Hai ketemu dengan karya mommy terbaru lagi.
happy reading.
Yolanda Fox, wanita bersuami Mikel Smit sudah lima tahun bahtera rumah tangganya harus tergoncang dengan kehadiran orang ketiga yang di nikahi oleh suaminya tanpa sepengetahuannya.
"Kenalkan dia adalah Nikita istriku yang kedua," dengan santai Mikel berucap.
"KAU! TEGA!" marah, kesal, kecewa, hancur hatinya menjadi satu saat di paksa hadir ke rumah orang tua suaminya. di kira mau di cemooh atau di omong mandul seperti biasanya.
"Tunggu, Ola! Jangan buat seolah aku salah besar! Ini suamuanya karena kamu! Kamu tidak bisa hamil!" bentaknya.
Yolanda dengan menyeka air matanya dan menghempaskan tangan suaminya yang menenahannya lalu keluar dari rumah itu tanpa pamit lagi.
"Kamu tega!!!!!!!!" teriaknya di dalam mobil yang masih di halaman itu.
"Aku tidak terima!!!! aku harus membalas ini!!!!" amarah yang membuncah dalam dirinya.
Bagaimana kisah kelanjutan Yolanda? Apakah mampu memisahkan madunya? atau dia memilih pergi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7: Axel yang Lebih Dulu Mengetahui
Segera Axel menggendong Ola dan membawanya ke dalam ruangannya. Pagi ini Ola memang datang lebih awal, banyak yang haris di kerjakannya. Sementara Axel juga kebetulan akan ada rapat di pagi hari. Membuat keduanya pagi ini sudah di perusahaan. Sementara yang lainnya belum jam masuk kerja.
Ola di baringkan di sofa ruangannya. Dengan mengambil.kotak p3k di ruangannya, bergegas Axel kembali di sebelah Ola.
"Maafkan aku Ola, bukan bermaksud tidak sopan. Tapi tidak orang selain aku di pagi ini," ucap Axel yang memberikan minyak angin pada hidung, leher dan perut Ola.
Sejujurnya, Axel menahan diri dan berkali kali kesulitan dalam menelan air liurnya. Sebab kemolekan dan paras Ola saat ini sudah membangunkan jiwa kelakiannya.
Jangan sekarang, tong! Masih panjang perjalanan kita! Batin Axel.
Setelah selesai mengoleskan dan sekali lagi mendekatkan minyak angin pada hidung Ola, yang akhirnya kesadarannya kembali.
"Hem, dimana aku?" tanya Ola.
"Di ruanganku, kamu pingsan tadi," jelas Axel.
"Maafkan aku Axel!" sesal Ola.
"Sudah tidak apa, apa perlu kerumah sakit untuk memeriksakan kondisimu lebih lanjut?" ajak Axel.
"Tidak, aku hanya pusing biasa saja, setelah minum obat akan hilang sendiri. Aku masih banyak pekerjaan juga bukan, tidak mau mengganggu," tolak Ola yang berfikir pusing biasa saja. Ada sedikit mual juga mungkin karena belum sarapan.
"Makanlah dulu, baru minum obat. Tadi aku minta OG membelinya," perintah Axel.
"Terima kasih, Axel. Maaf sudah merepotkanmu," ucap Ola.
"Aku sudah bilang jangan katakan begitu padaku, jika kamu membutuhkanku jangan pernah sungkan dan telp padaku, aku pasti akan datang." tersenyum Axel.
"Makanlah dulu," pinta Axel kembali.
"Bagaimana jika kita makan bersama, ini ada dua Axel." ucap Ola.
"Baiklah," mengalah Axel yang memang sama sama belum sarapan.
Setelah habis sarapannya itu, Ola keluar dari ruangannya dan kembali masuk ke dalam ruangan Axel.
"Axel ini berkas untuk rapat pagi ini," ucap Ola memberikan beberapa dokumen yang sudah selesai di kerjakannya.
