"Aku mencintai Humairah, gadis cantik yang mempunyai suara indah dan merdu itu."
Shaka begitu bahagia saat kedua orangtuanya akan menjodohkannya dengan gadis yang dia kagumi. Dia merasa takdir benar-benar menyatukannya dengan Humairah, gadis sholeha, yang memiliki wajah cantik tersembunyi dan hanya dia yang beruntung mendapatkannya.
Gabungan: Sahabatku Ambang Pernikahanku
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon skyl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 9
Sudah hampir setengah bulan Humairah tinggal di sana. Dan tidak ada yang berubah sikap Arika kepadanya, Humairah begitu disayangi dan dianggap oleh anaknya sendiri.
Humairah juga sudah tak seperti sebelumnya yang begitu canggung dan sungkan kepada mereka.
"Humairah sini kamu bantuin tante kalau kamu udah enggak belajar."
"Baik tante."
Humairah dan Arika menuju dapur untuk membuat kue bersama.
"Mau ada tamu ya, Tan? Makanya mau buat kue banyak?" tanya Humairah
"Iya sayang, teman tante mau berkunjung ke sini. Makanya tante mau buatin mereka kue.'
Humairah manggut-manggut. Mereka pun fokus untuk membuat adonan kuenya.
"Kamu aduk yang ini dulu, Hu. Tante mau ke kamar."
"Iya Tan."
Arika pergi dari sana. Bertepatan Arika ke kamar. Shaka dan Arvi masuk ke dalam rumah, mereka habis olahraga pagi.
Mumpung hari ini adalah hari minggu. Jadinya mereka menyempatkan untuk berolahraga mengelilingi komplek.
"Nitip bang minum." Arvi duduk di sofa dengan keringat membasahi wajahnya.
Shaka menuju dapur untuk mengambil minum. Pemuda itu melirik sekilas kepada Humairah yang tengah fokus mengaduk adonan kue.
"Hem..." Shaka berdehem keras. "Geser dikit."
Humairah geser ke samping, Shaka pun menuangkan air minum ke gelasnya.
"Kamu ngapain?" tanya Arika yang baru saja datang.
"Ambil minum, mom." Shaka pergi dari sana meninggalkan mereka.
"Dasar anak aneh."
"Tukan ibunya aja bilang dia aneh," batin Humairah.
...----------------...
Selesai membuat kue, Humairah kembali ke kamar untuk membersihkan dirinya. Begitu pun dengan Arika kembali ke kamar.
Mereka di hari minggu sibuk dengan urusan masing-masing.
Shaka, Arvi anak muda itu juga sedang berada dalam kamar. Sedangkan Ainun bersama dengan sang daddy di taman.
"Daddy. Daddy mikirin apa?" tanya Ainun.
"Enggak mikirin apapun, nak. Mending Ainun masuk terus mandi. Nanti mommy marah-marah kalau Ainun belum mandi sampe sekarang."
"Oke." Ainun masuk ke dalam rumah menuju kamarnya untuk mandi.
Raiden menghela napas, dia juga menuju kamarnya.
"Arika."
"Iya mas?" Arika menoleh saat melihat suaminya masuk ke dalam kamar.
"Kamu benaran dengan keinginan kamu ini?" tanya Raiden duduk di tepi ranjang.
Arika menghentikan aktifitasnya yang sedang dandan. Dia mendekati suaminya.
"Aku yakin, mas."
"Bagaimana tanggapan kedua orang tua Humairah?" tanya Raiden.
"Uminya Humairah belum cerita ke ayahnya Humairah tentang ini."
"Terus bagaimana dengan Humairah sendiri?" tanya Raiden lagi.
Arika terdiam mendengar pertanyaan suaminya.
"Kamu mengambil keputusan tanpa persetujuan mereka. Bagaimana jika mereka tidak setuju?"
"Orang tua Humairah akan setuju, mas. Dan Humairah akan mengikuti keinginan orang tuanya."
Raiden menghela napas panjang. Dia enggak tau jalan pikiran istrinya itu.
"Mas cuma mau yang terbaik buat anak-anak. Jika memang ini yang terbaik, mas akan setuju."
Arika tersenyum dia memeluk suaminya.
"Semuanya akan baik-baik saja mas. Saat orang tua Humairah datang, kita akan membicarakannya."
"Baiklah, segera bersiap. Mas sudah lapar."
...----------------...
Kamarnya diketuk membuat Humairah yang sedang memakai hijabnya segera beranjak untuk membukanya.
"Kejutan."
Humairah menutup mulutnya saat melihat kedua orang tuanya berdiri di depan kamarnya.
Humairah langsung memeluk keduanya dengan erat.
"Kalian ke sini enggak bilang-bilang Humairah?"
