Novel ini mengisahkan seorang pemuda lugu yang kekuatannya tertutup racun sejak kecil, dia bertemu dengan seorang kakek yang menolongnya dan memberinya kekuatan yang bisa mengalahkan para dewa.
Dia punya tubuh antik yang jarang dimiliki oleh banyak orang, tapi titik kekuatan yang dia punya hanya terbuka satu saja, padahal ada tiga titik kekuatan yang harus dibuka untuk setiap orang yang belajar beladiri.
Pemuda ini tidak tahu siapa kedua orang tuanya, dia berpetualang mengelilingi kerajaan-kerajaan hingga akhirnya dapat menemukan orang tuanya yang saat ini kekuatannya sudah hilang sama sekali karena titik kekuatannya sudah dihancurkan semua oleh seorang yang mempunyai kekuatan super power juga.
Orang yang mempunyai kekuatan super power itu ternyata adalah saudaranya sendiri yang menapaki jalan hitam dalam kehidupannya.
Dengan segenap keinginan dan semangat yang membara, tokoh utama dari novel ini mempelajari ilmu spiritual dan berusaha untuk membuka semua titik kekuatannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aang Albasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rama, Purwati dan Ki Buana Abadi berpamitan dari Dadung Mbulet
“Sudah enam bulan kita di kerajaan ini ternyata ya ki?”. Tanya Rama kepada ki Buana Abadi
“Nggih tuan muda”.
“Sepertinya sudah saatnya melanjutkan perjalanan lagi, mari kita ke istana kerajaan untuk berpamitan”. Lanjut Rama
“Baik tuan muda”.
Berjalanlah Rama dan kawan-kawannya menuju istana kerajaan Dadung Mbulet
“Mohon maaf raja, kami bertiga besok akan melanjutkan perjalanan kembali, jadi hari ini kami berpamitan kepadamu raja”. Kata Rama memohon pamit
“Bagaimana dengan Sukmawati? Apakah dia sudah tahu tentang hal ini?”. Tanya Raja
“Belum raja, dan seperti dia juga tidak perlu tahu”. Jawab Rama
“Kamu belum tahu wataknya, kalau kamu tidak bilang padanya kalau kamu akan pergi dari kerajaan ini, dia bakalan keluar dari kerajaan untuk mencarimu nanti”. Kata raja
“hm…. Haruskah saya juga berpamitan dengan putri Sukmawati juga?”. Tanya Rama kembali
“Alangkah baiknya begitu”.
“Baiklah raja, kami pamit dahulu”. Rama dan kawan-kawannya mulai pergi menuju padepokan Kelana Raksa.
Sesampainya di padepokan.
“Tuan Balaraja, besok kami akan melanjutkan perjalanan lagi, jadi saya akan mengajukan permintaan ketigaku besok”. Kata Rama kepada tuan Balaraja
“Baik tuan muda”.
“Ngomong-ngomong dimana Sukmawati?”.
“Dia sedang berlatih di arena pelatihan, tuan muda”.
“Baiklah, aku akan kesana sekarang”.
Sukmawati yang melihat kedatangan Rama langsung berhenti dari latihannya dan berlari menuju Rama dan kawan-kawannya.
“Tetua, kenapa tiba-tiba datang menemuiku?, kangen ya??”. Tanya Sukmawati sambil sedikit menggoda
“Hm,,,, besok kami akan pergi dari kerajaan ini untuk melanjutkan perjalananku, jadi aku ingin berpamitan padamu”. Kata Rama
“Ikuuuuuuut, pokoknya ikuuut titik!”. Jawab Sukmawati yang ternyata malah memaksa untuk mengikuti kemanapun Rama Pergi.
