Hidupku hancur, setelah pernikahan keduaku diketahui oleh istriku, aku sengaja melakukan hal itu, karena aku masih mencintainya. Harta yang selama ini kukumpulkan selama 10 tahun. Lanhsunh diambil oleh istriku tanpa tersisa satu pun. Lebih parahnya lagi, aku dilarang menafkahi istri siri dan juga anak tiriku menggunakan harta bersama. Akibatnya, aku kembali hidup miskin setelah mendapatkan karma bertubi-tubi. Kini aku selalu hidup dengan semua kehancuran karena ulahku sendiri, andai waktu bisa ku ulang. Aku tidak pernah melakukan kesalahan yang fatal untuk pernikahanku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minami Itsuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 35 BONCOS
"Iya, Bu. Mas Danu datang ke sini memang ingin menginap di rumah Ibu, sekaligus jalan-jalan ke pantai besok pagi. Makanya aku ajak dia ke sini."
"Benaran kalian berdua mau jalan-jalan ke pantai"
"Iya, Bu. Pikiran aku lagi kacau, mikirin rumah aku yang ada dikompleks belum bisa ditempati."
"Bagus itu, kebetulan pikiran saya lagi mumet, gara-gara ulah istri tua kamu. Saya butuh jalan-jalan jangan lupa kalau kamu mau ngambil ke sini bayar token listrik dulu saya lagi nggak punya uang."
"Oke, Ibu tenang aja. Suamiku yang akan membayar semuanya." Mulutku langsung melongo, mendengar ucapan Rahma. Bisa gawat nih kalau mertua ikut jalan-jalan ke pantai. Apalagi mertua senang sekali belanja tanpa melihat keadaan uangku.
"Ibu ajak kakakmu yang lain ya sama istrinya, masa kita doang sih yang jalan-jalan. Kasihan mereka ingin merasakan jalan-jalan juga."
"Boleh, Ibu panggil saja mereka ke sini mobilnya cukup kok untuk mengangkut semuanya." Aku hanya diam memperhatikan pembicaraan Rahma dan juga ibunya, jujur saja aku begitu tidak suka jika Rahma mengajak jalan-jalan ke seluruh keluarganya.
"Mas, kakakku dan istrinya mau ikut juga sama kita jalan-jalan, udah lama mereka nggak jalan-jalan ke pantai nggak papa kan kalau mereka ikut." Aku memilih diam dan tidak menanggapi perkataannya kalau aku melarangnya. Aku yakin dia pasti tidak terima. Tapi kalau keluarga Rahma ikut semua maka keuangan yang ada di dompetku akan semakin berkurang.
Ditambah lagi, Rahma terus saja memaksa diriku untuk menginap di rumah ibunya. Andai saja aku menolak tawaran Rahma untuk tidak menginap di rumah ibunya aku yakin uang yang ada di dompetku pasti masih aman. Tapi kalau aku tidak ikut menginap, maka jatahku nanti malam akan batal. Mau tidak mau aku harus menginap di sini.
...****************...
Besok paginya kami semua pun jalan-jalan ke sebuah pantai dan mengajak seluruh keluarga besarnya. Dengan terpaksa, aku harus mengeluarkan beberapa uang untuk mereka semua, padahal aku tidak berniat untuk mengajak jalan-jalan keluarganya Rahma tetapi ialah yang mengajak keluarganya untuk ikut bersama.
Selama berlibur ke pantai. Aku tidak terlalu bersemangat karena memikirkan Siska, beda dengan Rahma dan juga keluarganya, mereka begitu antusias dengan liburan kali ini.
Aku mencoba menghubungi Siska, tetapi ia tidak mau mengangkat teleponnya atau membalas pesan dariku.
"Kamu lagi ngapain, Mas?" tanya Rahma, ia langsung duduk di sampingku dan memperhatikan raut wajahku yang tengah galau. "Mas, kami kok kayak nggak semangat gitu berlibur ke pantai, kamu nggak senang ya kalau keluarga besar aku ikut semua."
"Bukan begitu, aku lagi mikirin Siska di rumah." Mendengar kata Siska membuat wajah Rahma berubah masam, ia pasti kesal ketika aku membahas Siska.
"Buat apa sih kamu mikirin Mbak Siska, kan kamu lagi sama aku."
"Aku cuma kepikiran aja, kok bisa sih dia datang ke rumah ibu kamu."
"Udahlah jangan mikirin Mbak Siska, kepala aku tuh lagi pusing makanya aku ajak kamu ke pantai supaya pikiran kita itu fresh, jangan coba-coba mengingat masalah yang kemarin, aku lagi malas membahasnya." Selesai berbicara, ia langsung bangkit dari duduknya dan melanjutkan liburannya untuk bermain di pantai bersama keluarga besarnya. Sedangkan diriku masih diam termenung memikirkan Siska yang bisa datang ke rumah Mertuaku.
