Raya, Jenny, Nabilla, dan Zaidan. Keempat gadis yang di sangat berpengaruh di salah satu sekolah favorit satu kota atau bisa dibilang most wanted SMA Wijayakusuma.
Selain itu mereka juga di kelilingi empat lelaki tampan yang sama berpengaruh seperti mereka. Karvian, Agam, Haiden, dan Dio.
Atau bagi anak SMAWI mereka memanggil kedelapannya adalah Spooky yang artinya seram. Karena mereka memiliki jabatan yang tinggi di sekolahnya.
Tentu hidup tanpa musuh seakan-akan tidak sempurna. Mereka pun memiliki musuh dari sekolah lain dimana sekolah tersebut satu yayasan sama dengan mereka. Hanya logo sekolah yang membedakan dari kedua sekolah tersebut.
SMA Rajawali dan musuh mereka adalah Geng besar di kotanya yaitu Swart. Reza, Kris, Aldeo, dan Nathan. Empat inti dari geng Swart dan most wanted SMAJA.
Selain itu ada Kayla, Silfi, Adel, dan Sella yang selalu mencari ribut setiap hari kepada keempat gadis dari SMAWI.
Dan bagaimana jika tiba-tiba SMAJA dipindahkan ke sekolah SMAWI?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon oreonaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21 : Kenangan Yang Harus Dikubur
“Hiks..hiks...huhu...Ayah...Aya takut hiks..disini belisik Ayah...hiks...”
Terdengar suara gadis kecil menangis di dekat pepohonan area taman. Gadis kecil itu tersesat dan berakhir di taman yang ramai ini.
Gadis kecil yang bernama Aya ini sebenarnya tadi sedang berjalan-jalan bersama Bibi pengasuhnya. Niat hati tidak ingin keluar rumah tetapi Bibi pengasuhnya berniat baik agar Aya bisa menghirup udara bebas dan agar Aya bisa mendapatkan teman di luar.
Tetapi tiba-tiba Aya berlari menjauh karena mereka semakin mendekati area ramai dan terdengar suara-suara bising dalam otaknya. Gadis kecil itu terkejut dan langsung berlari.
“Eh! Non Aya? Non jangan lari Non!” Teriak panik bibi pengasuhnya.
Bibi pengasuh pun berlari mengejar gadis kecil itu tetapi seketika ia kehilangan jejak. Entah larian gadis kecil itu yang cepat atau Bibi pengasuh yang larinya lamban.
Sementara gadis kecil yang dipanggil Aya masih fokus berlari sembari menutup telinganya rapat-rapat. Ini yang tidak Aya sukai jika keluar rumah. Meskipun Aya masih kecil tapi ia sudah paham tentang hal ini. Ya Aya mempunyai kemampuan mendengarkan pikiran dan kata hari orang lain.
Kemampuan itu muncul saat ia berumur 2 tahun dan sekarang ia berumur 3 tahun sudah 1 tahun ia jalani dengan kemampuan ini. Tetapi belum ada yang mengetahuinya karena Aya sendiri tidak menceritakan ke siapa-siapa. Awalnya memang ia tidak paham dan tidak tahu tetapi karena ia selalu dikurung di rumah sendirian karena sang Ayah yang selalu menatapnya penuh benci.
Aya sudah pandai membaca saat umurnya 2 tahun setengah tepat saat kemampuan itu muncul. Bibi pengasuh yang melihat Aya sudah pandai membaca sangat senang dan memberitahukan kepada sang Tuan besar tetapi responsnya yang di dapat dari Ayah Aya pun hanya bentakan dan sikap kasar tanpa peduli.
Akhirnya Bibi pengasuh selalu memberikan buku-buku agar Aya bisa membaca agar semakin pintar. Kata Bibi jika Aya pintar, Ayah akan sayang kepadanya. Dan salah satu buku yang membuatnya paham akan kemampuannya itu adalah buku yang berjudul Jhon Egan – Anak Ajaib yang Mampu Membaca Pikiran Orang Lain, penulis M. J. Hyland.
Aya membaca dengan lamat-lamat dan mencoba memahami dan akhirnya ia pun paham apa arti kemampuannya. Ia senang tentu apakah Ayahnya akan senang pula? Ia tidak tahu.
Tapi 1 kata yang dapat Aya rasakan dari kemampuannya ini adalah bencana. Ya karena kemampuan ini Aya yang berumur 2 tahun seharusnya dapat tidur dengan nyenyak tetapi Aya sering bergadang karena tidak bisa tidur. Kepala terlalu berisik.
Karena itu ia memutuskan untuk mengurung dirinya di rumah. Di rumah ia tidak terlalu bisa mendengar pikiran orang lain karena hanya sedikit orang yang tinggal tapi jika ia di luar Aya dapat menyimpulkan bahwa di luaran sana akan sangat ramai. Jika diajak keluar oleh Bibi pengasuh ia akan menolak. Kecuali hari ini karena ia ulang tahun yang ke 4, bibi pengasuh memutuskan untuk mengajaknya berjalan-jalan.