“Hm,,,, nanti kamu malah merepotkan kami saja”. Jawab Rama
“Tenang saja, aku sekarang sudah diRanah dewa tahap satu”. Jawab Sukmawati
“Mungkin aku bisa membantumu dan gadis kecil ini, agar tidak selalu dia yang kau repotkan”. Lanjut Sukmawati kembali
“Iya kakak, mbak Sukma memang kekuatannya luar biasa juga, bolehkan dia ikut kak”. Kata Purwati yang mendukung keinginan Sukmawati
“Waduh, Baiklah, kamu minta izin dulu kepada ayahmu, kalau diperbolehkan nanti kamu bisa ikut dengan kami”. Jawab Rama yang akhirnya mengalah
“Baiklaaah, kamu memang tidak akan bisa jauh dariku Ramaku yang paling gagah beraniiii”. Kata Sukmawati yang tiba-tiba mencium pipi Rama dan membuat wajah Rama jadi merah seperti terbakar karena malu dan langsung melesat menuju kerajaan.
Keesokan harinya dipadepokan Kelana Raksa
“Tuan Balaraja, sepertinya sudah saatnya kami berpamitan, permintaan ketigaku adalah, tolong berikan sedikit hadiah kecil ini kepada sang raja, dan sampaikan permintaan maafku kepadanya jika selama aku disini sudah banyak membuat kegaduhan”. Kata Rama
“Ba, baik tuan muda, akan saya sampaikan”. Jawab Balaraja
“Baiklah, kami pamitan dahulu”. Jawab Rama sambil celingak-celinguk mencari Sukmawati namun tidak terlihat
“Ah, sepertinya Sukmawati tidak diizinkan untuk pergi bersamaku oleh ayahnya, baiklah aku harus pergi sekarang”. Gumam Rama sambil keluar dari padepokan
“Kali ini kita kemana lagi tuan muda?”. Tanya ki Buana Abadi sambil berjalan keluar dari padepokan Kelana Raksa.
“Kita akan pergi ke kekerajaan Wesi Lunak”. Jawab Rama
“Baik Tuan Muda”.
“Kita akan mencari pengalaman baru disana, dikerajaan itu sangat terkenal banyak sekali empu yang kekuatannya sudah di tingkat dewa dan banyak sekali bahan-bahan untuk membuat senjata yang bagus disana, Tanaman-tanaman langka yang aku beli masih ada semua kan ki”. Kata Rama
“Masih tuan muda, ini akan saya gunakan nanti jika memang sangat dibutuhkan, oh iya tuan muda, aku ingin memberi tahu satu hal padamu, Sekarang aku sudah naik ek Ranah Langkah Awal dewa”. Kata ki Buana Abadi
“Oooo, baguslah”. Jawab Rama dengan datar dan muka biasa-biasa saja.
“Seperti biasa, tidak ada ekspresi bahagia sama sekali dari tuan muda, ada sesuatu yang salahkah dariku ini?”. Gumam ki Buana Abadi sambil bertanya-tanya didalam hatinya
Sesampainya di luar pintu gerbang, ketika Rama dan kedua rekannya akan menaiki Elang yang sudah bersiap menepakkan sayapnya
“Ramaaa, Tungguuuu”. Teriak Sukmawati sambil berlari yang terlihat dibelakangnya juga ada sang Raja dan beberapa pasukan yang mengikutinya dibelakang
“Waduh, ada apalagi ini?”. Gumam Rama
“Aku ikut bersamamu, ayahku sudah mengizinkanku untuk selalu mengikutimu kemanapun kau pergi”. Kata Sukmawati dengan sangat bahagia sekali, berbeda dengan Rama yang terlihat agak bingung.
“Waduh, ah sudahlah, mudah-mudahan tidak merepotkan nantinya”. Gumam Rama dalam hatinya
“Begitukah?, baiklah ikutlah denganku, tapi jangan terlalu dekat denganku, nanti membuat mereka berdua cemburu okeeeeee!?”. Kata rama dengan nada sedikit ketus
“Baiklah tetuaku yang gwanteeeeng”. Jawab Sukmawati
“Ki Buana, apakah elang ini bisa dinaiki empat orang?”. Tanya rama yang sedikit ragu
“Lima orangpun mampu tuan muda”. Jawab ki Buana Abadi
“Baiklah, ayok naik”.
