Setelah bertahun-tahun berpisah, hidup Alice yang dulu penuh harapan kini terjebak dalam rutinitas tanpa warna. Kenangan akan cinta pertamanya, Alvaro, selalu menghantui, meski dia sudah mencoba melupakannya. Namun, takdir punya rencana lain.
Dalam sebuah pertemuan tak terduga di sebuah kota asing, Alice dan Alvaro kembali dipertemukan. Bukan kebetulan semata, pertemuan itu menguak rahasia yang dulu memisahkan mereka. Di tengah semua keraguan dan penyesalan, mereka dihadapkan pada pilihan: melangkah maju bersama atau kembali berpisah, kali ini untuk selamanya.
Apakah takdir yang mempertemukan mereka akan memberi kesempatan kedua? Atau masa lalu yang menyakitkan akan menghancurkan segalanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alika zulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Bawah Tatapan Galak Alvaro
Alice merapikan tasnya saat melihat jam di ponselnya menunjukkan pukul delapan malam.
"Wi, gue pulang duluan, ya," ucap Alice sambil menatap temannya yang baru saja keluar dari toilet.
"udah ketemu bos?" tanya Dewi, tampak penasaran.
"emm, udah," jawab Alice singkat, lalu melangkah menuju pintu keluar toko. Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar seseorang memanggil namanya.
"Alice!" Simon memanggilnya dengan sedikit berteriak.
"kamu mau ke rumah sakit, kan? Bareng saya aja," ajak Simon dengan antusias, menatap Alice penuh harap.
"enggak usah, kak—eh, pak," sahut Alice, merasa tidak enak dilihat oleh karyawan lain, termasuk teman-temannya.
"kenapa?" tanya Simon, sedikit bingung.
"sayanya nggak enak dilihat yang lain, pak. Lagian, saya bawa motor," jawab Alice, menolak dengan lembut.
"em... yaudah, kalau gitu," sahut Simon pasrah, meskipun rasa kecewa mulai menggelayuti hatinya. Ia berharap bisa lebih dekat dengan Alice, tetapi ia juga memahami keputusan gadis itu.
Sepanjang perjalanan, Alice sesekali melirik ke kaca spion motor, melihat mobil Saimon yang setia mengikutinya di belakang.
Sesampainya di rumah sakit, Alice menghela napas panjang, jantungnya tiba-tiba berdetak kencang tanpa alasan jelas.
"Kenapa?" suara Saimon tiba-tiba terdengar dari samping, membuat Alice terkejut.
"Enggak, enggak ada apa-apa, Kak," jawab Alice cepat, mencoba menutupi rasa gugupnya.
"Yaudah, ayo masuk," kata Saimon sambil menggandeng tangannya.
Alice yang masih sedikit terkejut akhirnya mengikuti langkah Saimon, namun siapa sangka mereka langsung bertemu Alvaro di lobi. Alvaro sudah tidak memakai piyama rumah sakit lagi, berdiri tegap sambil menatap mereka tajam. Pandangan matanya langsung tertuju pada Saimon yang masih menggenggam tangan Alice erat.
"Eh, Kak," Alice berusaha melepaskan genggaman itu dengan canggung.
"Ehm, sorry," Saimon tersenyum kikuk, segera melepaskan tangannya.
"Kenapa rasanya kayak ketahuan selingkuh, ya?" batin Alice, merungut sendiri.
"Lo udah boleh keluar?" tanya Alice, mencoba mencairkan suasana, meski jelas terlihat raut wajah Alvaro yang tak suka dengan apa yang dilihatnya.
"Ehm... lo ngapain sama Saimon?" Alvaro balik bertanya, menatap mereka bergantian.
"Oh, tadi gue mau jenguk lo. Kebetulan Alice juga mau jenguk, jadi sekalian bareng," sahut Saimon santai.
"Tapi, karena lo udah boleh keluar, sama gue aja pulangnya," timpal Saimon tanpa ragu.
"Nggak usah. Lo baru pulang kerja, kan? Lagian, Mang Maman udah ambil mobil di parkiran," jawab Alvaro, berusaha santai meski dalam hati ingin Saimon cepat-cepat menghilang dari hadapannya.
"Em, kalau gitu gue balik dulu, ya. Oh, ya, ini udah malam, Lice. Lo nggak apa-apa pulang sendiri?" tanya Saimon, beralih menatap Alice dengan sedikit khawatir.
"Oh, nggak apa-apa, Kak. Aku udah biasa. Lagian, ini kampung halaman aku," sahut Alice sambil tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana tegang.
"Yaudah, gue pulang dulu, Ro, Lice," ucap Saimon sebelum akhirnya berlalu pergi, meninggalkan Alice dan Alvaro di sana.
Melihat punggung Saimon yang semakin menjauh, Alice berniat menoleh, tapi siapa sangka wajahnya tiba-tiba berhadapan dengan Alvaro—hanya beberapa sentimeter jaraknya.
Sontak Alice mundur, namun tanpa sengaja tubuhnya oleng. Alvaro dengan sigap memeluk pinggangnya, menahan agar Alice tidak jatuh. Seketika jantung Alice kembali berdegup kencang, tak karuan, seperti ada sesuatu yang bergejolak saat teman kecilnya itu menyentuhnya.
"Jelasin," suara berat Alvaro terdengar, menyadarkan Alice dari lamunannya.
g pa" belajar dari yg udah berpengalaman biar bisa lebih baik lg, sayang lho kalo ceritanya udah bagus tp ada pengganggu nya di setiap part nya jd g konsen bacanya karna yg di perhatiin readers nya typo nya tanda petik koma titik tanda tanya selain alur cerita nya
bu, aku minjem ini, ya," dan masih bnyk kalimat yg tanda titik baca komanya g sesuai thor