Raika, telah lama hidup dalam kesendirian sejak kematian ayahnya. Dunia yang berada diambang kehancuran memaksanya untuk bertahan hidup hanya dengan satu-satunya warisan dari sang ayah; sebuah sniper, yang menjadi sahabat setianya dalam berburu.
Cerita ini mengisahkan: Perjalanan Raika bertahan hidup di kehancuran dunia dengan malam yang tak kunjung selesai. Setelah bertemu seseorang ia kembali memiliki ambisi untuk membunuh semua Wanters, yang telah ada selama ratusan tahun.
Menjanjikan: Sebuah novel penuhi aksi, perbedaan status, hukum rimba, ketidak adilan, dan pasca-apocalipse.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahril saepul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 Ledakan adalah seni.
Kepakan sayap Bridgecrash masih terus berputar, tangan serta rantai yang mengikatnya; terdorong-dorong seperti ingin terbang. Namun, ia berhasil melawan membuat Wanters hanya bisa berteriak menyemburkan Api hitam ke segala arah.
"Pak! Semua persiapan telah selesai," ucap seorang Eldritch menghampiri Dobura.
"Begitu ya...baik bersiaplah."
"Maaf atas kelancangan saya. Saya rasa kita tidak bisa menembaknya langsung, karena pergerakan Bridgecrash terlihat tidak biasa," bantah Feilin.
"Feilin! ... Kita tidak memiliki banyak waktu. Jika ini gagal, kita akan menggunakan rencana ke dua."
Apakah mereka akan menembakan 'B' dan Shield sekarang? Dari kerusakan yang di hasilkan Bridgecrash aku rasa kerugian-nya sudah cukup parah. Jika dibiarkan semakin lama meskipun semua orang menyerang Wanters itu, dampaknya pasti bakal jauh lebih buruk.
'Huh! Tunggu dulu.
Mungkin, aku bisa membantu mereka, tapi ... apakah kekuatanku cukup?
Tidak...jangan memikirkan itu sekarang.'
Aku bergegas pergi dari ruangan untuk mencari lokasi yang tepat; sebuah topeng gas dengan jubah lusuh tergelatak di atas tong di dalam Camp. Aku melompat turun melewati sisi dinding kemudian mengambilnya, secepatnya mencari posisi yang pas untuk memantau 'B' dan Shield ditembakkan.
Berlari sambil memakai semua itu di antara keramaian---pandanganku tertuju pada satu tenda paling pojok yang mungkin saja tidak ada orang yang melihat ke sana. Sigap aku mengaktifkan kekuatan itu; berpindah ke luar Camp.
Aku melirik ke sekitar dan mengintip ... untungnya Meraka masih dapat ku lihat walau cukup jauh.
Rencana ku: Hanya menunggu dan memastikan meriam tidak ada masalah. Bila skenario terburuknya menjadi kenyataan, aku akan bersiap untuk mencegah hal itu.
Namun, aku harus berhati-hati, kuharap dengan jubah dan masker ini dapat menutupi ku.
'Baiklah! Tenangkan dirimu, Raika, fokus.' bergumam.
MERIAM TELAH SIAP!
MENUNGGU PERINTAH DARI ATASAN!
Teriak mereka.
ARAHKAN PADA TARGET!
Suara teriakan Dobura.
'Kumohon, tidak terjadi kegagalan ....'
Wanters masih terus mengamuk. Cahaya emas yang sangat terang menyelimuti meriam. Hanya dengan auranya, udara di sekitarku terasa panas meski jarak kami lebih dari 70 meter. Mereka mengaktifkan fury mode untuk menahan itu.
Jika 'B' dan Shield tidak tepat sasaran, apa yang bisa aku lakukan?
Bagaimana jika aku bersiap untuk mengantisipasi sebelum kondisi buruknya terjadi? Yah ... mungkin itu adalah pilihan bagus.
Aku berlari dari jauh sambil memantau meriam.
Cahaya emas telah terkumpul semua, membuat tubuh meriam berubah menjadi hitam bergaris merah, sebelum ...
SLIUT----BUMM
Ledakan keras mengguncang tanah. Dalam kondisi lambat, 'B' dan Shield yang telah bercahaya hendak menghantam Wanters.
Dengan segenap tenaga, aku menghentakkan kaki, melesat di antara kehancuran tanah.
Sepertinya 'B' dan Shield akan tepat sasaran, karena Wanters itu berada di jalur tembaknya.
Aku berlari menginjak udara ke sana-sini yang entah kenapa memadat di kakiku. Tanpa memedulikan apa yang terjadi aku memanfaatkannya sebagai sarana untuk membuat lompatan kecil sebelum lompatan besar ku kerahkan.
