Aluna, seorang penulis sukses, baru saja merampungkan novel historis berjudul "Rahasia Sang Selir", kisah penuh cinta dan intrik di istana kerajaan Korea. Namun, di tengah perjalanannya ke acara temu penggemar, ia mengalami kecelakaan misterius dan mendapati dirinya terbangun di dalam tubuh salah satu karakter yang ia tulis sendiri: Seo-Rin, seorang wanita antagonis yang ditakdirkan membawa konflik.
Dalam kebingungannya, Aluna harus menjalani hidup sebagai Seo-Rin, mengikuti alur cerita yang ia ciptakan. Hari pertama sebagai Seo-Rin dimulai dengan undangan ke istana untuk mengikuti pemilihan permaisuri. Meski ia berusaha menghindari pangeran dan bertindak sesuai perannya, takdir seolah bermain dengan cara tak terduga. Pangeran Ji-Woon, yang terkenal dingin dan penuh ambisi, justru tertarik pada sikap "antagonis" Seo-Rin dan mengangkatnya sebagai selirnya—suatu kejadian yang tidak pernah ada dalam cerita yang ia tulis!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Lestary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10: Malam Penyambutan Panglima Perang
Langit malam bersinar terang, dipenuhi oleh taburan bintang yang seakan ikut merayakan penyambutan kepulangan para prajurit. Istana berkilauan dalam cahaya lentera dan lilin-lilin yang memenuhi setiap lorong dan aula, memancarkan suasana yang penuh semangat dan kemenangan. Para bangsawan, pejabat, dan tamu kehormatan memenuhi aula besar, dan musik riang menggema di setiap sudut. Aluna, yang kini berada dalam tubuh Seo-Rin, berdiri di paviliunnya, menatap ke arah istana dengan tatapan penuh pemikiran.
Kenangan samar kembali terlintas dalam benaknya—kenangan saat ia menulis babak di mana Seo-Rin, si antagonis dalam kisahnya, mencoba menyusup ke istana pada malam pesta penyambutan yang megah ini. Saat itu, Seo-Rin nekat menyelinap masuk karena ingin menarik perhatian Pangeran Ji-Woon, tetapi justru tertangkap oleh para penjaga, membuatnya menerima hukuman di hadapan semua orang. Namun, di tengah situasi yang mencekam, panglima perang yang disegani tampil membela Seo-Rin, menyelamatkannya dari hukuman yang lebih berat dan menimbulkan kehebohan di istana.
Aluna menyadari, situasi saat ini berbeda jauh dari apa yang pernah ia tulis. Ia bukan lagi Seo-Rin yang harus menyelinap masuk secara diam-diam; ia adalah selir resmi dari Pangeran Ji-Woon. Namun, ingatan itu membuat hatinya berdegup cepat. Jika ia telah mengubah banyak alur cerita, apa yang akan terjadi malam ini? Akankah panglima perang, sosok kuat yang dulu menjadi penyelamatnya, tetap menunjukkan sikap yang sama? Atau justru perubahan tak terduga akan terjadi?
Tanpa berpikir panjang, Aluna melangkah keluar dari paviliunnya dan menuju ke aula utama, tempat pesta tengah berlangsung. Gaun elegan berwarna biru tua yang dikenakannya bergerak anggun mengikuti langkahnya, menarik perhatian semua orang saat ia melangkah masuk ke ruangan. Semua mata tertuju padanya, mengagumi sosok yang dikenal sebagai Seo-Rin, selir pangeran yang kini penuh dengan pesona misterius.
Sesaat setelah ia memasuki aula, ia merasakan tatapan tajam yang langsung mengarah padanya. Pangeran Ji-Woon, yang berdiri di ujung ruangan, sedang berbincang dengan beberapa tamu penting. Namun, begitu melihat kehadiran Aluna, Pangeran seolah tak bisa mengalihkan pandangannya darinya. Senyum tipisnya terangkat, tetapi ada sorot mata yang penuh perhitungan.
Di sisi lain aula, Putri Kang-Ji berdiri dengan anggun di tengah kerumunan para bangsawan, memperhatikan Aluna dengan tatapan sinis. Tentu saja, kemunculan Aluna di pesta itu mengundang reaksi beragam, terutama dari Putri Kang-Ji yang merasa posisinya terusik. Meski ia adalah putri mahkota, kehadiran Seo-Rin tak pernah gagal menarik perhatian Pangeran, dan itu membuat Kang-Ji semakin muak.
Sementara itu, Aluna terus melangkah maju, mencoba menyesuaikan diri dengan suasana pesta. Saat ia sampai di tengah aula, seorang sosok tinggi dengan pakaian perang yang gagah melangkah mendekatinya—Panglima Han, panglima perang yang baru kembali bersama para prajurit. Tatapan tajamnya penuh rasa hormat dan penasaran, seolah mencoba menilai wanita yang kini berada di hadapannya.
“Selir Seo-Rin,” sapanya dengan suara dalam yang tenang, memberi penghormatan.
Aluna menatap Panglima Han dengan senyum lembut, mengingat peran panglima ini dalam cerita yang pernah ia tulis. Meskipun tidak banyak interaksi yang ia tulis untuk karakter ini, ia selalu membayangkan sosok Panglima Han sebagai pria yang tegas, namun adil dan penuh belas kasih. Dan kini, ia melihat karakter tersebut hidup di hadapannya.
