NovelToon NovelToon
Cerita Dua Mata

Cerita Dua Mata

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Terlarang / Identitas Tersembunyi / Kaya Raya / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: R M Affandi

Sebelum Mekdi bertemu dengan seorang gadis bercadar yang bernama Aghnia Humaira, ada kasus pembunuhan yang membuat mereka akhirnya saling menemukan hingga saling jatuh cinta, namun ada hati yang harus dipatahkan,dan ada dilema yang harus diputuskan.

Mekdi saat itu bertugas menyelidiki kasus pembunuhan seorang pria kaya bernama Arfan Dinata. Ia menemukan sebuah buku lama di gudang rumah mewah tempat kediaman Bapak Arfan. Buku itu berisi tentang perjalanan kisah cinta pertama Bapak Arfan.

Semakin jauh Mekdi membaca buku yang ia temukan, semakin terasa kecocokan kisah di dalam buku itu dengan kejanggalan yang ia temukan di tempat kejadian perkara.

Mekdi mulai meyakini bahwa pembunuh Bapak Arfan Dinata ada kaitannya dengan masa lalu Pria kaya raya itu sendiri.

Penyelidikan di lakukan berdasarkan buku yang ditemukan hingga akhirnya Mekdi bertemu dengan Aghnia. Dan ternyata Aghnia ialah bagian dari...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R M Affandi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter Ke-21 Buku Itu

“Apa yang kamu lihat Fan?” Andra menghampiriku yang masih diam di samping jasad seorang wanita yang memakai hijab berwarna putih.

“Aku seperti mengenalnya,” jawabku terus menatap wajah jasad yang tak lagi bisa dikenali.

Tanpa ragu-ragu, Andra membuka penutup mayat itu hingga ke kaki. Walaupun Andra hanya berkerja sebagai seorang mekanik, namun dia sangat berani melihat mayat-mayat yang terluka parah dan bersimbah darah.

Saat penutup jasad itu terbuka sepenuhnya, jantungku yang tadinya berdetak kencang, seakan berhenti seketika melihat apa yang ada di depan mata. Tangan jasad yang telah dilipatkan ke dada tak lagi utuh. Tangan sebelah kirinya telah kehilangan jari dan telapak tangan, dan bagian yang hilang itu ada padaku.

Jasad itu milik Rani. Cat ungu di kuku jari sebelah kanannya, sama persis dengan warna kuku jari tangan yang ada bersamaku. Gaun pengantin berwarna putih yang dikenakannya, tak bisa membuatku mengelak lagi bahwa itu memang Rani. Walau pikiran ingin untuk tidak mempercayai itu semua, namun kenyataan benar-benar telah mengantar Rani ke surga yang kemarin ia ceritakan dalam suratnya.

“Kembalikan tangannya Fan,” pinta Andra padaku. Ia juga tahu kalau itu adalah Rani. Gaun pengantin yang penuh dengan bercak darah, turut meyakinkan Andra bahwa itu memanglah Rani.

Tapi aku hanya diam dan terus memegangi bagian tubuh Rani yang ada di balik bajuku. Rasanya, tangan ini sangat sulit untuk digerakan. Kakiku terasa goyah, nyaris tak sanggup menahan berat tubuhku sendiri. Seolah-olah, aku juga turut kehilangan nyawa dan tenggelam dalam keterpurukan yang tak terkatakan.

Melihat aku yang masih diam, Andra akhirnya mengambil tangan yang masih tersembunyi di balik kaos hitam yang aku kenakan di hari itu. “Ikhlaskan dia Fan,” bisik Andra padaku sambil melepaskan tangan itu dari cengkraman jari-jariku yang terasa kaku, kemudian meletakan tangan itu di atas jasad Rani, dan menutupnya kembali.

“Fan!” selintas suara terdengar dari samping kananku. Suara yang dulu pernah aku dengar di sembilan tahun yang lalu, terdengar kembali di hari itu. Suara yang telah ku lupakan, namun masih sangat bisa ku kenali.

Aku menoleh ke samping kanan, melihat pemilik suara itu. Gadis manis yang bernama Vika Aediva telah berdiri di sampingku. Wajahnya tampak kusut, penuh dengan bekas air mata. Rambut lurusnya yang melewati bahu, sangat berantakan. Tak ada lagi jepitan kupu-kupu yang dulu sering ku rapikan hinggap di poninya yang menjuntai hingga ke alis.

Bahunya mulai naik turun, bunyi napasnya tak beraturan, dan isak tangis pun akhirnya pecah. "Kamu ada di kota ini Fan?" Vika memeluk tubuhku dengan erat. Namun pelukan itu, bukanlah pelukan untuk melepas rasa rindu. Ada beban yang ingin ia tumpangkan di tubuhku yang juga terasa lemah saat itu.

“Ibuku telah meninggal Fan,” lirih Vika di sela-sela tangisannya. “Aku tinggal seorang diri di dunia ini,” sambungnya mempererat rangkulannya. Air matanya terasa hangat menimpa bahu sebelah kananku.

