NovelToon NovelToon
Di Balik Penolakan

Di Balik Penolakan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / Berbaikan
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Reito(HxA)

Dion, seorang siswa kelas 10 yang ceria dan penuh semangat, telah lama jatuh cinta pada Clara, gadis pendiam yang selalu menolak setiap usaha pendekatannya. Setiap hari, Dion mencoba meraih hati Clara dengan candaan konyol dan perhatian yang tulus. Namun, setiap kali dia mendekat, Clara selalu menjauh, membuat Dion merasa seperti berjalan di tempat.

Setelah sekian lama berusaha tanpa hasil, Dion akhirnya memutuskan untuk berhenti. Ia tak ingin lagi menjadi beban dalam hidup Clara. Tanpa diduga, saat Dion menjauh, Clara mulai merasakan kehilangan yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya. Kehadiran Dion yang dulu dianggapnya mengganggu, kini malah menjadi sesuatu yang dirindukan.

Di tengah kebingungan Clara dalam memahami perasaannya, Dion memilih menjaga jarak, meski hatinya masih menyimpan perasaan yang dalam untuk Clara. Akankah Clara mampu membuka diri dan mengakui bahwa ada sesuatu yang tumbuh di hatinya untuk Dion?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reito(HxA), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

08. Awal dari Sesuatu yang Berbeda

Minggu sore itu, suasana di lapangan basket terasa lebih tenang dibandingkan biasanya. Angin sore yang sejuk menggoyangkan ranting-ranting pohon di sekitar lapangan, sementara matahari perlahan meredup di ufuk barat. Clara duduk di tepi lapangan, memperhatikan bola basket yang dipantul-pantulkan Dion dengan santai. Hanya ada mereka berdua di lapangan, setelah janji mereka untuk bertemu dan latihan bersama.

“Bola,” Clara memanggil Dion, mencoba mencuri perhatian.

Dion menatapnya sebentar sebelum melemparkan bola dengan sedikit kekuatan ke arahnya. Clara menangkap bola dengan canggung, hampir menjatuhkannya. “Kamu perlu latihan menangkap bola dulu,” Dion berkomentar dingin, meski ada secercah senyum di sudut bibirnya.

“Jangan meremehkanku,” Clara menjawab, berusaha terlihat percaya diri, tetapi dalam hatinya dia tahu Dion benar. Dia masih jauh dari mahir dalam bermain basket. Namun, bukan hanya soal latihan yang membuat jantungnya berdebar, melainkan kenyataan bahwa Dion setuju untuk bertemu dan berlatih bersamanya—sesuatu yang jarang terjadi, mengingat betapa tertutupnya Dion biasanya.

Clara mulai memantulkan bola, mencoba meniru gerakan Dion yang terampil. Setelah beberapa pantulan yang sukses, dia mencoba menembak bola ke arah ring, tetapi seperti yang diduga, bola itu melenceng jauh dari target.

“Lemparanmu terlalu kuat,” Dion berkata sambil menghampiri bola yang bergulir jauh. “Kamu perlu menyesuaikan kekuatan dan sudut.”

Clara menghela napas. “Mudah diucapkan, sulit dilakukan.”

Dion mendekat, menempatkan dirinya di sebelah Clara. “Ayo, coba lagi. Kali ini aku akan membantumu.”

Clara merasa detak jantungnya semakin kencang. Dion berdiri di belakangnya, tangannya menyentuh tangan Clara yang memegang bola. Sentuhan itu terasa singkat, namun cukup untuk membuat Clara kehilangan fokus sejenak. Dion menyesuaikan posisi tangannya pada bola dan memandu gerakannya. “Oke, sekarang lempar dengan kekuatan yang lebih lembut,” katanya dengan suara rendah.

Clara mengikuti instruksinya, dan kali ini bola itu melayang ke udara dengan lebih mulus, walau masih belum masuk ke dalam ring. Namun, Clara merasa lebih puas karena dia bisa merasakan peningkatan kecil.

“Kamu hampir berhasil,” Dion berkomentar dengan suara yang lebih lembut daripada biasanya.

Clara tersenyum senang, tetapi sebelum sempat berkata apa-apa, suara langkah kaki terdengar di belakang mereka. “Eh, aku kira kalian serius latihan, tapi malah main-main?” suara itu milik Reza yang tiba-tiba muncul bersama Fariz dan Aldi. Mereka bertiga datang dengan wajah penuh senyum, membawa botol minum dan tampak siap untuk bergabung.

“Kami memang serius,” Clara menjawab cepat, meskipun dia tahu mereka pasti akan menggoda.

“Serius latihan atau serius berduaan?” Aldi menambahkan sambil menyenggol Fariz, menyebabkan mereka berdua tertawa keras. Reza hanya menggelengkan kepala, meski wajahnya juga tersenyum lebar.

Clara memutar bola matanya, mencoba menahan tawa. Sementara itu, Dion hanya mengangkat alis dan berjalan menjauh, kembali mengambil bola lain. “Ayo kita mulai latihannya,” katanya singkat, menghindari candaan mereka.