Dan lebih parahnya, ia ingin merampas motor yang sudah aku berikan ke mertua beserta uang, jika ia berhasil merampas motor tersebut aku tidak bisa lagi melakukan apa-apa karena memang faktanya aku memberikan Mertuaku motor menggunakan tabungan milik anakku, mau tidak mau Siska harus menyitanya.
Setelah berlibur ke pantai, akhirnya kami semua pulang ke rumah, tak lupa aku mengecek dompetku untuk melihat keadaan uangku. Ternyata sisa uangku tinggal satu juta, padahal aku baru saja meminjam kepada temanku sebesar 5 Juta.
Untuk saat ini, aku terpaksa meminjam uang kepada temanku karena Siska sudah tidak mau lagi memberikan aku uang kecuali aku memintanya untuk kepentingan yang jelas, kalau untuk menafkahi Rahma dan juga anaknya. Siska menyuruhku untuk mencari uang yang lain.
Butuh waktu 5 jam untuk sampai rumah, bahkan bahan bakarmobilku sudah hampir habis. Terpaksa aku mengisi bahan bakar dengan sisa uang 1 juta. Keluarga Rahma mana mau ikut patungan membeli bahan bakar.
"Rahma bilang sama suami kamu beliin kita semua makanan," ujar mertua, aku tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka berdua di dapur saat ingin mengambil minuman.
"Makanan apa, Bu? Memangnya Ibu tidak masak?"
"Ibu lagi malas masak, mumpung lagi ada suami kamu suruh dia beli makanan yang banyak kita semua pada laper. Habis pulang dari pantai perut belum diisi lagi."
"Oke bu." Kuhembuskan nafasku secara perlahan, lebih baik aku kembali ke kamar. Saat masuk kamar, aku langsung merebahkan tubuhku di atas ranjang. Setidaknya tubuh ini bisa beristirahat sejenak.
"Mas, aku minta uang dong. Aku mau beli makanan, kita semua lapar belum ada yang makan. Ibu lagi nggak ada uang." Sudah kuduga, ia pasti akan meminta uangku. Perlahan aku bangkit dan mengeluarkan uang 1 lembar.
"Ini uangnya, aku cuma ada segini." Dahi Rahma sedikit berkerut. Ia heran kenapa aku hanya bisa kasih uang segini. "Kok diam? Ini ambil uangnya, katanya mau beli makan?"
"Serius kamu kasih aku uang segini, uang 100.000 dapat apa Mas?"
"Beli apa aja terserah kamu, yang penting uang 100.000 itu cukup untuk kita semua makan.x
"Walaupun aku membeli makanan yang murah, tetap saja Rp100.000 ini nggak cukup, Mas. Kamu tahu sendiri kan keluarga aku banyak, apalagi di sini ada kakakku dan juga istrinya, masa kamu kasih aku Rp100.000 sih!" gerutunya.
"Kalau kurang, kamu minta sajalah sama kakakmu untuk membeli makan. Jangan hanya mengandalkan uangku saja, uangku sudah habis saat kita jalan-jalan ke pantai tadi. Harusnya kamu ngertiin aku dong kalau bisa jangan terlalu boros ya. Kamu tahu kan keuanganku sedang tidak stabil, aku juga tidak bisa sembarangan meminta uang kepada Siska."
"Kamu kok jadi perhitungan gitu sih sama aku, kalau aku minta sama Kakakku untuk membeli makanan, justru tidak enak, mereka ini kan tamu beda sama kamu."
"Bedanya apa? Di sini kan aku menantu juga sekaligus tamu, masa bisa dibedakan sih."
"Sudahlah, Mas. Engak usah banyak bicara, intinya uang segini mana cukup untuk makan satu keluarga, aku butuh lagi, Mas. Lagi pula kamu kan masih menginap di rumah Ibu. Seharusnya kamu berpikirlah bahwa uang segini juga tidak akan cukup untuk memberikan makanan satu keluargaku."
"Untuk sementara aku hanya bisa memberikan kamu uang apa adanya. Seharusnya kamu bersyukur, aku bisa memberikan kamu uang, kamu tahu tidak uang yang aku dapatkan dari mana, ini juga hasil pinjaman dari temanku."
"Loh, kenapa kamu harus pinjam uang ke temanmu? Bukankah kamu sendiri punya uang?"
"Aku memang punya uang, tetapi harus melalui Siska dulu."
"Inilah yang tidak aku suka darimu, Mas. Kamu terlalu takut dengan Mbak Siska, akibatnya kamu tidak bisa mendapatkan uang seperti biasa, kalau seperti ini bagaimana kamu menafkahiku dan juga anakku kamu juga belum memberikan uang kepada ibuku." Ia berdengus kesal ia menghentakkan kakinya dan pergi meninggalkanku di sini.
Malamnya, kita semua sudah berkumpul di meja makan. Rahma juga sudah membeli beberapa lauk untuk dimakan bersama, tapi ada perkataan mertua yang membuatku sedikit tersinggung.
menceritakan wanita kuat.
recommended banget
bodoh yg berkepanjangan sekarang rasakan akibatnya