Kemudian mulai berlalulah mereka bertiga, terlihat Sukmawati melambaikan tangannya kepada sang Raja yang berada dibawahnya
“Mohon maaf raja, ada sebuah titipan dari tuan muda Rama untuk anda”. Kata Balaraja sambil memberikan sebuah kantung yang isinya adalah tenaman-tanaman langka dan satu buah dewa yang bisa meningkatkan kekuatan spiritual raja dan meningkatkan stamina sang raja.
“Apa ini?”. Tanya Raja
“Saya tidak tahu isinya, raja”. Jawab Balaraja
“Baiklah, terima kasih banyak”.
Sesampaiknya di istana kerajaan terlihat sang raja membuka kantung itu dan terlihat sangat tergaket sekali ketika melihat ada buah dewa yang terlihat memancarkan cahaya sumber kekuatan yang sangat luar biasa dari dalam kantung itu.
“Be, benarkah ini buah dewa yang legendaris itu?, ternyata tidak salah Sukmawati memilih pria ini menjadi calon suaminya, ternyata dia adalah orang yang sangat luar biasa, aku harus membantunya untuk menjadikan anak muda itu menjadi suami Sukmawati, tapi bagaimana dengan hubungan kerajaan ini dengan kerajaan Singo Ngaung nanti yang sudah berjanji akan menikahkan puterinya juga!?, hmmmmmmmmmm”. Gumam sang raja terlihat mulai memikirkan sesuatu.
Sementara diatas Elang terlihat Sukmawati yang selalu nempel dengan Rama, membuat ki Buana merasa sedikit malu melihatnya.
“Sukma, jaga sikapmuuuuu”. Kata Rama dengan nada sedikit membentak
“Aaaaah, kamu kan calon suamiku, jadi apa salahnya aku manja kepadamukan?”. Kata Sukmawati
“Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk sampai kekerajaan Wesi Lunak ki”. Tanya rama untuk mengalihkan perhatian
“Nanti malam juga sudah bisa sampai disana tuan muda”. Jawab ki Buana Abadi
“Baiklah, carilah penginaapan dahulu nanti, dan makan-makan disana”. Kata Rama
“Baik tuan muda”.
Malampun datang, dan sampailah keempat orang itu dikerajaan Wesi Lunak yang terlihat masih ramai, banyak orang yang sedang berjalan disana.
“Sedang ada acarakah disini?”. Tanya Rama kepada ki Buana Abadi
“Tetua belum tahukah, dikerajaan ini, setiap bulan ke tujuh pasti akan diadakan pesta rakyat yang memamerkan hasil pembuatan pedan, dan kompetisi beladiri khusus untuk para pendekar pedang”. Jawab Sukmawati
“Benarkah, terlihat cukup menarik”. Jawab Rama sambil berjalan menuju sebuah kerumunan yang disana ternyata ada seorang tua berjenggot putih yang sedang memamerkan sebuah pedang legendaris sambil mempraktekan jurus-jurus beladirinya.
“Kakak, keren sekali dan sangat indah gerakan-gerakan kakek itu kak”. Kata Purwati
“Iya, gerakannya begitu lentur dengan kekuatan disekujur tubuhnya yang sudah terkumpul, jika saja dia sedang bertarung dengan seorang lawan, pastinya lawannya akan sedikit kewalahan”. Jawab Rama.
“Kak, bolehkan aku belajar gerakan-gerakan itu dengannya?”. Silahkan adikku
“Kakek, bolehkan aku ikut mempelajari ilmu beladiri yang kakek pergakan barusaja?”. Tanay Purwati kepada kakek tua yang bernama Ki Tunggak Julang itu.
