Raisa terpaksa menikah dengan Adam, bodyguard dari Papanya sendiri, karena insiden di satu malam yang telah di rencanakan pesaing partai Papanya.
Posisi Papanya yang menjadi orang momor satu dari sebuah partai politik membuat Raisa terpaksa menerima pernikahan yang sama sekali tidak pernah ia inginkan itu demi menyelamatkan Papanya juga nama baiknya sendiri karena foto-foto vulgarnya itu telah di sebar luaskan oleh orang tak di kenal.
Namun bagaimana Raisa yang keras kepala dan sombong itu menerima Adam sebagai suaminya sedangkan Raisa sendiri selalu menganggap Adam hanyalah penjilat dan pria yang mengincar harta Papanya saja.
Rasa bencinya pada Adam itu tanpa sadar telah menyakiti hati pria yang menurutnya kaku dan menyebalkan itu.
Bagaimana juga Raisa berperang melawan hatinya yang mulai tertarik dengan sosok Adam setelah berbagai kebencian ia taburkan untuk pria itu??
mari ikuti perjalanan cinta Raisa dan Adam ya readersss...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keterlaluan
"masih ada nasi kan??"
"Masih Non, mau masak ya??"
Raisa memang tidak jago masak, namun dia pernah mencoba memasak beberapa kali.
"Iya, mau masak buat suami. Makanan yang spesial" Senyum licik Raisa membuat Bi Asih bergidik ngeri. Bahkan Wati, anak Bi Asih yang juga bekerja di sana pun ikut merasakan aura tidak mengenakkan dari wajah Raisa.
"Mau saya bantu Non??" Tawar Bi Asih.
"Nggak perlu Bi, aku bisa sendiri kok"
Bi Asih hanya melihat apa yang sedang di lakukan Raisa dari kejauhan saja.
Selang tiga puluh menit, Raisa kembali ke meja makan dengan dua piring nasi goreng seafood ditangannya.
Raisa hanya melihat Adam yang masih menunggunya duduk di sana tanpa Papanya lagi. Namun itu justru membuat Raisa senang karena bisa memuluskan rencananya.
"Nih, habisin. Jangan sia-siakan masakan ISTRINYA" Raisa sengaja menekan akhir kalimatnya.
"Makasih" Ucap Adam singkat.
Adam mulai meraih satu piring nasi goreng yang porsinya lebih banyak dari punya Raisa. Tanpa menunggu Raisa yang hanya duduk diam sambil menatapnya, Adam mulai menyendok nasi ke dalam mulutnya.
"Satu..dua...ti..."
Raisa menatap Adam tak percaya, karena dari penglihatannya sekarang. Adam sama sekali tak menunjukkan reaksi apapun seperti yang di harapkan Raisa.
"Kamu nggak makan??" Tanya Adam.
"I-ini makan" Raisa menyendok nasinya sendiri. Merasakan makanannya yang menurutnya memiliki rasa yang agak hambar, kurang garam dan kecap sepertinya.
Tapi yang lebih aneh lagi ialah Adam, pria itu terus saja memasukkan nasi goreng itu ke dalam mulutnya hingga sudah hampir habis setengah porsinya.
"Sudah nggak usah di makan lagi!!" Raisa menarik piring Adam dengan paksa.
"Kenapa?? Aku lapar Sa!! Biar ku habiskan dulu!!" Adam menarik lagi piringnya dari tangan Raisa.
Semula Raisa yang berniat menjahili Adam kini justru merasa bingung dengan dirinya sendiri. Dia merasa bersalah pada pria itu.
"Nggak usah!! Makan punya gue aja!!" Raisa menukar piring milik Adam dengan miliknya.
"Kamu kenapa sih Sa??" Adam beranjak dari kursinya. Meninggalkan Raisa yang menatap kepergian Adam dengan rasa bersalah.
Raisa kembali menatap nasi goreng milik Adam tadi. Dengan menatapnya saja Raisa sudah merinding mengingat banyaknya bubuk cabai yang ia masukkan kedalam nasi goreng itu.
Mengingat Adam yang tak berekspresi apapun, tetap diam menikmati nasi gorengnya membuat Raisa semakin merasa bersalah.
"Lagian dia bego banget sih!! Udah tau pedes kaya gini masih di makan aja. Kenapa juga dia nggak marah sama sekali??"
Raisa masih tetap diam di meja makan tanpa berniat memakan nasi goreng hambar miliknya. Perutnya tiba-tiba saja kenyang melihat wajah tenang Adam tadi.
Setelah satu jam lebih, Raisa akhirnya memutuskan naik ke kamarnya. Namun Raisa sama sekali tak menemukan Adam di sana. Padahal tadi Raisa melihat Adam naik ke lantai dua.
"Kemana dia??" Raisa melihat kamar mandinya juga kosong.
