"Hanya satu tahun?" tanya Sean.
"Ya. Kurasa itu sudah cukup," jawab Nadia tersenyum tipis.
"Tapi, walaupun ini cuma pernikahan kontrak aku pengen kamu bersikap selayaknya istri buat aku dan aku akan bersikap selayaknya suami buat kamu," kata Sean memberikan kesepakatan membuat Nadia mengerutkan keningnya bingung.
"Maksud kamu?"
"Maksud aku, sebelum kontrak pernikahan ini berakhir kita harus menjalankan peran masing-masing dengan baik karena setidaknya setelah bercerai kita jadi tau gimana rasanya punya istri atau suami sesungguhnya. Mengerti, sayang!"
Loh, kok jadi kayak gini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Araya Noona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Pertama
Keduanya lalu memilih makanan dan minuman masing-masing sebelum kembali terdiam karena tidak tahu harus bicara apa. Tepatnya mereka tidak tahu harus memulainya bagaimana. Topik yang mereka akan bahas ini agak sensitif. Apalagi untuk pertemuan pertama. Apakah itu berarti Nadia harus menemui pria itu beberapa kali?
Tidak. Itu akan sangat melelahkan. Pokoknya Nadia harus mencari cara bagaimana urusannya dengan pria itu selesai malam ini. Karena terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri Nadia baru sadar jika Sean sejak tadi memperhatikannya. Jujur saja dia sedikit risih saat menyadarinya. Membuat Nadia jadi berpikir apakah ada sesuatu di wajahnya? Dengan gestur lembut dia mengusap wajah dan menyelipkan rambut yang tidak terlalu panjang ke belakang telinga.
"Kamu tenang aja. Gak ada yang salah sama wajah kamu kok."
Wow! Nadia cukup terkejut. Pria itu ternyata sangat peka. Atau justru dia bisa membaca pikiran ya? Astaga, Nadia sadarlah. Tidak ada manusia yang punya kekuatan super.
"Kamu cuma ngingetin aku sama seseorang yang dulu pernah sangat dekat denganku," kata Sean. Manik hitamnya menatap lekat Nadia.
"Pacar kamu?" Entah kenapa hanya itu yang terlintas dalam pikiran Nadia. Memangnya apalagi? Iya kan?
Sean tertawa kecil. Demi apapun juga suara tawanya terdengar begitu renyah.
"Bukan. Cuma teman baik," jawab Sean. "Tapi kayaknya dia udah lupa sama aku," lanjutnya sembari memasang wajah sendu. "Padahal aku gak pernah bisa lupain dia. Bahkan setelah sekian lama berlalu, aku masih bisa mengenalinya dengan baik."
Nadia berdehem pelan. Ucapan Sean seakan ditujukan untuknya. Itu hanya firasat Nadia saja. Dia bukannya kepedean.
"Pasti gak enak banget ya?" respon Nadia.
"Banget," jawab Sean menyandarkan tubuhnya ke belakang tanpa mengalihkan sedikitpun tatapannya dari Nadia.
"Oh iya, kamu gak penasaran sama nama lengkapku?" tanya Sean kemudian.
Hal itu cukup membuat Nadia terkejut. Awalnya dia tidak penasaran sama sekali namun karena Sean mengatakannya dia jadi penasaran.
Melihat reaksi Nadia yang seakan mengijinkan Sean untuk melanjutkan ucapannya membuat pria itu membuka mulutnya dan berkata, "Sean Binathara."
Sean Binathara? Kenapa Nadia merasa nama itu tidak asing?
Tunggu!
"Sean Binathara? Kamu Sean Binathara?" tanya Nadia dengan mulut dan mata yang terbuka lebar.
Sean tersenyum manis. "Akhirnya kamu ingat aku juga, Nadia."
***
Nadia selalu percaya jika kita tidak akan pernah tahu bagaimana takdir bekerja. Namun dia tidak pernah menyangka dirinya akan bertemu dengan Sean Binathara.
Ya, dia adalah Sean yang dulu pernah satu sekolah dengannya saat masih SMA. Sebenarnya mereka tidak satu kelas. Nadia kelas 1 dan Sean kelas 2. Namun karena rumah mereka berdekatan membuat keduanya jadi cukup dekat. Ya, cukup dekat untuk berangkat dan pulang bersama. Tak hanya itu, Sean dan Nadia juga kadang jalan-jalan bersama menghabiskan waktu sore dengan bermain game atau makan di pinggir jalan.
Ya. Bisa dikatakan mereka dulu sangat dekat. Hingga suatu hari ketika Sean lulus mereka hilang kontak dan akhirnya bertemu hari ini di saat mereka sudah dewasa.
