NovelToon NovelToon
Revolusi Di Ujung Senja

Revolusi Di Ujung Senja

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Zoreyum

Perkumpulan lima sahabat yang awalnya mereka hanya seorang mahasiswa biasa dari kelas karyawan yang pada akhirnya terlibat dalam aksi bawah tanah, membentuk jaringan mahasiswa yang revolusioner, hingga aksi besar-besaran, dengan tujuan meruntuhkan rezim curang tersebut. Yang membuat mereka berlima menghadapi beragam kejadian berbahaya yang disebabkan oleh teror rezim curang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zoreyum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Keputusan Turun Ke Jalan

Malam semakin larut, dan suasana kampus mulai benar-benar sepi. Haki, Dito, Luvi, Yudi, dan Mayuji masih duduk di bangku panjang yang ada di sudut halaman kampus. Meskipun tubuh mereka lelah, pikiran mereka justru semakin bersemangat. Diskusi soal undang-undang baru yang disahkan pemerintah semakin menghangat. Setiap dari mereka punya pandangan sendiri, tapi satu hal yang pasti: mereka semua marah dan tidak bisa menerima keadaan ini.

"Menurut gue, kita gak bisa diem aja," ucap Haki dengan nada tegas. “Gue nggak ngerti kenapa masyarakat pada pasrah gitu aja. Padahal kebijakan ini jelas-jelas cuma buat nguntungin mereka yang udah kaya. Rakyat kecil kayak kita yang makin sengsara.”

Dito yang dari tadi tampak merenung akhirnya angkat bicara. "Masalahnya, orang udah terlalu takut, Hak. Media dikuasain pemerintah. Mereka bikin semua yang gak setuju sama mereka kelihatan kayak pemberontak atau perusuh. Kita udah sering lihat gimana media nge-framing demo-demo mahasiswa."

Luvi, yang sibuk men-scroll ponselnya, mendesah panjang. "Ini udah nggak bener, sih. Gue liat di berita, undang-undang ini beneran cuma buat ngelindungin harta mereka. Gak ada satu pun yang berpihak ke rakyat."

“Yah, emang gitu kenyataannya,” timpal Yudi sambil menyilangkan tangan di dada. “Tapi masalahnya, apa yang bisa kita lakuin? Gue yakin banyak mahasiswa yang setuju sama kita, tapi masalahnya... Gimana kita bisa ngumpulin mereka? Gak mungkin kan kita teriak-teriak minta orang buat demo. Itu langsung ketahuan.”

Mayuji, yang sejak tadi mendengarkan dengan seksama, akhirnya memberikan pendapatnya. “Kita butuh strategi yang lebih terorganisir. Kita gak bisa langsung terbuka begitu aja. Kita juga harus tahu gimana cara pemerintah bekerja dan di mana kita bisa menyerang balik. Gue udah pelajarin sistem hukum mereka, dan ada beberapa celah yang bisa kita pakai untuk mendiskreditkan undang-undang ini.”

“Serius, Mayuji?” tanya Haki sambil memandang temannya dengan penuh harap.

“Iya,” jawab Mayuji dengan tenang. “Gue gak bisa kasih detail sekarang, tapi kita bisa manfaatin hukum buat menentang mereka. Mereka mungkin punya kendali atas media, tapi kalau kita bisa memaksa mereka bikin kesalahan secara legal, kita bisa serang mereka dari dalam sistem.”

Luvi menyela dengan nada optimis, “Kalau begitu, kita harus bikin ini jadi gerakan. Tapi kita harus pastiin kalau kita punya pengaruh. Gue bakal bantu nyebarin berita ini lewat konten, dan kita lihat gimana reaksi orang. Kita gak bisa langsung ngumpulin massa, tapi kita bisa mulai pelan-pelan. Nyebarin fakta, dan biar orang-orang sadar sendiri.”

Mereka berlima saling bertukar pandangan. Ada keyakinan baru yang mulai muncul di antara mereka. Mereka bukan hanya sekumpulan mahasiswa biasa yang ingin melawan, tapi kini mereka tahu bahwa ada cara untuk melawan balik dengan strategi yang lebih matang.

Yudi tersenyum tipis. “Jadi, ini langkah pertama kita, ya? Gue akan coba ajak anak-anak Teknik buat diskusi lebih lanjut. Mereka juga gak seneng sama kondisi sekarang.”

“Gue juga bakal mulai nyebarin konten,” tambah Luvi. “Dan kalau kita bisa dapet dukungan lebih banyak, kita bisa bikin mereka takut.”

Haki, yang sejak tadi hanya mendengarkan, merasa semangatnya semakin menyala. “Gue gak sabar buat lihat mereka jatuh. Ini baru permulaan.”

Malam itu, percakapan mereka menjadi lebih serius. Tidak ada lagi candaan seperti sebelumnya. Mereka tahu, apa yang mereka hadapi bukan hal kecil. Ini adalah pertarungan antara generasi muda yang haus akan perubahan dengan rezim yang sudah terlalu lama berkuasa. Tapi, dengan persatuan dan strategi yang tepat, mereka yakin bisa membuat perbedaan.