Kembali lagi saat ini Aya berlari sampai suatu taman yang ramai. Ia bersembunyi dekat pepohonan rindang dan menekuk lututnya. Menutup telinganya rapat-rapat dan berharap jika Ayahnya akan menemukannya. Meskipun itu hal yang tidak dapat ia bisa harapkan karena Ayahnya sangat tidak memedulikan dirinya. Bahkan membencinya.
“Kamu kenapa?”
Tiba-tiba ada suara dan seseorang yang duduk di sampingnya.
Aya yang semula memejamkan matanya seketika membuka matanya dan menoleh menatap seseorang yang duduk di sebelahnya.
“Kamu nangis?” Tanyanya. “Aku punya es krim blueberry, kamu mau? Kata Bunda kalau sedih makan es krim.” Disodorkannya es krim yang ia gigi separo itu kepada Aya.
“Siapa?” Lirih Aya takut-takut.
“Aku? Aku Eza! Hehe.” Cengir laki-laki kecil imut itu. “Kamu gak mau es krim ini?” Tawar Eza.
Aya menggeleng.
“Kamu tersesat ya?”
Aya mengangguk polos menatap Eza di sebelahnya yang sibuk menjilat es krim blueberry nya.
“Kamu kesini sama siapa? Siapa tahu nanti aku bisa cari in.” Ujarnya.
“A-aku lali tadi. Telus gak tahu udah sampai sini.”
“Nama kamu siapa?” Tanya Eza.
“Nama aku Aya.”
Eza tersenyum manis, “Oke Aya, ikut Eza yuk ke bunda. Nanti bunda Eza bantuin Aya.”
Eza pun menarik tangan Aya yang sudah tidak memegang erat telinganya dan membawa Aya ke arah rumahnya yang dekat taman ini.
Tanpa Aya sadari pun sejak kedatangan anak kecil bernama Eza, Aya tidak dapat mendengar suara-suara bising itu lagi. Seakan-akan Panca indra Aya fokus ke satu titik yaitu Eza.
...
...
“Eza!” Teriak Aya keluar rumah. Menatap Eza yang berdiri di depan pagar rumahnya.
Rumah Eza dan Aya hanya beda blok tidak terlalu jauh. Eza selalu menghampiri Aya menggunakan sepedanya dan mengajak Aya bermain setiap sore. Ya jika Ayah Aya tidak berada di rumah Aya bisa bebas keluar rumah tapi jika ada sang Ayah, Aya tidak boleh keluar rumah sama sekali. Jika Eza ke rumah Aya dan ada Ayah Aya satpam rumah akan memberitahu Eza dan berakhir Eza akan pulang dengan lesu karena tidak dapat bertemu dengan Aya.
Selama ini semua penjaga dan pelayan di rumah tutup mulut dan membiarkan Aya keluar rumah jika sang Tuan tidak ada. Ya semua penjaga dan pelayan sangat menyayangi Aya karena Aya adalah anak dari Nyonya besar dan telah menitipkan sang anak kepada mereka sebelum meninggal.
Sekarang Eza membawa Aya ke rumah Eza. Bermain berdua diruang tamu Eza. Sang Bunda Eza sedang memasak makan malam. Keluarga Eza sangat menerima kehadiran Aya karena Eza anak satu-satunya dan Bunda Eza sangat ingin mempunyai anak perempuan. Dan Aya sangat di sayangi di keluarga ini. Ya kasih sayang dari seorang Bunda dan Ayah pertama kali ia rasakan. Meskipun di rumah semua penjaga dan pelayan menyayanginya tetapi rasanya begitu berbeda jika Bunda atau Ayah yang menyayangi kita.
“Aya! Ayo coba tebak aku sedang membicarakan apa di dalam hati ku?” Tanya Eza. Eza adalah orang pertama yang tahu kelebihannya. Dan Eza menyambut dengan antusias.
“Tidak bisa!”
“Kenapa?”
“Tidak tahu. Pokoknya kalau Aya dekat dengan Eza semuanya tidak bisa didengar.” Ujar Aya dengan mata sibuk memainkan mobil-mobilan Eza.
“Yahh!! Jadi Aya tidak tahu yang dipikirkan Bunda?” Tanya Eza. Aya pun menggeleng.
...
...
“Aya main yuk!”
“Stt! Tuan Eza di rumah ada Tuan Besar. Jadi Nona muda tidak bisa keluar rumah.”
Satpam rumah langsung keluar dengan panik saat mendengar suara teriakan anak kecil. Takut jika Tuan besar mendengar suara anak kecil yang memanggil anaknya.
Bagi tuan besar, nona muda adalah aib bagi keluarganya jadi harus ditutupi agar tidak ada yang boleh tahu jika ia mempunyai anak perempuan.
“Yahhh! Padahal Eza mau ke kebun binatang makanya Eza pagi-pagi kesini.” Ujar Eza lesu.
“Apa sore juga Pak Andreas masih di rumah?” Tanyanya.
“Hari ini Tuan besar libur. Jadi Tuan Eza pulang saja ya. Jika nanti Tuan besar kembali bekerja, Tuan Eza bisa bermain kembali bersama Nona Aya.” Ujar Pak Asep.