"Aku sama sekali gak nyangka kalau kamu adalah Sean yang aku kenal," ujar Nadia seakan masih belum percaya. Kalian harus tahu kenapa Nadia tidak bisa mengenali Sean.
Sean yang dulu dia kenal itu sangat pendiam dan hanya akan bicara seadanya. Pemuda itu juga kesulitan bergaul membuatnya hanya menghabiskan waktu dengan Nadia. Ditambah penampilannya, dimana rambutnya yang selalu menutupi dahi hingga memberikan kesan cupu.
Namun Sean yang tengah duduk di hadapannya sekarang sungguh sangat berbeda. Pria itu jadi banyak bicara dan penuh percaya diri. Nadia juga yakin pria itu pasti sudah memiliki banyak teman. Dan penampilannya, tentu saja sangat berbeda. Rambutnya kini disibak ke atas hingga menyisakan beberapa helai sebagai pemanis. Sungguh Sean tampak seperti orang yang berbeda.
"Kenapa? Kamu kecewa?" tanya Sean sedikit menggoda wanita itu.
"Kayaknya pertanyaan itu lebih pas buat kamu deh," kata Nadia.
Sean tertawa kecil ketika mengerti kemana arah pembicaraan wanita itu.
"Kecewa? Ya iyalah. Aku langsung bisa ngenalin kamu tapi kamu harus tau nama lengkapku dulu baru bisa ngenalin aku," ujar Sean dengan nada merajuk yang dibuat-buat.
Nadia tersenyum getir. "Beneran aku minta maaf. Kamu terlalu banyak berubah, Sean." Nadia tidak tahu apakah itu cukup menjadi alasan atau tidak. Tapi, setidaknya dia sudah berusaha untuk jujur.
"Kamu juga," timpal Sean. "Kamu jadi cantik banget sekarang," pujinya.
Nadia cukup terkejut mendapat pujian seperti itu, apalagi itu dari Sean. Baiklah, satu lagi menurut Nadia yang berubah. Pria itu sudah pintar menggombal sekarang.
"Terima kasih," timpal Nadia menganggap itu sebuah pujian biasa.
Mungkin karena tahu jika mereka dulu pernah satu sekolah dan pernah cukup dekat, rasa canggung yang awalnya mendominasi kini mulai mencair. Nadia sudah bisa lebih santai bicara dengan Sean. Apalagi pria itu cukup 'nyambung' saat diajak bicara. Tanpa sadar pun mereka telah selesai dengan makan malam yang cukup menyenangkan untuk keduanya.
Sean melihat ke arah jam yang melingkar sempurna di pergelangan tangannya.
"Kayaknya udah saatnya kita membahas inti dari pertemuan kita ini."
Astaga! Nadia sampai lupa tujuannya menemui Sean saking asyiknya membahas tentang masa lalu. Dia jadi merasa tidak enak. Apakah mungkin Sean mulai merasa tidak nyaman hingga dia mengingatkan tujuan utama mereka bertemu? Jika dilihay dari raut wajahnya, sepertinya iya.
Tiba-tiba rasa canggung kembali menyerang. Nadia seakan kehabisan kata-kata. Dia juga tidak tahu sejauh mana Tama memberitahu Sean tentang dirinya.
"Jadi, kamu mau nikah sama aku?"
Mata Nadia langsung membulat. Dia baru memikirkan apa yang harus dia katakan namun Sean dengan mudahnya berkata seperti itu. Nadia mengulum bibirnya lembut lalu menghela napas pelan.
"Apa kamu udah tau keadaanku? Maksudku pernikahan ini itu bu---"
"Iya aku tau," potong Sean lalu meneguk minumannya. "Lagian aku juga butuh pernikahan ini sebagai formalitas aja sih," lanjutnya.
Sepertinya malam ini Nadia banyak sekali menerima kejutan dari Sean. Sebab apa yang baru saja Sean katakan Nadia sama sekali tidak tahu namun kini dia mengerti mengapa Sean dengan mudah mengiyakan pertemuan mereka. Ternyata bukan hanya Nadia yang punya tujuan di sini tapi Sean juga.
Bukankah itu bagus? Setidaknya mereka saling menguntungkan satu sama lain dengan begitu Nadia tidak akan merasa berhutang budi lagi.
"Oke. Aku mau nikah sama kamu."
Anggaplah lamaran pasangan itu adalah lamaran terburuk di dunia. Memangnya apa yang kalian harapkan dari pernikahan yang dilakukan untuk mencapai tujuan masing-masing?
Tidak akan ada yang namanya romantis dalam cerita ini. Mungkin? Kita lihat saja nanti.
****