 

Malam yang semakin larut tidak mengurangi semangat mereka. Suasana kampus sudah benar-benar sepi. Lampu-lampu yang menerangi jalanan kampus memberikan suasana tenang, meskipun ada percikan emosi yang membara di dalam hati kelima pemuda ini.

“Jadi, kapan kita mulai?” Haki menanyakan pertanyaan yang ada di kepala mereka semua. Meskipun mereka sudah sepakat soal langkah pertama, namun ada ketegangan tentang apa yang harus dilakukan setelahnya.

Dito, yang biasanya tenang dan jaim, mengangguk sambil menyandarkan tubuhnya di kursi. “Kita harus hati-hati. Gue nggak mau kita langsung lompat ke aksi besar. Yang pertama, kita harus pastiin kita punya cukup orang yang setuju sama ide ini. Jangan sampai kita terjun ke jalan tanpa dukungan yang kuat.”

Yudi menimpali, “Benar. Gue akan ajak anak-anak Teknik, tapi gue bakal liat dulu siapa yang bisa kita percayai. Kita nggak bisa sembarangan ngomong soal rencana ini ke sembarang orang. Gak semua mahasiswa sepikiran sama kita.”

Luvi menatap layar ponselnya, tampak serius. “Gue juga udah mulai nyusun konten pertama. Awalnya gue nggak akan langsung ngegas ke isu politik. Gue bakal angkat soal ketidakadilan yang kita alami sebagai generasi muda. Kalau gue langsung nyerang pemerintah, bisa-bisa akun gue langsung diserang balik. Kita harus cerdik.”

“Setuju,” jawab Mayuji sambil menghela napas panjang. “Kita juga harus siap dengan konsekuensinya. Kalau kita terus melangkah, kita bakal jadi target. Ini bukan sekadar demo biasa. Mereka tahu kita bukan cuma mahasiswa yang marah-marah di jalan. Pemerintah pasti akan mulai awas sama gerakan kita.”

Haki, yang sejak tadi menyimak semua pendapat, mengangguk tegas. “Kita nggak punya pilihan lain. Gue nggak peduli. Selama kita tahu apa yang kita perjuangkan, gue siap.”

Mereka berlima kembali terdiam, menyerap betapa seriusnya keputusan yang mereka buat malam itu. Perlawanan ini tidak akan berakhir hanya dengan teriakan di jalan. Mereka tidak hanya berurusan dengan aparat, tetapi dengan sistem yang kuat dan terstruktur, yang selama ini berhasil menekan suara-suara perlawanan. Namun, di balik semua itu, mereka memiliki harapan.

“Gue rasa, kita harus mulai sekarang. Ini gak akan mudah, tapi kita harus jalanin satu langkah demi satu langkah,” lanjut Dito, suaranya terdengar lebih dalam. “Besok, kita coba masing-masing kumpulin dukungan diam-diam. Setelah kita yakin cukup orang yang mendukung, baru kita bisa mulai bikin rencana aksi besar.”

Malam itu mereka memutuskan untuk bergerak secara rahasia, membentuk sebuah jaringan bawah tanah di antara mahasiswa yang setuju dengan ide perlawanan mereka. Dari sana, mereka akan perlahan-lahan memperluas pengaruh mereka ke kampus-kampus lain, hingga akhirnya siap untuk turun ke jalan dengan dukungan penuh.

“Kita bakal jadi bayangan di kampus ini,” tambah Luvi dengan senyum penuh keyakinan. “Semua orang bakal denger suara kita, tapi mereka nggak bakal tahu dari mana itu berasal.”

Yudi tertawa kecil mendengar itu, sambil menatap langit. “Bisa jadi. Gue suka idenya.”

Mayuji yang termuda di antara mereka, tapi paling cerdas, memberikan pandangannya. “Gue akan coba buat daftar kontak mahasiswa yang bisa diajak. Kita harus pastiin mereka orang-orang yang bisa dipercaya, dan nggak akan nyebarin rencana kita ke pihak lain. Ini bukan gerakan yang bisa gagal.”

Malam itu, di bawah langit kampus yang sunyi, Haki, Dito, Luvi, Yudi, dan Mayuji bersatu untuk memulai langkah pertama mereka. Perlawanan terhadap rezim yang curang dan pemerintah yang hanya memikirkan kepentingan pribadi mereka. Mereka tahu risikonya, tapi mereka juga tahu bahwa jika tidak ada yang bergerak, tidak akan ada perubahan.

“Gue siap kapanpun,” kata Haki dengan tatapan penuh tekad.

“Gue juga,” jawab Dito, Luvi, Yudi, dan Mayuji hampir bersamaan.

Dengan kesepakatan itu, mereka akhirnya berdiri, bersiap untuk pulang dan menghadapi hari berikutnya yang akan menjadi awal dari sesuatu yang besar. Masing-masing dari mereka tahu, tidak ada yang akan sama lagi setelah ini. Mereka tidak hanya mahasiswa biasa, tapi kini mereka adalah pemantik dari sebuah gerakan yang berpotensi mengguncang negara.

 

1
Delita bae
hadir 😁😇
Delita bae
hadir semangat terus ya😁💪💪💪🙏
Delita bae
salam kenal👋jika berkenan mampir juga😇🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!