Langit yang sangat mencintai Monica merasa tidak bisa melupakannya begitu saja saat Monica dinyatakan meninggal dunia dikarenakan kecelakaan yang tiba-tiba. Diluar dugaan, arwah Monica yang masih penasaran dan tidak menerima takdirnya, ingin bertemu dengan Langit. Dilain tempat, terdapat Harra yang terbaring koma dikarenakan penyakit dalam yang dideritanya, hingga Monica yang terus meratapi nasibnya memohon kepada Tuhan untuk diberi satu kali kesempatan. Tuhan mengizinkannya dan memberinya waktu 100 hari untuk menyelesaikan tujuannya dan harus berada di badan seorang gadis yang benar-benar tidak dikenal oleh orang-orang dalam hidupnya. Hingga dia menemukan raga Harra. Apakah Monica berhasil menjalankan misinya? apakah Langit dapat mengenali Monica dalam tubuh Harra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S.Prayogie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25 : SENYUMAN DIDALAM BINGKAI
Langit menyandarkan kepalanya di kursi kerjanya. Terdapat proposal project Perusahaan Agatha dimejanya. Langit menatap langit-langit kantornya dengan pikiran kosong hingga tiba-tiba pintu ruang kerjanya diketuk dan Langit menatap kearah pintu sambil mempersilahkan seseorang diluar sana untuk masuk.
Tampak Asistennya masuk dan tampak seseorang dibelakangnya.
"Pak Hendra ingin meminta bertemu dengan Bapak" kata Asistennya sambil undur diri.
Langit segera menegakkan duduknya saat dia melihat Papanya masuk keruang kerjanya sambil berjalan mendekat. Mata Pak Hendra tertuju pada berkas yang ada diatas meja Langit dan tersenyum kecil.
"Kamu tertarik dengan project Perusahaan Agatha?" tanya Pak Hendra lalu berjalan kembali untuk duduk di sofa.
Langit hanya terdiam tanpa menjawab pertanyaan Pak Hendra dan berjalan mendekati Papanya dan duduk di sofa.
"Papa akan jujur kepada kamu" kata Pak Hendra sambil menatap Langit.
"Soal?" tanya Langit dengan kening berkerut.
"Beberapa saat lalu, CEO mereka mendatangi Yayasan" kata Pak Hendra memulai percakapan.
"Harra?" tanya Langit dengan wajah penuh tanda tanya.
Tak lama kemudian tampak Viona datang sambil membawa kopi ditangannya.
"Loh Papa disini juga" kata Viona sambil ikut duduk di sofa.
Dia melihat wajah yang serius diantara keduanya.
"Bahas apa ini sampek wajahnya pada tegang?" tanya Viona sambil memperhatikan wajah Papa dan adiknya itu.
"Dia menawarkan support donatur ke Yayasan--" kata Pak Hendra kembali.
Langit terdiam sambil memandang wajah Pak Hendra dengan serius. Viona berusaha memahami perkataan Papanya walau dia masih belum paham sepenuhnya.
"--- Tapi sebagai gantinya, Papa diminta untuk membawa kamu kembali ke dunia balap" kata Pak Hendra sambil memandang Langit.
Mata Langit terbelalak mendengar apa yang dikatakan Pak Hendra.
"1 Milyar Rupiah, itu yang ditawarkannya" kata Pak Hendra melanjutkan.
"WOWW siapa ini? Kalian membahas siapa?" tanya Viona terkejut dengan nominal yang disebut oleh Pak Hendra.
"Wanita gila" Langit bergumam sambil menggelengkan kepalanya.
"Manoharra" jawab Pak Hendra menjawab Viona.
Mata Viona terbelalak dengan mulut terbuka kemudian sekilas menatap Langit yang tampak memalingkan wajahnya.
"Dia beneran suka kamu sepertinya" kata Viona kepada Langit.
Pak Hendra tersenyum kecil mendengar perkataan Viona lalu kembali menatap Langit.
"Papa nggak jawab apapun, Papa ingin mendiskusikan hal ini denganmu. Semua keputusanmu akan Papa terima" kata Pak Hendra sambil menatap Langit yang tampak memalingkan wajahnya dan dengan mata yang tampak berpikir.
"Dia baru saha menawarkan project besar kesini Pa, perusahaan utama yang memegang pengiriman produk. Dia menunjuk perusahaan kita" kata Viona menambahkan.
Pak Hendra tampak berpikir tentang ini semua dan mengambil nafas dalam sambil menatap Langit.
"Di satu sisi, kita sangat diuntungkan dengan semua ini. Bahkan, dia tidak mendapat keuntungan yang besar. Namun pasti ada tujuan dibaliknya. Papa tidak akan memaksakan kamu tentang hal apapun. Kamu bisa memikirkannya sendiri dengan kepala tenang" kata Pak Hendra yang kemudian berdiri dan berpamitan kepada kedua anaknya itu untuk pergi.
Viona tampak mengantar Papanya dan segera menutup pintu sambil memandang Langit.
"Ini aneh, bisnis harusnya tidak seperti ini. Aku sendiri sekarang jadi bingung harus mengatakan apa" kata Viona sambil memandang Langit.
Langit masih tampak terdiam dengan pikirannya yang kesana kemari. Apa alasan Harra melakukan hal ini kepadanya. Hanya untuk menjadi Brand Ambassador tidak perlu melakukan hal sebesar ini kepadanya.