"Kamu sudah minum obatnya?" tanya Axel yang tidak mementingkan berkasnya.
"Sudah," jawab Ola.
"Tapi aku melihatnya masih pucat dan apa sebaiknya kita kerumah sakit saja untuk memastikannya?" ajak Axel yang memang merasa Ola tidak dalam keadaan yang sehat.
"Aku masih kuat, Axel. Nanti saja jika memang sampai sore tidak ada perubahan." tolak Ola lagi lagi.
"Kalau begitu kamu istirahat saja pulang kerumah. Biar disini Roy yang melakukannya," ucap Axel.
"Tapi Axel," tidak enak Ola.
"Jangan membantah kali ini. Kamu bawa mobil ga?" tanya Axel.
"Tidak," jawab Ola.
"Kebetulan meeting kali ini searah kesana. Kamu ikut saja denganku. Jangan menolak, ini demi kesehatanmu!" perintah Axel dan akhirnya Ola menurut.
"Axel, sudah siap!" masuk Roy ke dalam dan melihat Ola bersama dengannya.
"Kamu sakit Ola? Mukamu pucat sekali," ucap Roy.
"Hem," menganggukkan kepalanya Ola yang sudah tidak bisa menghindar lagi dari pada Axel aja panjang lebar berceramah disini. Tatapan mematikan Axel sudah menatap Ola memastikan jawab darinya.
"Ayo kita jalan sekarang, mampir ke rumah Ola. Kamu ambil pekerjaannya dulu. Sampai dia bisa pulih kembali," perintah Axel.
"Oke!" jawab Roy.
Akhirnya pagi ini Ola harus kembali kerumahnya yang di antar langsung oleh bos besarnya.
"Ingat istirahat dan kabari aku jika ada hal yang kamu butuhkan!" pesan Axel sebelum pergi meninggalkannya.
Dan hanya di angguki oleh Ola lalu masuk ke dalam rumahnya lebih dulu tanpa menunggu Axel pergi.
Kali ini Ola merasakan perutnya yang semakin mual, sesampainya di rumah bukan bertambah baik malah pusing sekali kepala yanh di rasakannya itu.
"Aku kenapa ini, kok pusing ga ilang ilang. Biasanya minum obat warung saja bisa sembuh. Di tambah kok rasanya bagian perutku keram terus sejak pagi," keluh Ola.
Di tidurkan tubuhnya saat ini semoga saja bisa terpejam beberapa jam. Dan berharap bangun nanti bisa sehat kembali. Dan benar saja Ola bisa terlelap saat ini, hingga bangun di siang hari karena dering telpnya tepat di sampingnya.
"Halo," sapanya.
"Aku ada di depan rumahmu, Ola. Buka," pinta Axel di telp.
"Ya," jawabnya.
"Kok masih pusing. Badanku juga lemes banget." keluh Ola yang berjalan turun ke bawah untuk membuka pintu rumahnya.
Krek!!!
"Masuk, Axel." pinta Ola setelah membuka pintunya. Roy juga ikut masuk.
"Makanlah dulu, aku tahu kamu pasti belum makan siang ini," memberikan kantong plastik padanya.
"Tidak usah mengambil ke dapur yang ada saja. Kamu masih belum ada perubahan sepertinya," tebak Axel.
"Kalian juga makanlah, aku tidak enak hati jika hanya di lihat oleh kalian makan," pinta Ola.
"Kami sudah makan tadi!" jawab Axel.
"Benar Ola, kamu tahu Axel itu khawatir padamu!" ucap Roy tapi mendapatkan tatapan tajam dari Axel.
Bodo ah, aku cape dan lelah harus melihat cintamu tidak bersambut terua bosku. Biarkan aku jadi perantara cintanya. Aku tahu Ola sedang di posisi yang sulit. Batin Roy.
Bukannya takut mendapatkan tatapan tajam dari Axel, Roy semakin suka melakukannya.
