"Pergilah sejauh mungkin dan lupakan bahwa kau pernah melahirkan anak untuk suamiku!"
Arumi tidak pernah menyangka bahwa saudara kembarnya sendiri tega menjebaknya. Dia dipaksa menggantikan Yuna di malam pertama pernikahan dan menjalani perannya selama satu tahun demi memberi pewaris untuk keluarga Alvaro.
Malang, setelah melahirkan seorang pewaris, dia malah diusir dan diasingkan begitu saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suatu Hari Akan Kembali Untukmu
"Sedang apa kau di rumah ini? Bukankah suamiku sudah melarangmu untuk datang menemui Aika?" Bentakan Yuna menggema di kamar.
Ucapannya yang menekan kata suami membuat Arumi meradang. Cemburu? Tentu saja. Meskipun pada kenyataannya Yuna memang istri sah Rafli.
"Kau tidak punya hak melarangku menemui anakku! Kau lah yang penipu sebenarnya di sini!"
Yuna langsung melangkah maju mendekati Arumi, namun Ibu Riana memposisikan diri di antara keduanya. Dia yang masih terkejut memandangi Arumi dan Yuna secara bergantian. Dari jarak dekat kedua wanita ini memang memiliki kemiripan sempurna dan sangat sulit untuk dibedakan.
"Pelankan suaramu, Yuna! Apa kau mau membuat Aika menangis lagi?"
Yuna tersentak. Tak terima dengan sikap ibu mertuanya yang terkesan membela Arumi. "Kenapa Ibu mengizinkannya masuk ke rumah ini lagi? Apa Ibu lupa dengan pesan suamiku semalam?"
"Aku memberinya izin karena cucuku membutuhkan ibu kandungnya!" Jawaban itu malah membuat Yuna semakin gusar.
"Jadi sekarang Ibu sudah berpihak kepada wanita penipu ini? Ingat, Bu, dia sudah mempermalukan keluarga kita dan menipu Rafli selama ini."
Diakui oleh Ibu Riana bahwa tindakan Arumi memang salah besar. Dirinya pun sama kecewanya dengan Rafli. Tetapi, yang terpenting sekarang baginya adalah Aika. Ia tak ingin bayi kecil yang tak berdosa itu harus menjadi korban keegoisan orang dewasa.
"Meskipun begitu Arumi tetaplah ibu kandung Aika dan dia juga berhak atas Aika."
Namun, Yuna seolah tak peduli dengan ucapan ibu mertuanya. Baginya Arumi seperti virus yang harus dijauhkan dari lingkungan keluarga Alvaro.
"Penipu sepertinya tidak layak untuk menjadi mommy-nya Aika!" Yuna menunjuk Arumi dengan kemarahan berapi-api. "Pergi dari sini sekarang juga atau aku akan melaporkanmu kepada Rafli!"
"Jangan keterlaluan, Yuna!" bentak Ibu Riana.
"Siapa yang keterlaluan di sini, Bu? Seharusnya Ibu marah terhadapnya, bukan malah membelanya seperti ini."
Ketegangan mendominasi selama beberapa saat. Arumi tak banyak bicara. Melawan pun rasanya percuma, sebab Yuna telah berhasil menanamkan bibit kebencian yang mengakar begitu dalam di hati Rafli.
Yang dapat ia lakukan hanya memeluk dan menciumi putrinya sebagai tanda perpisahan, lalu membaringkannya di tempat tidur.
"Sayang, bersabarlah sedikit lagi. Nanti mommy akan datang lagi menemuimu." Ia melirik Ibu Riana yang berdiri di belakangnya. "Terima kasih sudah mengizinkanku memeluk Aika, Bu. Ini sangat berarti untukku. Aku akan pergi dulu, tolong jaga Aika."
"Tenang saja, Arumi. Aku akan bicara dengan Rafli nanti dan memintanya mengizinkanmu bertemu Aika."
"Terima kasih, Bu."
Dengan langkah berat, Arumi meninggalkan rumah itu. Membawa semua kepedihan hatinya atas luka, amarah dan kecewa.
Begitu keluar dari gerbang, tiga orang pria berpakaian hitam menghadangnya. Arumi menatap tiga lelaki asing itu secara bergantian.
"Kalian siapa?"
Salah satu dari tiga lelaki itu membungkuk hormat.