“Ya udah deh, Eza pulang dulu ya Pak Asep. Titip salam sama Aya. Bye-bye.” Eza pun mengayuh sepedanya pulang ke rumah tanpa membawa Aya.
...
...
“Aya! Ayo main!”
“Eza? Kenapa ke rumah?”
Saat ini Aya sudah tidak cadel lagi karena ia sudah berumur 5 tahun. Berarti pertemanan Aya dan Eza sudah berjalan 1 tahun lamanya.
“Ayo main! Eza punya mainan baru.” Saut Eza antusias.
Aya gugup, tangannya gemetar. “Ma-maaf Eza. Aya gak bisa ikut main dulu.”
“Kenapa? Udah 2 bulan loh kita ga main. Apa Ayah Aya di rumah?” Tanyanya.
Aya menggeleng, “Tapi nanti Ayah Aya pulang. Aya gak bisa keluar rumah dulu. Sekarang Ayah Aya sering pulang ke rumah.” Ujar Aya.
“Yahhh...” Lesu Eza.
Tapi seketika berubah saat Eza mengingat sesuatu. Ia merogoh kantong celananya dan memberikan 2 gelang sepasang untuknya dan untuk Aya.
“Aya ini aku kasih gelang, dipakai ya. Jangan sampai hilang. Pokoknya dipakai terus sampai kita besar!” Ujar Eza.
“Buat apa? Tanya Aya polos.
“Ini gelang pertanda persahabatan kita. Hehe.” Cengirnya.
Aya pun tersenyum, “Okey Aya pakai.” Aya pun memakai gelang itu.
“Cantik.” Gumam Eza.
“Ya udah Eza pulang dulu ya, besok kita main lagi. Bye-bye!”
...
...
“APA INI?! KAU GILA?!”
Tiba-tiba suasana rumah ini begitu dingin dan mencekam. Entah siapa yang melapor semua kegiatan Aya dan kemampuan Aya bocor seketika dan terdengar sampai ke telinga sang Ayah.
Padahal hanya Eza yang mengetahui kemampuannya bahkan penjaga dan pelayan di sini tidak mengetahui, bibi pengasuhnya pun juga tidak mengetahui. Ditambah Ayahnya memergokinya saat di dalam kamar sedang menutup telinganya sembari berteriak-teriak. Tentu Ayahnya murka ada kecacatan dalam diri Aya.
“SIAPA YANG SUDAH MENGETAHUI HAL INI HAH?!” Bentak Andreas.
Saat ini Andreas membawa Aya ke dalam ruang kerjanya. Hanya mereka berdua.
“DAH KAU BERANI-BERANINYA KELUAR RUMAH SAAT AKU TIDAK ADA HAH?! DASAR TIDAK TAU DIRI! BAJINGAN!” Teriak Andreas melempar vas bunga ke arah Aya yang sedang bersimpuh di depannya.
PRANG!
Vas bunga itu mengenai pintu tepat belakang Aya dan Aya hanya mengenainya sedikit.
“AKU SUDAH MEMBIAYAI MU DAN KAU MALAH BERTERIAK-TERIAK TIDAK JELAS DIDALAM KAMAR? KAU MALAH JADI GILA HAH?!”
“A-A-Aya tidak gila. Aya bisa mendengar pikiran dan kata hati o-orang-orang.” Ujar Aya membela.
“Bisa membaca pikiran orang? Apa aku percaya?! Kata gila yang pantas untuk dirimu saat ini!” Ujar Andreas sembari mendekati tubuh ringkih Aya.
Aya yang melihat Ayahnya mendekat pun hanya memejamkan matanya. Ia takut, gugup, khawatir, jadi satu.
Andreas pun menarik rambut anaknya sampai menghadap ke atas. Anak? Andreas saja tidak mengakui Aya sebagai anaknya malah ia anggap Aya adalah aib, bencana, musibah yang datang di keluarga kecilnya.
“Jika hal itu sampai di dengar orang lain hal itu akan membuat nama Aafreeda rusak kau tahu itu?” Desisnya mencengkeram kuat rambut Aya.
“Sa-sakit A-ayah!”
“JANGAN PANGGIL AKU AYAH! AKU BUKAN AYAH MU!” Andreas langsung menyentakkan kepala Aya ke depan sampai menghantam lantai.
DUAK!
“Arghsss!” Ringis Aya.
“STEVEN!” Panggil Andreas. Tangan kanan Andreas.
“Bawa dia dan kirimkan dia ke rumah sakit jiwa hari ini. Kurung Dia di rumah sakit jiwa selama 5 tahun! Dia sudah gila dan melantur!” Ujarnya menyuruh Steven. “Dan ganti semua pelayan dan penjaga di rumah ini dengan orang yang baru! Semua tidak becus!” Sambungnya.
“Baik Tuan!” Steven tidak bisa membantah karena ia sudah mengabdi kepada Andreas 8 tahun lamanya.
Steven menggendong Aya yang meringis menahan sakit dan pusing di kepalanya sembari membisikkan sesuatu di telinga Aya.
“Maafkan paman.” Ujar Steven.