Aku tak dapat berkata apa-apa pada Vika di saat itu. Aku tak mampu merangkai kata-kata untuk menenangkannya, sementara jiwaku sendiri belum bisa tenang menghadapi apa yang sedang terjadi. Kenyataan di hari itu sungguh sangat memilukan. Dua gadis yang ku kenal di masa laluku, mendapati takdir yang sangat menyakitkan.

Vika menyudahi pelukannya. Ia memandangi wajahku yang masih terpaku pada jasad yang ada di depanku. “Apa kamu mengenal jenazah ini Fan?” tanyanya kemudian.

Aku mengangguk tanpa berkata.

“Siapa dia?” tanya Vika lagi sambil melihat ke jasad Rani.

Aku hanya diam, tak mengerti bagaimana cara aku menceritakannya pada Vika. Hubunganku dengan Rani terjalin di saat hubunganku dengan Vika masih baik-baik saja. Aku tidak ingin Vika berprasangka buruk terhadap Rani.

“Dimana jenazah Mamamu?” tanyaku pada Vika, menguatkan hati, dan mencoba mengalihkan pembicaraan.

“Ada di ruang jenazah. Aku nggak ngerti bagaimana aku bisa memakamkan Mama Fan. Hanya aku dan Mama yang tinggal di kota ini, sedangkan saudara Mamaku ada singapur. Kakek dan Nenek yang biasa tinggal bersama kami, juga baru pergi seminggu yang lalu ke singapur. Aku ingin mengabari mereka, tapi jaringan telpon masih belum pulih. Aku bingung Fan!

Aku memandangi Andra yang masih berdiri di samping jasad Rani. Dia tersenyum sambil mengangguk kepadaku, mengerti akan maksud tatapanku padanya saat itu.

“Aku dan temanku akan membantumu Vik!” ujarku pada Vika.

Vika menghapus air matanya. Wajahnya mulai tampak sedikit bersemangat. “Terimakasih Fan!” ucapnya padaku. “kamu tahu nggak keluarga wanita ini?” imbuhnya bertanya tentang jenazah Rani.

“Enggak. Aku hanya mengenalnya dan belum pernah bertemu dengan keluarganya. Kenapa?” tanyaku heran karena Vika tampak peduli pada Rani.

“Dia yang menyelamatkanku Fan. Kalo nggak, mungkin kita nggak akan bertemu lagi. Waktu itu aku pergi menjemput Mamaku yang sedang ada pertemuan dengan rekan kerjanya di dalam hotel. Tetapi saat aku baru saja memasuki hotel, tiba-tiba gempa kencang datang dan semua orang berlarian keluar. Akupun ikut keluar bersama orang-orang, namun tiba-tiba sebagian plafon hotel jatuh dan menghimpit kakiku.

“Aku kesulitan untuk melepaskannya. Wanita berpakaian pengantin ini yang saat itu berjalan di sampingku, membantuku mengangkat kayu yang menjepit kakiku. Dia membimbing tanganku dan membawaku berlari bersamanya. Namun di saat hampir sampai di pintu keluar, tiba-tiba dinding hotel roboh, dan menghimpit kakinya hingga ke pinggang. Aku mencoba menarik tangan kirinya yang memegangiku, namun bongkahan beton kembali menimpanya, dan tangannya yang aku pegang terputus tertimpa tepi beton yang runcing.

“Tangannya terlepas dan darahnya memercik sampai ke wajahku. Aku berteriak sambil terus berlari keluar dengan penuh ketakutan. Hingga akhirnya aku hanya bisa telungkup di depan hotel menyaksikan bagaimana bangunan hotel itu rata dengan tanah, dan Mamaku ikut menjadi korbannya.” Mata Vika kembali basah mengingat kejadian mengerikan yang terjadi di depan matanya.

“Aku nggak tahu siapa keluarganya. Tapi dia telah berjasa padaku. Kalau nggak ada yang membawa jenazahnya, aku akan memakamkannya di samping Mamaku. Bantu aku membawanya untuk di bersihkan,” sambung Vika memintaku mendorong stretcher tempat Rani terbujur.

Aku dan Andra mendorong ranjang jenazah Rani. Kain putih yang menutupi tubuhnya yang terbaring kaku di atas ranjang beroda, hanya menyisakan kehampaan di hatiku kala itu. Suara roda yang berderit pelan menyertai langkah kami yang mengantarnya menuju ruang jenazah, meninggalkan jejak-jejak kepedihan di atas lantai putih Rumah sakit.

Tuhan kembali memisahkan kami, namun dengan cara yang lebih pedih dari sebelumnya. Aku tak akan lagi bisa bertemu dengan Rani untuk selamanya. Perpisahan di hari itu bukanlah perpisahan yang hanya menguji hubungan perasaan ini, tetapi perpisahan yang telah mengakhiri ceritaku dengan seorang gadis bernama Rani di dunia ini.

Bersambung.

1
Riani
lebih ke perasaan
wekki
semangat thor
Marissa
Rata-rata baca buku harian, tapi penasaran juga
Robi Muhammad Affandi: Terimakasihh dukungannyaa😁
total 1 replies
Marissa
ini cerita misteri apa cinta? /Grin/
Hietriech Ladislav
dah mampir nih 🫡 next mampir baca novel saya & beri komen
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!