Dinda harus menulikan telinga ketika ia selalu disebut sebagai perawan tua karena di usia yang sudah menginjak 36 tahun tak kunjung menikah bahkan tidak ada tanda-tanda dia punya pacar hingga membuat spekulasi liar bahwa dia adalah seorang penyuka sesama jenis! Dinda geram dengan ocehan orang-orang tak tahu menahu soal hidupnya hingga akhirnya semesta memertemukan dia dengan Alexander Dunn, seorang brondong berusia 25 tahun dari Skotlandia yang kebetulan saat itu menginap di hotel yang sama dengannya. Apa yang akan terjadi pada hidup Dinda selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Calon Suami
Dinda tiba di sebuah taman tempat di mana Alex mengirimkan alamat padanya lewat pesan beberapa waktu yang lalu. Awalnya Dinda agak ragu karena ini namun setelah ia mencoba untuk menghubungi Alex maka Finda kini yakin bahwa ia tidak salah alamat dan Alex memang ada di sini. Dinda turun dari dalam mobilnya dan berjalan menyusuri taman mencoba untuk menemukan di mana Alex berada saat ini dan ia menemukan Alex tengah duduk di kursi taman seorang diri menghadap ke arah danau buatan yang ada di depan sana.
"Ehem."
Dinda baru saja tiba di dekat Alex dan langsung berdehem, pria itu menoleh dan tersenyum pada Dinda. Alex kemudian menarik tangan Dinda untuk duduk di sebelahnya setelah itu pria itu mulai membuka kotak bekal yang ia bawa.
"Untuk siapa semua ini?"
"Tentu saja untuk kita."
Dinda mengerutkan kening mendengar jawaban Alex barusan namun kemudian Alex mengeluarkan dua sendok untuk dirinya sendiri dan Dinda.
"Ayo makan, waktu istirahatmu tidak banyak kan?"
Dinda meraih sendok yang diberikan oleh Alex dan kemudian mulai menyendok makanan yang ada di dalam kotak bekal itu.
"Bagaimana menurutmu?"
"Ini enak."
"Aku yang membuatnya. Kamu suka?"
Dinda menatap heran pada Alex yang membuat Alex sendiri bingung kenapa Dinda memerhatikannya dengan tatapan seperti itu.
"Apa? Apakah ada yang salah?"
"Tidak, hanya saja ... sejak kapan kamu menggunakan kata 'aku'?"
"Kenapa? Kan kita dekat rasanya kalau bicara dengan kata 'saya' terlalu formal."
"Kita tidak sedekat itu."
"Kalau tidak dekat, lantas kenapa kamu mau menemuiku di sini?"
Dinda tak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Alex barusan karena bingung. Alex sendiri tersenyum kemudian meminta Dinda untuk segera menghabiskan makanan yang ada di kotak bekal ini.
"Terima kasih atas makan siangnya."
"Tidak masalah, nanti setelah kamu pulang bekerja bagaimana kalau kita jalan ke suatu tempat?"
"Jangan, saya capek kalau habis pulang kerja mau langsung istirahat."
Alex nampak menghela napasnya panjang dan ia tak bisa melakukan apa pun.
****
Widuri datang ke rumah Herlin dengan membawa beberapa buah tangan pada kakak itu. Widuri mengatakan bahwa buah tangan ini dari menantunya dan seperti biasa Widuri akan langsung pamer pada Herlin mengenai kehidupan Salsa dan suaminya yang bahagia sekali. Herlin nampak tak terlalu menanggapi apa yang Widuri katakan barusan karena itu hanya akan membuang energinya saja.
"Kamu pasti sedang cemburu kan karena sampai saat ini anak-anak kamu belum menikah? Apalagi si Dinda, apakah kamu yakin kalau dia itu normal dan bukannya suka sesama jenis? Yang aku dengar kalau ada pria atau wanita yang tak pernah mengenalkan pasangan pada orang tua mereka maka bisa dipastikan kalau mereka itu menyukai sesama jenis."
"Bisakah Mbak Widuri jangan mengatakan hal yang aneh-aneh?"
"Kok kamu malah marah sama aku? Aku ini hanya memberikan nasihat sebagai seorang kakak."
Widuri masih saja mengatakan hal-hal yang sangat tidak enak untuk didengar dan tentu saja hal itu sungguh membuat Herlin muak. Ia mungkin akan bisa sabar ketika dirinya dihina oleh orang lain namun kalau soal anak-anaknya tentu saja sebagai seorang ibu, ia tak bisa menerima semua ini.
"Sudah selesai bicaranya? Kalau sudah silakan keluar dari rumahku."