Menatap Wanters---peluru itu telah berada sangat dekat yang akan menghantam kepala Bridgecrash.
Namun, aku tidak bisa berfikir jernih saat 'B' dan Shield melewati kepala---mengalir melintasi tulang-tulang hingga sayap, bagaikan air yang berhadapan dengan batu.
'Kenapa? ... Dunia ini, selalu seperti itu. Kenapa dunia jarang sekali berpihak pada keberuntungan. Selalu berharap dan berharap tanpa memiliki jaminan terhadap yang diharapkan.
Mungkin benar apa yang dikatakan ayah; jangan berharap pada sesuatu yang berada di luar kendali. Berusaha sendiri dalam menggapai sesuatu, mungkin itu yang benar. Namun, apa yang bisa aku lakukan?
Menatap ke bawah, mataku terbuka lebar; menyadari bahwa kaki sedang tidak menapak dengan tanah.
Melirik ke belakang dalam keadaan lambat.
'Aku bisa ... melayang di udara?'
Mengepalkan tangan, menarik nafas dalam-dalam, merasakan angin menyapaku dengan lembut, aku mulai dengan lompatan pertama, memutarkan tubuh dengan kaki bersiap menginjak udara padat, menekan kaki yang hendak ku lontarkan dengan segenap tenaga.
Waktu terasa begitu lambat, angin dan udara yang ku pijak bagaikan sedang bertempur mengitari ku.
Menatap tajam 'B' dan Shield ...
HOUPP----BUSS
Melesat, melesat, mendorong, menginjak ratusan udara padat ... Menoleh ke samping, "B" dan Shield berada di sampingku, pergerakan Bridgecrash melambat---memegang, melebarkan tangan seperti bola bisbol, menatap, mencengkram, berlubang.
Menggerakkan gigi, menghempaskan. "Hup!"
SLIUS------'B' dan Shield telah menyentuh Bridgecrash, dalam ke adaan lambat; perisai keluar dari udara kosong mengitari seluruh tubuhnya membentuk lingkaran.
Dari pecahan roket itu muncul dua bola berputar bagikan atom ...
BOUMMMM
Sebuah ledakan yang tertahan, cahaya terang menyelimuti lingkaran dengan sebuah kedipan mengerikan. Suara, berguncang sangat dahsyat; yang mungkin saja dapat menghancurkan gendang telinga.
Cahaya itu perlahan berubah menjadi hitam, merubah suasana terang menjadi gelap gulita. Setelah beberapa saat cahaya kembali muncul dengan Warna ungu, membuat seluruh area menjadi dingin.
Cahaya ungu itu berputar bagaikan asap di ikuti perisai yang mengalami getaran hebat; retakan demi retakan dengan cepat menyelimuti segala area ... CREK.
SLIUT-----BUOAMMM---WOOUS
Perisai yang tak kuat menahan-pun meledak, juga menghancurkan Shield pada Distrik hanya dengan hembusan anginnya. Tanah-tanah naik ke atas, bagaikan sebuah duri yang berjajar. Beberapa saat setelah itu hanya ada keheningan kosong dengan bulan yang terus menatap sepanjang waktu.
°
°
°
"Apakah sudah berakhir? Apakah Bridgecrash mati?" melepaskan topeng gas, menatap lurus di atas bukit yang cukup jauh dari Distrik.
Menghela napas; asap putih mengumpul berbarengan dengan keluarnya udara. Aku melompat, kaki menapak tanah namun tubuhku terjatuh karena lemas.
Aku hanya menahan tubuh dengan tangan, menatap kosong di genangan air kecil yang menampilkan wajahku dengan bulan yang menyala.
'Kuat-lah Raika. Aku harus bertemu dengan Yuya dan yang lain.'
Mencoba untuk bangun, kepalaku mendadak sakit, membuat tubuhku bergerak ke samping, untungnya terdapat pohon yang menjaga untuk tidak jatuh.
Aku melangkah perlahan menuju Camp sambil menahan rasa sakit. Jaraknya masih cukup jauh karena sebelum 'B' dan Shield meledak, tenaga, ku-kerahkan untuk menghindar sebelum terkurung oleh perisai.
Di waktu ini banyak sekali hal yang terjadi, aku bersyukur paling tidak, bisa mengurangi korban akibat Bridgecrash. Tetapi, kenapa aku melakukan semua itu? ... Kenapa? Bukankah mereka sama saja seperti kelompok itu? Apakah karena,
Yuya, Mio ... Yuto?
End bab 29
gabung yu di Gc Bcm..
caranya Follow akun ak dl ya
untuk bisa aku undang
terima kasih.