Tiga tahun menjalin hubungan pernikahan, Gempita mengetahui kalau suaminya telah berselingkuh dengan wanita yang lebih muda.
Dalam situasi seperti ini, ia menghadapi kebingungan. Satu alasan yang tidak bisa diungkap. Apakah bercerai atau mendiamkan perbuatan Melvin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon renita april, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Terduga
"Beli saja," kata Gempi.
"Sayang, hanya satu barang." Melvin memang berniat begitu karena harga tas edisi khusus ini terlalu mahal.
"Aku bilang beli saja."
Melvin tersenyum. "Terima kasih, ya, Sayang. Kamu sungguh pengertian."
Bahkan untuk hal ini saja Melvin tidak peka. Maksud Gempi jelas ia tidak mengizinkan suaminya membeli barang mewah untuk istri kedua. Terlebih lagi ini di depan istri pertama. Apa ia selama ini terlalu baik sampai Melvin pun seolah tidak paham bagaimana menjaga hati dari istri pertamanya.
Melvin memanggil pelayan yang menggunakan sarung tangan untuk mengambil tas dalam etalase kaca. Sungguh barang berharga sampai dua orang wanita yang memegang barang tersebut saking mahalnya dan tentu saja tidak ingin terlihat cacat.
Warnanya putih gading dengan detil emboss serta kunci emas asli. Ditambah pinggiran tas ini dihiasi berlian yang tentu saja sesuai harga. Yang memiliki tas ini hanya kalangan tertentu serta selebriti. Di Indonesia, selebriti bernama Asyyila pernah memakainya.
"Sayang, aku pinjam kartu keanggotaanmu."
Tentunya membeli barang ini tidak mudah. Harus ada member di mana setiap pelanggan sudah banyak membeli barang dengan merek tersebut. Dari peralatan dapur sampai kosmetik yang dikeluarkan oleh brand ini, dan barulah tas impian dapat dibeli dengan mudah.
Gempita menunjukan identitas pelanggannya agar Melvin bisa membeli tas tersebut. Dengan mudah suaminya ini mengeluarkan kartu hitam keluaran bank ternama dunia dan membayar tas itu.
Melvin tersenyum saat paper bag oranye telah berada di tangannya. "Nindi pasti senang banget."
"Bawa barang belanjaanmu sendiri." Gempi meletakan semua paper bag dengan keras di lantai dan membuat kaget Melvin serta pegawai toko. Ia langsung berjalan cepat keluar hingga Melvin berteriak memanggil namanya.
"Sayang, Gempita!" teriak Melvin. Ia hendak menyusul, tetapi terhambat karena harus membawa barang belanjaan.
Melvin keluar dengan kedua tangan yang membawa barang belanjaan. Ia menoleh ke kiri dan kanan, tetapi tidak menemukan istrinya.
"Ke mana dia?" Melvin berdecak, merasa khawatir. Takut saja istrinya itu diculik orang asing. Melvin mencoba menelepon, tetapi panggilannya tidak diangkat.
Sementara Gempita terus saja berjalan tanpa arah dengan mulut menggerutu hingga ia berteriak karena tiba-tiba saja ada yang menarik dirinya.
"Tolong!" teriaknya, lalu sedetik kemudian mulutnya terdiam. Ia dibungkam, mata melotot karena di depannya ini adalah Cal.
"Kamu bisa menarik perhatian. Diam saja, oke!"
Gempita mengangguk, barulah Cal menarik tangannya. Namun, Gempita masih tidak bicara lantaran Cal mengganti tangan dengan bibirnya.
Keduanya saling menyatukan bibir. Yang awalnya Gempi tidak mau, tetapi ia hanyut akan buaian dari sang vokalis.
"Kenapa kamu bisa di sini?" tanya Gempi, setelah keduanya mengakhiri penyatuan bibir itu.
"Aku memang mengikutimu. Buat cemburu saja."
"Astaga! Kamu tahu kalau kita bisa saja ketahuan, kan? Eh, maksudku kamu yang bisa saja ketahuan oleh paparazi. Kurasa kita harus akhiri ini, Cal. Terlalu beresiko."
"Jika kamu mau agar hubungan ini tidak ketahuan, aku akan keluar dari Walker High."
"Meski kamu sudah keluar, tetapi kepopuleran kamu masih melekat. Paparazi semakin gencar untuk mencari tahu alasan kenapa kamu meninggalkan grup band, lalu muncullah skandal yang kita tidak tahu."