"Nona, Tuan Alvaro ingin bicara dengan Anda. Beliau meminta agar Anda ikut dengan kami," ucap salah seorang di antara mereka.
"Rafli mau bicara denganku?"
"Benar, Nona. Silahkan ikut dengan kami." Lelaki itu membuka pintu mobil.
Tanpa banyak bertanya, Arumi segera naik ke mobil. Harapan besar tumbuh di hatinya bahwa ini adalah kesempatan untuk bertemu dengan Rafli dan membicarakan semua kesalahpahaman di antara mereka.
Sepanjang perjalanan, Arumi hanya memandangi jalan-jalan yang dilewati. Ketika tiba di sebuah persimpangan jalan, mobil membelok ke arah berlawanan dengan kantor atau pun rumah sakit tempat Rafli bekerja.
"Memangnya di mana Rafli ingin bertemu?" tanya Arumi.
"Anda akan tahu saat tiba nanti."
Jawaban singkat itu membuat Arumi memilih diam. Setelah menempuh perjalanan selama 30 menit, mereka tiba di tempat tujuan.
Pandangan Arumi berputar ke segala arah. Mendadak seluruh tubuhnya terasa meremang.
"Kenapa kita ke bandara? Bukankah kalian bilang Rafli mau bertemu denganku? Lalu kenapa kita ke sini?"
"Maaf, kami hanya menuruti perintah tuan."
"Perintah apa?" Suara Arumi terdengar gemetar. Ia mulai merasa sedikit takut.
"Tuan memberi perintah agar Nona Arumi tidak mendekati Nona kecil lagi. Anda juga tidak akan kembali ke rumah Anda, tapi ke tempat yang baru. Dan tuan ingin Anda berangkat hari ini juga."
Arumi muai panik setelah dapat menebak maksud dari ucapan lelaki di hadapannya. Tangannya bergerak ke arah gagang pintu mobil untuk berusaha melarikan diri, namun pintu mobil terkunci.
"Aku tidak mau ke mana-mana. Aku akan tetap di sini. Tolong buka pintunya! Aku mau pulang ke rumahku!" teriak wanita itu. Namun, tidak ada yang dapat ia lakukan karena dua laki-laki yang duduk di samping memegangi lengannya.
"Jangan membantah! Tuan hanya memberi Anda dua pilihan, penjara atau keluar negeri."
Lagi, ucapan laki-laki itu membuat Arumi membeku.
"Penjara?"
"Benar! Kalau Anda mau tetap di sini, maka penjara sudah menunggu. Anda mungkin akan mendekam di penjara selama bertahun-tahun."
Arumi merasa hatinya diremas tanpa ampun. Kedua pilihan itu sama-sama sulit. Seolah Rafli sedang menghukumnya begitu kejam. Dipisahkan dari Aika dan sekarang harus diasingkan keluar negeri. Bahkan Rafli diam-diam sudah menyiapkan tiket dan paspor untuknya.
"Aku tidak mau! Tolong beri tahu Rafli, aku tidak akan macam-macam atau menuntut apapun darinya. Tapi tolong biarkan aku tetap tinggal di kota ini!"
Sekali lagi Arumi mencoba memohon, yang penting bisa melihat Aika meskipun hanya dari jauh.
"Mohon untuk tidak menyulitkan pekerjaan kami, Nona. Anda tahu seperti apa tuan jika sudah memutuskan sesuatu. Lagi pula, kalau Anda menolak, maka Tuan akan melaporkan Anda dengan tuduhan penipuan."
Arumi terdiam selama beberapa saat. Dalam hatinya bertanya mengapa Rafli menghukumnya sekejam ini. Tetapi, ia pun tahu seperti apa Rafli jika sudah memutuskan sesuatu. Apapun yang dilakukan tidak akan merubahnya.
Hujan deras seolah mengiringi perjalanan Arumi ke sebuah tempat yang dikehendaki Rafli untuk membuang dan mengasingkannya. Entah kehidupan seperti apa yang sedang menantinya di sana.
Ia tak dapat menebak.
Dari jendela pesawat, Arumi hanya menatap nanar pemandangan di bawah sana.
"Aika, maafkan mommy harus pergi meninggalkanmu. Jadilah anak yang kuat. Suatu hari mommy pasti akan kembali hanya untukmu, agar kita bisa bersama lagi."
...****...