"Kamu khawatir padaku Axel?" tanya Ola yang sedang mengunyah makanannya.
"Jelas Ola, kamu itu salah satu orang yang penting bagi Axel," jawab Roy lebih dulu.
"Posisi di kantor," Axel melanjutkan.
Awas saja kamu Roy, jika Ola menjauh dariku gara gara kamu. Sudah bisa aku pastikan akan mengirimmu ke afrika. Kesal batin Axel.
Ola telah menghabiskan makanan itu tapi rasanya mual di perutnya itu semakin naik dan sudah hampir tidak tahan.
"Tunggu sebentar!" pinta Ola.
Huek!
Huek!
Suara muntahan Ola terdengar sampai ke luar.
"Aku rasa Axel, kita harus membawanya ke rumah sakit sekarang!" ide Roy.
"Kamu kenapa selalu saja mendahuluiku, itukan ucapanku!" kesal Axel.
"Aku berniat baik loh Bos. Kalau jodoh ga anak kemana!" ucap Roy.
"Omonganmu kayak orang bener saja!" ledek Axel.
Axel langsung mendekat ke arah Ola dan membantu memapahnya duduk di sofa kembali.
"Kamu sebaiknya ke rumah sakit sekarang! Tidak ada bantahan!" perintah Axel.
Hanya di angguki oleh Ola yang memang sepertinya sudah di luar batasnya.
"Roy kamu kunci pintu rumahnya!" perintah Axel setelah membantu memapahnya ke dalam mobil.
Roy kembali membuka pintu kemudinya untuk turun dan mengunci rumah Ola.
"Padahal biarkan saja, Axel. Toh ga akan ada yang masuk," tidak enak hati Ola pada Roy.
Ola dan Axel telah sampai di rumah sakit, memutuskan untuk pergi ke dokter. Awalnya ke dokter umum, nyatanya harus berganti ke ruang kandungan. Ketika hasil tes keluar, Ola merasa dunianya kembali terguncang. Dokter mengonfirmasi bahwa dia memang hamil. Perasaan campur aduk menyelimuti dirinya kaget, takut, namun ada juga sedikit kebahagiaan yang tak bisa dia abaikan.
Ola duduk terdiam di dalam mobil Axel setelah kunjungan ke dokter. Axel menoleh ke arahnya, mencoba membaca ekspresi yang bercampur aduk di wajah Yolanda.
“Aku… aku tidak tahu harus merasa apa, Axel,” bisik Ola akhirnya. “Aku hamil… dan Mikel tidak tahu. Dia bahkan mungkin tidak peduli.” imbuhnya.
Axel menatapnya dengan penuh kasih. “Ola, ini bukan tentang Mikel lagi. Ini tentang kamu dan anakmu. Apa pun yang terjadi dengan Mikel, kamu tidak perlu khawatir tentang dia sekarang. Yang penting adalah kamu, kesehatanmu, dan masa depanmu.”
Ola merasa emosinya kembali mengalir deras. “Aku takut, Axel. Aku tidak tahu apakah aku bisa melakukannya. Semua ini terlalu berat.” air matanya kini sudah tidak bisa di kompromi lagi keluar begitu saja.
Axel menggenggam tangan Ola dengan lembut, menyalurkan ketenangan dan dukungan yang tulus. “Kamu lebih kuat daripada yang kamu kira, Ola. Kamu sudah melalui begitu banyak, dan kamu masih berdiri. Aku akan membantumu melewati ini, apa pun yang terjadi.”
Mata Ola semakin dipenuhi air mata, tetapi kali ini, ada rasa terima kasih yang mendalam di dalam dirinya. Axel telah menjadi pendukung yang tidak dia sangka sangka. Dalam hatinya, Ola merasa mungkin, meski segala sesuatunya terasa begitu berat, dia bisa menghadapi apa yang akan datang dengan bantuan Axel di sisinya.
...****************...
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian ya.
Keren banget 🔥😍