"Apa yang sebenarnya ada dipikiran wanita itu?" Langit bergumam dalam hatinya dan memikirkan segala hal diotaknya.
...----------------...
Harra terduduk di bangku tamannya sore itu dengan mengenakkan pakaian berbahan satin halus yang tampak berayun saat angin menerpa. Rambut ikalnya tampak terurai dengan mengenakan bandana pita dirambutnya. Harra meminum chamomile tea dengan perlahan sambil mengingat kembali mimpinya akhir-akhir ini yang tampak aneh.
Sudah lama dia tidak memimpikan hal itu, suatu hal yang menjadi traumanya. Cinta pertama dan kejadian yang tidak pernah diduganya.
Mata Harra terpejam mengingat rasa sakitnya. Hatinya terasa sesak.
Harra mengingat setiap detail mimpinya dengan sangat jelas. Masih menjadi pertanyaan besar dibenaknya sosok wanita yang selalu dilihatnya disetiap momen didalam mimpinya. Sosok wanita yang Harra yakin sekali adalah orang yang sama yang meminta tolong kepadanya untuk menyelamatkan Langit.
"Jika begitu, dia tidak ada hubungan denganku. Dia ada hubungannya dengan Langit" Gumam Harra dengan wajah berpikir keras.
Harra lalu menggenggam erat liontin kalung yang sedang digunakan dilehernya. Dia membuka perlahan liontin itu yang belakangnya terdapat inisial R-H. Didalam liontin itu terdapat foto seorang pria dengan rambut yang rapi dengan syal bertengger dilehernya, tampak tersenyum ceria saat foto itu diambil hingga Harra mengingat kembali momen saat itu.
"Sekali saja, sekali saja-- Ayolah" pinta Harra dengan wajah manjanya kepada seorang pria yang berjalan mendahuluinya.
Namun pria itu tetap menggelengkan kepalanya sambil terus berjalan ditengah salju yang tampak sudah turun di bulan Desember itu.
Harra menghentikan langkahnya dengan memasang wajah cemberut karena permintaannya tidak mendapat jawaban. Pria itu menyadari tidak terdengar lagi suara langkah dibelakangnya. Lalu dia menolehkan kepalanya dan melihat Harra yang terdiam sambil memandangnya. Wajah kecil Harra tampak bersembunyi didalam tudung hoodie berwarna putih yang terdapat bulu dipinggarannya.
Pria itu tersenyum kecil melihat Harra yang tampak menggemaskan dimatanya.
"Sekali saja, janji?" kata pria itu yang sudah kalah dengan kegemasan Harra.
"Janji" jawab Harra dengan wajah yang kembali ceria dan tersenyum lebar.
Harra segera mengangkat kamera polaroid kecilnya untuk mengambil foto pria itu yang tampak tersipu malu.
"Senyum dong" kata Harra saat melihat pria itu memasang wajah kaku.
"Udah senyum ini" jawabnya.
Harra kembali meletakkan kamera polaroidnya mendekat ke matanya namun dia masih belum dapat ekspresi yang dia inginkan dari wajah pria itu.
Harra menghembuskan nafasnya dan menurunkan kameranya.
"Aishiteru" kata Harra kepada pria itu.
Pria itu terkejut mendengarnya dan tersenyum lebar saat mendengarnya. Disaat itu Harra segera mengambil foto dengan secepat kilat. Ekspresi itu yang ingin diabadikan oleh Harra, wajah tersenyum dari orang yang dicintainya.
"Akkhh akhirnya dapat" Harra berteriak kegirangan sambil meloncat saat hasil foto itu keluar dari kameranya.
"Sini lihat?" kata pria itu berjalan mendekat.
"Nggak mau" kata Harra segera memasukkan foto itu kedalam tasnya.
"Ini jadi harta karunku" kata Harra sambil mengedipkan sebelah matanya.
Pria itu tersenyum melihat ekspresi Harra. Dia mengusap lembut kepala Harra dan membantu Harra merapikan syalnya.
"Kenapa kamu nggak menjawabnya tapi malah tersenyum?" tanya Harra sambil menatap lekat wajah pria itu.
Wajah pria itu yang sangat dekat didepan wajah Harra tampak terdiam. Bola matanya menatap bola mata milik Harra dengan lekat.
Mata Harra mengamati wajahnya sambil menunggu jawaban atas pertanyaannya.
Tangan pria itu memegang kedua pipi Harra dengan lembut lalu mendaratkan bibirnya dengan lembut ke bibir Harra. Membuat badan Harra gemetar merasakan sensasi kehangatan yang pertama kali dirasakannya. Matanya terbelalak saat pria itu mencium lembut bibirnya.
Pria itu melepas ciumannya lalu tersenyum menatap Harra dan segera membalikkan badannya dan kembali berjalan.
Harra masih terpaku dan kemudian menyadarkan dirinya.
"Aku anggap ini jawabannya" Harra berteriak kepada pria itu.
Pria itu tidak menjawab dan hanya menoleh sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya.
Harra tersenyum dan berlari kecil kearah pria itu dan segera meraih tangan pria itu.
Mereka berjalan dengan bergandengan tangan ditengah salju yang mulai berjatuhan di kedua mantel mereka.
Harra kembali membuka matanya. Air matanya tampak menetes mengingat kejadian itu. Ciuman pertama yang dilakukan oleh cinta pertamanya di sudut kota Tokyo kala itu ditengah salju pertama di Bulan Desember.