“Panglima Han,” jawab Aluna dengan sopan. “Terima kasih atas pengabdian Anda dan pasukan Anda bagi negeri ini. Saya yakin Pangeran Ji-Woon dan seluruh kerajaan sangat menghargai upaya kalian.”
Panglima Han mengangguk dengan penuh hormat, tetapi sebelum ia sempat menjawab, suara riuh muncul di sekitar mereka. Para bangsawan tampak terkejut ketika Pangeran Ji-Woon berjalan mendekat, bergabung dalam percakapan mereka. Aluna dapat merasakan ketegangan yang timbul akibat kedekatannya dengan sang panglima.
“Seo-Rin,” Pangeran Ji-Woon berkata sambil menatapnya dengan tatapan penuh perhatian. “Aku tidak menduga kau akan datang malam ini. Kupikir kau lebih suka menghindari keramaian.”
Aluna tersenyum tipis. “Bukankah aku adalah bagian dari istana ini, Yang Mulia? Sudah sepatutnya aku berada di sini untuk menyambut para prajurit yang baru kembali.”
Pangeran mengangguk, tetapi masih ada kilatan misterius di matanya. “Tentu, kau benar. Namun, jika kau merasa lelah, jangan ragu untuk pergi ke paviliunmu. Aku tidak ingin kau memaksakan diri.”
Di balik perhatian Pangeran, Aluna bisa merasakan seolah ia sedang diuji, seolah Pangeran ingin melihat reaksi apa yang akan ia tunjukkan. Namun, Aluna tak gentar. Ia menatap Pangeran dengan senyum lembut, penuh keyakinan.
“Aku baik-baik saja, Yang Mulia,” jawabnya, membuat Pangeran tersenyum tipis dan sedikit mengangguk.
Pesta terus berlangsung, tetapi di balik senyum dan keramaian, ketegangan masih terasa. Putri Kang-Ji yang berdiri di kejauhan tampak tidak senang, dan tatapan tajamnya terus mengawasi setiap gerak-gerik Seo-Rin dan Pangeran. Sementara Panglima Han, yang memperhatikan interaksi mereka, hanya tersenyum tipis, menyadari adanya persaingan tersembunyi di antara mereka.
Suasana pesta malam itu benar-benar tak terlupakan. Lentera-lentera emas yang menggantung di sepanjang aula istana memancarkan kehangatan, dan para tamu berbincang dengan wajah cerah. Namun, di tengah keramaian itu, sebuah ketegangan tak kasat mata mulai menyelimuti.
Putri Kang-Ji, yang sejak awal merasa tidak senang melihat keakraban antara Pangeran Ji-Woon dan Seo-Rin, akhirnya memutuskan untuk bertindak. Dengan langkah anggun dan senyum tipis yang penuh makna, ia menghampiri mereka, menunduk sedikit sebelum berbicara. "Yang Mulia, mungkin ini saatnya untuk menyapa beberapa tamu kehormatan. Mereka tentu akan sangat senang jika Pangeran sendiri yang memberi penghormatan."
Pangeran Ji-Woon terlihat ragu sejenak, tetapi akhirnya tersenyum tipis. "Tentu, Putri Kang-Ji." Ia menatap Seo-Rin, seakan mengisyaratkan bahwa ini hanya akan berlangsung singkat, lalu berjalan bersama Kang-Ji meninggalkan Seo-Rin di tengah aula.
Setelah mereka pergi, Aluna menarik napas panjang. Ia sempat merasa sedikit tak nyaman, namun sebelum sempat beranjak, Panglima Han kembali mendekatinya. “Selir Seo-Rin,” sapa panglima itu dengan hormat, namun dengan senyum ramah yang tak bisa disembunyikan.
Aluna tersenyum dan mengangguk, merasa sedikit lega. "Panglima Han, senang sekali melihat Anda kembali dengan selamat. Negeri ini beruntung memiliki sosok yang kuat dan berdedikasi sepertimu."
Panglima Han tertawa kecil, memperlihatkan sisi hangat yang jarang dilihat orang lain. "Ah, Anda terlalu memuji saya, Yang Mulia. Justru saya yang merasa beruntung karena bisa kembali dengan selamat dan melihat kedamaian di negeri ini." Ia berhenti sejenak, memperhatikan wajah Seo-Rin dengan sorot mata penuh minat. "Dan saya juga beruntung bisa berbincang dengan seseorang yang penuh… keunikan seperti Anda."
Bagi Aluna, Panglima Han adalah sosok yang bersahaja dan mudah diajak berbicara, tidak seperti suasana tegang yang ia bayangkan sebelumnya. Mereka berbincang dengan akrab, membahas berbagai hal ringan tentang kehidupan istana, namun juga sesekali membicarakan topik yang lebih serius tentang keadaan negeri dan masa depan. Aluna merasa seolah-olah berbicara dengan teman lama.
Namun, dari seberang aula, Pangeran Ji-Woon terus mengamati mereka dengan pandangan tajam. Bibirnya tersenyum tipis sambil berbasa-basi dengan tamu-tamu kehormatan, tetapi sorot matanya tak pernah lepas dari Seo-Rin dan Panglima Han. Ada sesuatu dalam cara mereka berbincang yang memicu rasa penasaran sekaligus kecemburuan yang halus dalam dirinya.
Di tengah percakapan yang semakin hangat antara Aluna dan Panglima Han, suasana aula tiba-tiba riuh. Para tamu saling menoleh, terdengar desas-desus yang semakin kencang, lalu suara seorang prajurit mengumumkan, "Kami telah menangkap seorang penyusup!"
Bersambung >>>