,aku rindu dipelukmu
namun ku keliru t'lah membunuh cinta dia dan dirimu... oh...ohh..ohhh"
😅😅😅😘✌
jangan2 emaknya ratri ibu tirinya sastra...