"Kan buat kejutan, sayang."
Anggap saja mereka memakai bahasa kampung mereka. Author takutnya enggak semua tau bahasa daerah Author.
Arika datang dan mengajak mereka untuk makan bersama di bawah.
Hati Humairah begitu bahagia, sangat bahagia. Dia begitu antusias melayani orang tuanya, membuat keduanya merasa sungkan dengan tuan rumah.
"Ayo makan, tidak perlu sungkan," ucap Raiden membuat mereka mengangguk.
Shaka menatap pergantian kedua orang tua Humairah.
"Shaka kenapa bengong, ayo makan."
"Iya dad."
Setelah makan bersama, kedua orang tua sedang berbicara serius.
"Bagaimana, pak?" tanya Raiden.
Kedua orang tua Humairah saling memandang, merasa bimbang.
"Mereka masih pelajar, pak Raiden."
"Saya sangat tau itu, pak Abi. Tapi ini hanya menghindari kesalahpahaman nanti. Kami bukan tak ingin memberi tumpangan untuk Humairah, tapi bagaimana respon tetangga nanti jika mengatahui ad seorang gadis di rumah kami?"
"Saya mempunyai dua anak bujang, pak Abi. Dan saya takut salah satu dari mereka..."
Abian mengangguk mengerti. Raiden pun menghela napas panjang.
"Kalian tenang saja, mereka tidak akan bersama sebagai pasangan suami istri pada umumnya, mereka akan kami beri jarak sampai mereka lulus sekolah."
"Kami hanya menyerahkan semua ini kepada Humairah dan anak kalian."
Arika tersenyum, dia memanggil Shaka, Arvi dan Humairah untuk bergabung bersama.
"Ada apa mom?" tanya Shaka dan Arvi begitu pun dengan pertanyaan Humairah.
Abian memberi ruang kepada Raiden untuk berbicara.
"Arvi..."
"Kenapa dad?"
"Daddy mau bicara. Daddy ingin melakukan perjodohan."
"Perjodohan?" ucap mereka bersamaan.
"Perjodohan apa yang kalian maksud?" tanya Shaka, dia menatap sekilas kepada Humairah dan orang tua gadis itu.
Shaka membenci pikirannya. Hatinya berdebar, apa Arvi akan di jodohkan oleh Humairah?
"Kenapa dengan Arvi, dad?" tanya Arvi penasaran.
"Daddy mau menjodohkan..."
"Shaka mau buang air kecil dulu." Shaka berdiri dan pergi dari sana.
Shaka masuk ke dalam kamar mandi. Dia menatap wajahnya di depan kaca.
"Itu tidak mungkin kan? Tidak, Arvi tidak akan mengambil Humairahku."
...----------------...
"Shaka kemarilah, kami belum selesai berbicara. Kamu malah pergi begitu saja."
Shaka menghela napas panjang, dia kembali bergabung bersama mereka.
"Jadi kami berniat menjodohkan kamu dengan Humairah, dan berharap kalian menerima perjodohan ini." Tatapan Raiden menatap Shaka.
Shaka bingung, dia menunjuk dirinya sendiri membuat Raiden mengangguk.
"Shaka dad, mom?" tanya Shaka membuat kedua orang tuanya kembali mengangguk. "Tapi kenapa? Kenapa kalian tiba-tiba melakukan perjodohan ini?" tanya Shaka padahal dalam hatinya dia begitu bahagia mendengarnya.
Sedangkan Humairah menatap kedua orang tuanya, meminta penjelasan mereka.
"Humairah, kamu terima ya nak?"
"Tapi kenapa, umi? Kalian tau kalau kami masih sama-sama pelajar."
Arika berpindah posisi ke dekat Humairah, Humairah pun menunggu apa yang akan Arika ucapkan.
"Humairah tante sangat sayang sama kamu, tante sangat ingin kamu jadi menantu tante. Tante tau perjodohan ini sangat terburu-buru dan salah karena kalian masih di bawah umur, tapi tante ingin kalian bersama. Bukan hanya itu, Tante hanya ingin ada yang menjaga kamu, Shaka akan menjagamu, nak."
Humairah terdiam, dia memejamkan matanya. Lalu ia hembuskan secara perlahan.
"Humairah enggak tau."
Arika menatap Halisa, umi Humairah. Tatapan itu terlihat memohon untuk membujuk Humairah.
Halisa mengangguk. Humairah meninggalkan mereka, menuju kamar untuk menenangkan diri.
"Nanti saya bujuk dia," ucap Halisa menenangkan temannya.
"Pokoknya perjodohan ini harus terjadi, Lis. Aku ingin mereka bersama."
Shaka hanya diam melihat mommynya memohon kepada kedua orang tua Humairah.