“Maaf adik kecil, aku tidak pernah mengajarkan seni beladiriku kepada seorang perempuan, apalagi anak-anak, karena ilmu pedang yang baru saja aku peragakan barusaja tadi adalah sebuah teknik yang menguras banyak sekali tenaga spiritual dan kekuatan fisik, jadi kalau kamu mau mempelajari gerakan-gerakannya saja, kamu bisa melihatku saja disana”. Jawab Ki Tunggak Julang
“Begitu ya kek, bagaimana kalau ternyata aku mampu mempelajarinya dalam satu jam dengan kekuatanku?”. Jawab Purwati
“HAHAHAHAHA, Gadis kecil, ilmu pedang bukanlah sebuah permainan lompat tangga, jika kamu belum mempunyai tenaga spiritual dan kekuatan fisik yang cukup kamu akan terluka dan mungkin titik kekuatanmu akan hancur nantinya, dan kakek lihat, kamu masih ditingkat kekuatan kedua, sepertinya belum cukup untuk mempelajarinya, gadis kecil”. Jawab ki Tunggak Julang kembali.
“Bocah kecil ini benar-benar punya niat yang luar biasa ya?”. Kata salah satu penonton mengomentari apa yang sedang mereka lihat didepannya.
“Iya, sayangnya masih ditingkat kekuatan kedua, mungkin kalau dia sudah dewasa dan tingkatannya lebih tinggia akan langsung diterima oleh Ki Tunggak, dengar-dengar ki Tunggak hanya menerima murid yang mempunyai niat belajar yang benar-benar sungguh-sungguh saja”. Jawab orang disampingnya
“Kakek tua, bagaimana kalau kamu bertarung dahulu dengan gadis kecil itu, lalu baru kau tentukan apakah dia pantas mendapatkan ilmu beladiri pedang itu atau tidak?”. Sukmawati tiba-tiba menantang Ki Tunggak
“Sukmaaaa, bagaimana mungkin adikku kau buat menjadi bahan tontonanmu!?”. Kata rama sambil menjitak kepala Sukma
“HAHAHAHA, apakah kau bercanda, hai perempuan cantik?, bahkan dirimu saja bukanlah lawanku!”. Kata ki Tunggak sambil meremehkan
“Baiklah kakek, bagaimana kalau aku melawanmu dan jika kau kalah, kau harus mengajarkan seni beladiri tadi kepadaku ya”. Kata Purwati.
“Wah, gadis kecil ini sungguh nekad, dia berani menantang seorang sesepuh yang sudah diranah puncak dewa”. Kata seorang penonton
“Bagaimana kek, dan kakek tidak harus menahan diri, silahkan kerahkan seluruh kekuatan kakek nanti ya”. Lanjut Purwati sedikit memprofokasi
“Aku tidak pernah menyakiti anak kecil, apalagi seorang gadis kecil yang cantik sepertimu, baiklah akan aku ajarkan kamu dalam waktu sepuluh menit saja, kalau kamu bisa menguasai ilmu pedang tadi dalam waktu satu jam, makan pedang legendaris ini akan menjadi milikmu gadis kecil”. Jawab ki Tunggak
“Okeeeeeeee, Terima kasih banyak kakek”. Jawab Purwati.
Diajarkanlah gerakan-gerakan pedang oleh ki Tunggak, mulai dari gerakan yang mudah hingga ke gerakan yang sangat rumit sekali.
Satu jam pun sudah berlalu, ki Tunggak lalu menghampiri Purwati yang terlihat sedang memperagakan jurus pedang dengan aura pedang yang sangat mendominasi dan membuat bola mata ki Tunggak keluar semua.
“Apaaaa? Apakah aku tidak salah melihat?, benarkah gadis kecil ini sudah bisa menguasai ilmu pedang Naga menari yang benar-benar sangat sulit dipelajari, bahkan aku sendiri butuh waktu lima belas tahun untuk mempelajarinya dan menyempurnakannya, gadis ini hanya dalam waktu kurang dari satu jam sudah bisa menguasai seluruh gerakan pedang dengan kekuatan yang sangat luar biasa!”. Gumam ki Tunggak dengan muka yang sangat tidak jelas karena kagetnya
“Gadis kecil, bagaimana kau bisa menguasai ilmu pedang Naga Menari dengan sangat cepat ini? Bahkan kekuatan yang aku rasakan juga sangat luar biasa dari semua gerakan yang kau peragakan barusaja?”. Tanya ki Tunggak sambil berjalan menggunakan tongkat ditangannya.
atas bawah... yg baca jdi rada bingung.