Jia Andrea selama lima tahun ini harus bersabar dengan dijadikan babu dirumah keluarga suaminya.
Jia tak pernah diberi nafkah sepeser pun karena semua uang gaji suaminya diberikan pada Ibu mertuanya.
Tapi semua kebutuhan keluarga itu tetap harus ditanggung oleh Jia yang tidak berkerja sama sekali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 11
Rangga pun mengangguk mengerti.
"Dasar bodoh." Batin Manda yang melihat Rangga mengangguk mempercayai ucapannya.
Beberapa menit kemudian, Mayang dan Litta datang membawa minuman dan beberapa camilan untuk suguhannya.
"Ini Pak, Bu, Nak silahkan di minum dan di makan. Adanya cuma ada seperti ini." Ucap Bu Arum yang berusaha sopan.
"Iya Bu terima kasih." Jawab Bu Dinda lembut.
"Assalamualaikum." Ucap Jia yang baru saja sampai di rumah.
"Waalaikumsalam." Hanya Pak Alan, Bu Dinda dan Jio lah yang menjawab salam dari Jia.
"Eh Papa, Mama. Kapan kalian datang?" Tanya Jia yang berpura-pura tidak mengetahui kedatangan keluarganya.
"Sudah setengah jam yang lalu Nak." Jawab Pak Alan seraya tersenyum.
"Oma, Opa, Om Jio." Sapa Amira seraya melangkah menghampiri mereka bertiga.
"Oma, kata Bunda hari ini Amira mau pulang ke rumah Oma ya?" Pertanya Amira sontak membuat semuanya terkejut.
Mendengar ucapan Amira, Rangga pun segera melangkah menghampiri Amira. Rangga bersimpuh untuk mensejajarkan posisinya dengan Amira.
Ia hendak meraih tangan Amira, tapi Amira dengan cepat menghindari Ayahnya.
"Amira takut sama Ayah Om, Ayah gak pernah sayang sama Amira." Ucap Amira dalam pelukan Jio.
"Gak usah berlagak seperti itu, Mas. Anak mu bahkan sudah sangat tidak mengenal mu." Ucap Jia yang membuat Rangga menoleh ke arahnya.
Rangga berdiri lalu menghampiri Jia dengan tatapan sendu.
"Apa yang di ucapkan Amira itu pasti gak benar kan Jia? Kamu dan Amira tidak akan pulang ke rumah mu kan?" Ucap Rangga penuh tanya.
"Bukankah itu yang kamu mau?" Bukannya menjawab Jia justru bertanya balik.
"Ada apa Nak? Kenapa kamu tiba-tiba memutuskan untuk kembali kepada orang tuamu lagi?" Tanya Bu Arum yang berpura-pura baik.
Jia menoleh ke arah Maya dengan tatapan penuh tanya.
"Bukankah itu yang Mama inginkan tadi? Mama meminta Mas Rangga menceraikan aku kan? Dan ini jawabannya. Aku menyuruh keluarga ku datang kemari untuk menjemput ku. Dan aku juga sudah menggugat cerai Mas Rangga." Jawab Jia santai, ia sama sekali tidak takut akan Ibu mertua dan suaminya.
"Sudahlah Mas, kamu tidak usah berpura-pura. Kamu senangkan? Kamu akan terbebas dari aku?" Tanya Jia lagi yang kini menatap tajam Rangga.
"Kamu bilang apa sih Jia? Aku sama sekali tidak senang dengan ini semua. Keputusan kamu ini sangat tiba-tiba dan membuat aku syok saja. Kamu pasti sedang bercanda kan?" Jawab Rangga yang masih berpura-pura memelas.
"Bercanda? Lihat 3 orang yang duduk di kursi itu siapa? Buat apa mereka jauh-jauh kemari hanya untuk bertemu aku, kalau aku sedang bercanda?" Jawab Jia.
Setelah mendengar jawaban Jia, Rangga mulai kebingungan akan maksud semuanya. Kenapa jadi dirinya yang seakan-akan mengemis pada Jia. Seharusnya kan kebalikannya.
"Heh Jia. Tidak usah belagu kamu ya." Ucapan Bu Arum berhasil membuat semua orang menghadap ke arahnya.
"Asal kamu tahu, anak ku itu pekerja kantoran dan dia lebih kaya dari pada kamu. Kamu di sini itu cuma menumpang, tidak punya kerjaan, anak keluarga miskin pula. Dan sekarang kamu mau berdrama dengan menggugat anak ku? Cih uang dari mana kamu untuk melakukan itu semua ?" Bu Arum yang menganggap remeh Jia membuat hati kedua orang tua Jia sakit.
"Palingan dia jual diri Ma." Jawab Litta dengan entengnya.
Mendengar ucapan Litta, Jia sudah tidak mampu menahan amarahnya lagi. Dengan cepat Jia melangkah menghampiri Litta dan..
Plakkk!!
Jia menampar Litta dan membuat semuanya terkejut.
"Jaga ucapan mu, aku TIDAK SERENDAH DIRIMU." Jawaban Jia mampu membuat semuanya tercengang terutama Litta.
Plakkk!!
Kini giliran Jia yang di tampar Bu Arum tak kalah keras sampai membuat pipinya memerah.
"Aku tidak terima atas ucapan mu pada anak ku. Dia gadis berkelas dengan pendidikan tinggi. Jadi dia sangat berbeda dengan mu." Jawab Bu Arum dengan lantang.
"Jika dia berpendidikan tinggi, seharusnya dia paham dan pintar untuk menjaga perkataannya. Bukan malah berbicara seolah tidak pernah di sekolah kan saja." Kini Bu Dinda angkat bicara setelah sedari tadi diam.