"Udahlah, ngapain juga gue peduli"
Pagi harinya saat Raisa bangun, dia tidak menemukan Adam di kamarnya. Di saat dia turun, dia juga tidak melihat Adam dan Papanya di meja makan.
"Papa udah berangkat Bi??"
"Bapak sudah berangkat subuh tadi karena harus keluar kota. Katanya beberapa hari baru pulang" Jawab Bi Asih.
Raisa hanya diam setelah itu. Tak berniat menanyakan Adam juga, karena menurutnya kepergian pria itu tidak penting. Bahkan mau ikut Papanya ke luar kota saja dia tak peduli.
"Aku berangkat dulu Bi" Tapi langkahnya terhenti dapat melihat seseorang dadi arah belakang.
"Dokter Wira?? Kok pagi-pagi udah di sini?. Emangnya siapa yang sakit??"
Raisa sangat mengenal dokter Wira karena dari Raisa kecil dokter yang seusia dengan Papanya itu sudah menjadi dokter pribadi keluarganya.
"Pak Adam yang sakit" Sahut dokter Wira.
"Sakit??"
"Iya Non, tadi sebelum Bapak berangkat, beliau minta Bibi untuk menghubungi Pak dokter"
"Emangnya dia sakit apa dok??"
"Pak Adam diare parah, juga alerginya kambuh"
"Alergi??" Tanya Raisa lagi.
"Iya, Pak Adam itu alergi seafood. Sepertinya dia tidak hati-hati memilih makanan"
Degg....
"Diare?? Alergi??"
Raisa langsung di serang rasa bersalah. Karena semua yang di jelaskan dokter wira tadi adalah salahnya tadi malam yang sengaja menambahkan bubuk cabai di nasi gorengnya. Tapi kalau masalah alergi seafood, Raisa tidak tau sama sekali.
"T-terus sekarang dia gimana dok?? Apa perlu di bawa ke rumah sakit??" Raisa menggenggam kedua tangannya karena ketakutan.
"Kita lihat saja dulu, sekarang sudah saya meresepkan obat. Kalau sampai nanti siang diarenya belum juga berhenti. Langsung saja di bawa ke rumah sakit. Ini resep untuk obat yang tidak saya bawa, bisa di tebus ke apotek sekarang supaya Pak Adam segera meminumnya"
"Biar Bibi yang tebus obatnya Non"
Raisa hanya mengangguk karena saat ini pikirannya hanya ingin segera ke paviliun melihat keadaan Adam.
"Saya permisi dulu"
"Terimakasih dokter Wira. Maaf saya nggak bisa anyar ke depan"
"Tidak papa, cepat lihat keadaan suami mu" Dokter wira tersenyum penuh arti pada Raisa. Seolah dia sudah tau bagaimana hubungan suami istri itu.
Raisa bergegas ke paviliun belakang. Tempat di mana Adam tinggal selama ini.
"Pantas aja tadi pagi nggak ada di kamar ternyata dia tidur di sini"
Raisa masuk ke dalam kamar Adam yang tidak terkunci. Tepat saat dia melangkah ke dalam, berbarengan pula dengan Adam yang baru keluar dari kamar mandi.
Raisa yang menatap Adam canggung hanya di balas lirikan sekilas saja dari Adam.
Pria itu lalu berjalan ke ranjang sambil memegangi perutnya. Raisa mengamati benar gerak gerik Adam yang kesakitan itu. Bahkan Raisa juga melihat wajah, leher dan tangan Adam yang memerah karena Alergi itu.
Tak ada yang bicara satupun di antara mereka. Adam memilih berbaring, menutup tubuhnya dengan selimut hingga sebatas pinggang. Lalu memejamkan matanya seolah tak melihat Raisa yang ada di dalam sana.
"Kenapa nggak bilang kalau alergi seafood" Akhirnya Raisa membuka suaranya.
Bukan itu yang seharusnya keluar dari bibir Raisa. Namun satu kata maaf saja rasanya sulit untuk lolos dari sana.
"Biar kamu puas" Jawab Adam tanpa membuka matanya.
"Maksudnya??"
"Ya biar kamu puas aja ngerjain aku. Emang ini kan yang kamu mau sampai harus rela masak sendiri. Anggap aja aku membantu mu memuluskan rencana mu"
Raisa di buat bungkam oleh Adam. Biar bagaimana pun dia tetap bersalah. Tak seharusnya rasa bencinya pada Adam membuatnya berbuat nekat sampai mencelakai Adam seperti itu.
"Sudahlah, lebih baik kamu keluar saja. Bukankah kamar ini menjijikkan, sampai kamu nggak sudi untuk masuk ke sini kan?? Terus kenapa masih di sini??"
Sudah dua kalimat Adam yang tak mampu Raisa kembalikan lagi. Rasanya bibirnya kelu, di tambah ada secuil bagian hatinya yang merasa sakit mendengar ucapan Adam. Meski hanya secuil, bahkan sangatlah sedikit dari bagian hati Raisa. Namun rasanya sangat tak nyaman.