****
Melvin tiba di rumah dan menemukan Herlin tengah duduk seorang diri merenung memikirkan sesuatu di sofa. Melvin berjalan menghampiri sang bunda dan bertanya apa yang gerangan terjadi barusan.
"Kamu sudah pulang rupanya."
"Bunda kenapa?"
"Bunda baik-baik saja."
Walau Herlin mengatakan bahwa ia baik-baik saja namun Melvin tahu bahwa ada sesuatu yang tengah disembunyikan oleh sang bunda. Melvin mengatakan pada Herlin bahwa bundanya ini bosa berkata jujur padanya mengenai apa yang terjadi.
"Sudah Bunda katakan padamu, tidak ada apa-apa."
"Mustahil kalau tidak ada apa-apa Bunda. Aku tahu ada sesuatu yang terjadi kan? Kenapa Bunda tak jujur?"
Herlin menarik napas dalam-dalam kemudian ia pun menceritakan apa yang terjadi pada Melvin barusan. Melvin nampak mengepalkan tangannya mendengarkan cerita sang bunda, Widuri sudah sangat keterlaluan pada sang bunda dan rasanya Melvin tak akan bisa memaklumi lagi apa yang sudah tantenya itu lakukan.
"Melvin, Bunda baik-baik saja."
"Tapi kelakuan tante sudah kurang ajar."
"Tante kamu itu memang ucapannya seperti itu. Nggak perlu diambil hati."
Melvin tak setuju dengan ucapan sang bunda dan rasanya ingin sekali dirinya menghampiri sang tante dan memberikan pelajaran supaya lebih menjaga mulut namun sang bunda melarangnya dan mengatakan bahwa Melvin tak perlu menggunakan kekerasan pada Widuri.
****
Melvin tidak tahan dengan cerita Herlin kalau Widuri datang untuk menghina keluarga mereka. Melvin menghubungi Dinda dan menceritakan semua pada sang kakak. Dinda tentu saja merasa amarah berkecamuk dalam dirinya, ia mungkin akan biasa saja ketika orang lain menghinanya namun kalau sudah melibatkan keluarganya tentu saja Dinda tak akan tinggal diam.
"Terima kasih kamu sudah memberitahuku soal ini."
Dinda menutup sambungan telepon dengan Melvin. Dadanya masih terasa panas setiap kali ia mengingat cerita Melvin soal Widuri yang mengelu-elukan Salsa karena bisa menikahi bule dan kehidupannya terasa indah layaknya di negeri dongeng.
"Apa aku harus mencari pria tua kaya raya dan bule juga untuk membungkam mulut tante yang kurang ajar itu?"
Namun kemudian Dinda menggelengkan kepalanya, ia tentu saja tak akan sampai melakukan hal tersebut karena ia tak mau menikah dengan orang yang tidak good looking walau good rekening.
"Kalau bisa aku harus mencari yang tampan tapi juga kaya raya. Tapi siapa yang termasuk kriteria itu?" lirih Dinda.
Dinda memikirkan seseorang dan orang itu adalah Alex, dia bule dan pekerjaannya juga seorang model pasti gaji sebagai seorang model itu besar sekali namun sayang usianya masih sangat muda.
"Kenapa juga tiba-tiba aku malah memikirkan dia?"
Dinda menggelengkan kepalanya dan kemudian merebahkan diri di atas kasur.
****
Hari acara syukuran akhirnya tiba juga, Alex sudah menghubungi Dinda untuk mereka bisa jalan bersama. Awalnya Dinda menolak namun Alex dengan berbagak bujuk rayunya bisa membuat Dinda luluh pada akhirnya. Dan di sinilah mereka berdua, di dalam mobil Dinda di mana saat ini Dinda yang mengemudikan mobil padahal Alex mengatakan bahwa biarkan dia saja yang mengemudikan mobilnya dan Dinda hanya menunjukan jalan ke rumah Herlin namun Dinda berkeras untuk mengemudikan mobilnya sendiri dengan alasan ia takut mobilnya akan terkena insiden kalau dikemudikan oleh orang lain.
"Padahal aku punya SIM."
"Aku tak peduli kamu punya SIM atau nggak pokoknya ini adalah mobilku dan aku yang berhak mengemudikannya."
Mobil itu akhirnya tiba juga di rumah Herlin, rumah sederhana dengan dua lantai itu menjadi saksi masa kecil Dinda dan Melvin hingga mereka bisa sampai sebesar ini.
"Ayo turun."
Dinda dan Alex turun dari dalam mobil dan mereka berjalan beriringan masuk ke dalam rumah namun Dinda terkejut karena di dalam ada Widuri.
"Dengan siapa kamu datang ini, Dinda?"
"Ini --"
"Saya calon suami Dinda."
"APA?!"