"Jangan berpikir terlalu jauh, Gempi." Cal kembali mengecup bibir kekasihnya. "Sebaiknya kita jalan-jalan. Aku lihat kamu marah dengan suamimu itu. Padahal dia membelikanmu tas mahal."
"Tas itu bukan untukku."
"Lantas, untuk siapa?"
Gempita langsung memandang Cal. Ia belum cerita mengenai Melvin yang menikah lagi.
"Kamu sudah tahu aku sedang kesal, kan? Lebih baik jangan menambah kekesalanku lagi."
"Oke, aku enggak akan bahas lagi. Kita jalan saja."
Suami sendiri tengah pusing mencari, tetapi Gempi menghabiskan waktunya bersama Cal dengan mengunjungi beberapa tempat yang belum sempat keduanya datangi selama berada di Milan.
"Besok, aku akan pergi ke Venesia," kata Gempi.
Saat ini, keduanya berada di motel yang Cal sewa. Hari sudah malam, tetapi Gempi sama sekali tidak ingin kembali ke hotel.
"Aku akan ikut bersamamu."
Gempita tahu jika Melvin pasti mencari dan tengah marah saat ini. Tapi, kejadian tadi siang membuatnya kesal.
"Gempita ...." Cal meraih dagu itu, saat ingin menyentuh bibir, Gempi memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Aku harus kembali ke hotel. Melvin pasti mencariku."
Cal menghela napas panjang. "Baiklah, kita pulang."
Jika diturutkan niat dan napsu, Cal sudah pasti meniduri Gempi saat ini lagi. Tapi, ia juga tidak mau memaksa, kecuali atas persetujuan wanita itu sendiri.
Bersama Gempita seharian saja sudah membuat senang. Jadi, Cal tidak akan mengharapkan lebih dari ini.
Keduanya memutuskan kembali ke hotel. Cal turun di pertengahan jalan karena ia tidak mau sampai membuat Gempi berada dalam masalah.
Sampai di kamar hotel, seperti yang sudah Gempi duga, Melvin marah-marah karena telepon serta pesannya tidak dibalas.
"Kamu tahu, aku ingin sekali panggil polisi karena kamu menghilang. Dari mana saja kamu? Kelakuan seperti anak kecil. Kamu sadar sudah buat aku khawatir?"
"Maaf ...." Gempi langsung membuka pakaian, lalu masuk kamar mandi.
"Dia ...." Melvin sampai tidak bisa berkata apa-apa lagi lantaran tingkah istrinya. Ia yang khawatir, tetapi Gempi dengan santainya hanya mengucapkan satu kata.
Dua puluh menit, Gempi keluar dari kamar mandi dengan rambut basah. Saat ia duduk di meja rias, Melvin langsung mengambil handuk kecil, kemudian membantu istrinya itu mengeringkan rambut.
"Aku mencoba untuk adil. Nindi minta tas itu karena ia mengalah. Aku sengaja enggak mau bawa dia ke Italia karena kamu, Sayang. Aku enggak mau dia ganggu kita. Kamu juga harus tahu jika Nindi itu istriku."
"Aku tahu. Nindi adalah istri kesayanganmu. Istri yang memuaskanmu dalam segala hal. Aku tahu tanpa kamu sebut. Aku hanya marah sesaat. Lupa kalau suamiku ini bukan lagi milikku seorang." Gempi bangkit dari duduknya.
"Rambutmu belum kering. Kamu bisa kena flu nanti."
"Flu saja tidak ada apa-apanya. Ada yang lebih sakit dari itu. Membuatku trauma, tidak percaya, dan berbuat kesalahan."
Gempita langsung naik ke atas tempat tidur, lalu menarik selimut sampai batas leher. Ia sengaja memposisikan diri menyamping karena bila Melvin tidur di sisinya, maka ia dalam keadaan membelakangi.
"Tasnya buat kamu. Tapi, jangan marah lagi," kata Melvin.
Mendengar ucapan Melvin, malah membuat Gempi meradang. Ia beringsut bangun. "Kamu pikir aku enggak mampu beli? Kamu pikir aku berbuat begini karena iri pada Nindi? Kamu enggak pernah ngerti aku, Melvin!"
"Semua serba salah. Kamu, tuh, sebenarnya mau apa, hah?" Melvin sudah sangat kesal.
"Cerai. Aku mau cerai!"
"Gempita!" bentak Melvin. "Ngomong sekali lagi, aku bunuh kamu!"
Gempita kaget mendengarnya. Melvin sampai mengatakan hal yang di luar pikiran.