Namun, meskipun Dion bersikap tenang, Clara bisa melihat dari raut wajahnya bahwa dia sedikit tidak nyaman dengan candaan teman-temannya. Ada sesuatu dalam tatapan Dion yang membuat Clara ingin tahu lebih dalam tentang apa yang sebenarnya dia pikirkan, tetapi dia belum berani untuk menanyakannya.

---

Latihan berlangsung selama hampir dua jam. Reza, Fariz, dan Aldi terus bercanda di antara latihan-latihan mereka, membuat suasana terasa lebih ringan. Clara terus berusaha untuk menguasai dasar-dasar permainan, sementara Dion tetap menjadi sosok yang pendiam namun efektif dalam memberikan instruksi. Meskipun begitu, Clara menyadari bahwa Dion mulai lebih terbuka dalam memberikan saran dan sedikit lebih bersabar, sesuatu yang jarang dia lakukan dengan orang lain.

Setelah latihan selesai, mereka semua duduk di tepi lapangan, beristirahat sambil minum dan menikmati angin sore. Lila, yang datang terlambat karena urusan keluarga, akhirnya menyusul mereka dengan napas terengah-engah. “Maaf, aku telat! Tapi kalian tidak mulai tanpa pelatih kan?” candanya sambil duduk di sebelah Reza.

Reza menggeleng sambil tertawa. “Kami sudah hampir selesai. Tapi kamu tidak akan percaya, Clara jadi pemain pro sekarang,” katanya dengan senyum lebar.

Clara hanya tertawa kecil. “Belum pro, tapi mungkin aku bisa mengalahkanmu dalam beberapa bulan,” jawabnya dengan nada bercanda, meskipun dalam hati dia merasa ada keinginan untuk benar-benar menjadi lebih baik.

Percakapan mereka mengalir dengan santai, membahas topik-topik ringan mulai dari sekolah hingga rencana untuk berkumpul lagi minggu depan. Namun, saat Clara memperhatikan Dion yang hanya duduk diam dan mendengarkan, dia merasa ada sesuatu yang berbeda. Tatapan Dion kadang-kadang terarah padanya, tetapi dia segera memalingkan wajah begitu Clara menyadarinya.

“Dion,” panggil Clara pelan ketika percakapan di antara teman-temannya semakin ramai. Dion menoleh sedikit, menatapnya dengan ekspresi datar yang sulit dibaca. “Apa ada yang salah?” Clara bertanya, memberanikan diri untuk mengorek lebih jauh.

Dion terdiam sejenak, tampak berpikir sebelum menjawab. “Tidak ada. Hanya...,” suaranya terputus, seakan ragu untuk melanjutkan. “Hanya banyak hal yang kupikirkan.”

Clara menatapnya lebih lama, mencoba memahami. Dia tahu Dion tidak suka membicarakan perasaannya secara terbuka, tetapi dia tidak bisa menahan rasa ingin tahunya. “Kamu tahu, kalau kamu butuh seseorang untuk mendengarkan, aku ada di sini,” katanya dengan suara lembut, mencoba menunjukkan bahwa dia siap mendukungnya.

Dion hanya menatapnya dalam-dalam, seakan mencari sesuatu di balik kata-kata Clara. Namun, alih-alih menjawab, dia hanya mengangguk pelan dan berdiri. “Ayo pulang,” katanya sambil mengajak yang lain.

Clara merasa sedikit kecewa, tetapi dia tahu itu adalah bagian dari siapa Dion. Mungkin, dia butuh waktu untuk lebih membuka diri, dan Clara bersedia menunggu.

---

Malam itu, ketika Clara sampai di rumah, dia merasa kelelahan secara fisik namun pikirannya terus berputar. Dia duduk di meja belajarnya lagi, membuka buku catatan yang sama dengan malam sebelumnya. Hari ini, dia tidak hanya menulis tentang senyuman Dion atau candaan teman-temannya. Kali ini, dia menulis tentang Dion yang tampak jauh, tentang perasaan aneh yang muncul setiap kali dia berada di dekatnya. Ada sesuatu yang lebih dalam di balik sikap dingin Dion, dan Clara bertekad untuk menemukannya.

Sementara itu, di rumahnya, Dion berbaring di tempat tidurnya, memandangi langit-langit kamar yang gelap. Latihan tadi terasa berbeda dari biasanya. Mungkin karena Clara, mungkin juga karena candaan teman-temannya yang terus membayangi pikirannya. Dion menghela napas panjang. Dia tidak pernah nyaman dengan perhatian, apalagi dalam konteks hubungan yang lebih personal. Namun, ketika dia bersama Clara, dia merasa aneh. Tidak seperti sebelumnya, ada perasaan yang sulit dia jelaskan, sesuatu yang membuatnya merasa ingin lebih dekat, tapi juga takut untuk melangkah lebih jauh.

Dengan hati yang diliputi kebingungan, Dion menutup matanya, mencoba menenangkan pikirannya yang bergejolak. Dia tahu bahwa hubungan mereka sedang berada di persimpangan, dan apa yang dia lakukan selanjutnya akan menentukan segalanya.

Malam itu, baik Clara maupun Dion terjaga dalam pikiran masing-masing, merasakan adanya awal dari sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang perlahan tapi pasti, mulai tumbuh di antara mereka.

To be continued...

1
Kamsia
tuhhkan baperan clara ternyata
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!