"Bu Arum. Memang benar apa yang di katakan oleh Amira. Kedatangan kami kemari bukan semata-mata hanya mampir. Tapi kami mau meminta Jia kembali dari Rangga." Lanjut Bu Dinda.
"Ambil, ambil saja putri mu. Saya sudah tidak butuh putri mu untuk tinggal di sini." Jawab Bu Arum yang masih meninggikan suaranya.
Setelah teriakan Bu Arum semua terdiam.
Dengan air mata yang mengalir membasahi pipi, Jia melangkah menuju kamar Amira, dengan cepat ia mengambil 2 koper milikinya dan Amira lalu membawanya keluar.
Rangga yang melihat itu pun gelagapan, ternyata benar Jia sudah menyiapkan semuanya.
"Jia, aku mohon jangan pergi." Ucap Rangga seraya menahan tangan Jia.
Jia yang masih di selimuti emosi, dengan cepat menepis tangan Rangga.
"Biarkan saja dia pergi Rangga. Rumah mereka pasti lebih kecil dari rumah kita. Itu pasti akan semakin sempit, kalau Jia tinggal satu rumah dengan keluarganya." Ucapan Bu Arum membuat Jia dan Rangga menoleh ke arahnya.
Setelah menoleh ke arah Bu Arum, Jia menatap Rangga dengan wajah memerah dan air mata yang masih mengalir.
Jia menghela napas dalam untuk menetralkan rasa sakitnya.
"Talak aku sekarang juga sesuai ucapan mu tadi, Mas." Jia sama sekali tak menghiraukan ucapan mertuanya.
Sontak Rangga membulatkan matanya setelah mendengar ucapan Jia.
"Belagu banget sih Mbak. Lebih baik, Mbak pertahankan saja hubungan Mbak sama Mas Rangga dan tetap tinggal di rumah ini. Rumah berantakan dan banyak cucian di dapur. Lakukan sana." Ucap Litta tanpa ragu, membuat keluarga Jia semakin geram di buatnya.
"Talak aku sekarang juga mas." Tanpa mendengar ucapan Litta, Jia tetap meminta di talak oleh Rangga.
Rangga menggelengkan kepalanya dengan cepat. Dia tidak ingin menalak Jia saat ini.
"Mas, bukankah kamu sudah berjanji sama aku untuk segera menalak Jia agar kita bisa menikah? Kenapa sekarang kamu malah tidak mau?" Tanya Manda yang malah memperkeruh keadaan.
Rangga menoleh kearah Manda. Lalu kembali menoleh ke arah Jia.
Jia masih menatap Rangga dengan wajah merahnya dan air mata yang mengalir semakin deras.
"Aku..
"5 tahun aku hidup bersama mu, uang nafkah gak kamu kasih, aku menuruti semua apa yang kamu dan Mama mu mau. Aku yang menanggung semua biaya hidup mereka. Mulai uang dapur, uang listrik bahkan uang kebersihan dan uang keamanan kompleks pun itu menjadi tanggung jawab ku. Tetapi sialnya tidak ada yang pernah menghargai ku sama sekali. Bukan kata terimakasih yang aku dapatkan malah penghinaan yang selalu kalian lontarkan. Awalnya aku memang tidak mempermasalahkan itu semua, kalian tidak menghargai ku masih aku terima. Tapi, jika sudah menyangkut anak ku, aku tidak bisa menerima itu semua." Ucap Jia menceritakan keburukan mereka.
Rangga dan keluarganya hanya bisa diam saja mendengar ucapan Jia yang memang itu faktanya.
"Kamu membedakan Zura dan Amira, kamu yang lebih peduli pada Zura dari pada Amira anak kandung mu sendiri. Apa aku bisa terima dengan itu semua? Tentu saja jawabannya TIDAK." Lanjutnya dengan menekankan kata Tidak.
"Aku yang membiayai semua kehidupan keluarga mu, tapi kenapa malah aku yang di anggap benalu. Dan aku juga harus menjadi korban perselingkuhan mu, sampai kamu berani berzina dengan wanita itu." Ucapan Jia, membuat Rangga melotot menatap tajam Ke arah Jia.
PLAKK....
Rangga menampar Jia dihadapan Keluarga Jia bahkan di hadapan anaknya sendiri.
"Jaga mulut mu, jika tidak mempunyai bukti jangan pernah sembarangan bicara." Ucap Rangga seraya berteriak membentak Jia.
Jio yang melihat itu pun segera bangkit dan menerjang Rangga dengan cepat.
Bughh!!!
Jio menghadiahi Rangga bogem mentah tepat dipipinya, sampai ujung bibir Rangga mengeluarkan bercak merah.
"Kalau Kakak ku kamu anggap tidak punya bukti. Maka aku yang akan membungkam mu dengan semua bukti yang sekarang ada ditanganku." Ucap Jio tak kalah emosi.
"Sampai jumpa di persidangan minggu depan bapak Rangga yang terhormat." Lanjut Jio yang segera menarik lembut tangan sang Kakak.
Kepergian Jio dan Jia, segera di ikuti oleh Bu Dinda dan Pak Alan yang menggendong cucu kesayangannya.
"Saya sebagai keluarga Jia, saya sengaja diam tanpa ikut campur. Karena saya mendidik anak saya untuk berani kalau dia memang tidak bersalah. Bukan seperti anda yang selalu ikut campur dengan kehidupan putra dan putri anda Bu Arum. Dan saya bangga karena Jia sudah membuktikannya pada saya hari ini. Permisi." Ucap Pak Alan sebelum benar-benar keluar dari rumah keluarga Rangga.
********
********
kenp gak tegas .buat mereka kapok