Lisle yang baru pindah ke kota Black Mountain menemui banyak masalah. Kepolosannya telah dimanfaatkan oleh orang-orang berhati busuk, seorang teman baru yang hendak menjualnya dan bibi yang menjadikannya sebagai jaminan hutang-hutang. Tanpa sengaja bertemu dan berkali-kali diselamatkan oleh seorang laki-laki bernama Kennard Kent. Belakangan Lisle baru tahu bahwa lelaki itu adalah orang paling berpengaruh di kota Black Mountain. Namun latar belakang Kennard yang luar biasa dan wajah menawannya malah membuat gadis itu ketakutan. Penolakannya pada Kennard membuat lelaki itu makin tertarik dan tidak sabar. Dengan licik akhirnya Kennard berhasil membuat gadis itu berada dalam genggamannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LatifahEr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29. Sebuah Harapan yang Tabu
Senyum Ralph mengembang sempurna. Sudah lama Lisle tidak melihat senyum itu. Dulu dia mengaguminya sampai terbawa ke dalam mimpi. Hari ini senyum itu masih tanpa cela. Hanya saja Lisle tidak lagi memimpikannya.
“Boleh aku duduk?” tanya Ralph sopan karena kedua gadis itu tampak masih linglung saat melihatnya.
Celine tak pernah berbicara langsung dengan Ralph. Padahal mereka ada pada semester yang sama. Mungkin karena Celine terlalu sibuk dengan pekerjaannya sepulang kuliah, jadi tak pernah membuang waktunya untuk sekedar bersantai di kampus. Begitu ada sedikit waktu senggang di antara jam kuliah, dia akan menggunakannya untuk belajar. Celine jarang memperhatikan sekelilingnya. Dia tahu tentang Ralph yang begitu dipuja para gadis. Hanya itu. Selebihnya dia tidak tahu apa-apa dan tidak ingin memikirkannya.
Sekarang lelaki ini mendatangi mereka dan bicara dengan Lisle seolah keduanya sangat saling kenal. Sejak kapan Lisle yang pemalu berteman dengan Ralph? Gadis ini tidak pernah bercerita. Untuk sesaat Celine merasa sedikit kesal. Dia berencana menginterogasi sahabatnya nanti.
Bagi Lisle sendiri, nama lelaki ini dua minggu terakhir seperti tenggelam. Dia sedikit heran menjadi tidak segembira dulu saat melihatnya lagi. Dan Inisiatif Ralph yang mendatangi mereka di depan umum seperti ini mengejutkannya. Bukankah Ralph terlihat acuh tak acuh setiap kali bertemu dengannya?
“”Eh... tentu saja boleh.” Celine yang menyahut. Dia melirik Lisle yang masih diam.
Ralph duduk di sisi meja yang berbeda. “Kupikir aku salah melihat orang. Ternyata memang benar kau. Kemana saja selama ini? Kau bolos kuliah, ya?” Dia menatap tajam pada Lisle.
Celine heran dengan kepedulian Ralph pada sahabatnya. Dia kembali memandang pada Lisle dengan penuh tanya. Ada apa antara kau dan lelaki ini?
“Aku pergi mengunjungi bibiku yang sakit....” Lisle balas menatap Celine. Matanya seperti berkata, aku tidak terlalu mengenalnya. Dia bukan siapa-siapa.
“Hm, pantas aku tidak pernah melihatmu di perpustakaan. Biasanya setiap hari kau mampir di sana.” Ralph bicara tanpa menyadari tatapan heran kedua gadis itu.
Setiap hari? Ralph melihatku di perpustakaan setiap hari? Aku bahkan tidak tahu lelaki ini pernah ke perpustakaan, batin Lisle bingung.
Lisle lagi-lagi menemukan pandangan menuduh Celine. Kau tidak pernah cerita kalau kau dekat dengan pangeran ini!
Ralph tengah menatap Lisle. Dia baru menyadari rasa kehilangan itu ketika tak pernah lagi melihat gadis ini di mana pun di kampus. Beberapa kali pertemuan tanpa sengaja mereka begitu biasa. Namun entah kenapa ingatan tentang kebersamaan sekejap itu tak bisa hilang.
Sayangnya, dia belum punya kesempatan mendekati Lisle. Gadis bernama Shopia itu terus saja membuntuti kemana pun dia pergi. Ralph tak ingin suatu saat kedekatan mereka membuat Shopia menyakiti Lisle, karenanya dia tengah mencari cara agar bisa terlepas dari gadis pencemburu itu.
“Ehem....” Lisle berdehem mencoba menarik perhatian Ralph yang sepertinya tengah tenggelam dalam lamunan. “Kau mencariku, apa ada sesuatu yang....” ... ingin kau bicarakan? Lisle ingin bertanya seperti itu. Tapi sedekat apa mereka hingga ada hal yang perlu dibicarakan dengan serius, sampai-sampai lelaki itu mencarinya setiap hari selama dia pergi.
“Maksudku ada apa?” Tenggorokan Lisle mendadak kering. Dia malu sendiri telah berharap lebih sekaligus menjadi sedih karena sesungguhnya dia tidak boleh lagi berharap seperti itu, berharap Ralph benar-benar peduli padanya suatu hari. Harapan itu sekarang ini telah menjadi tabu bagi Lisle.
“Ada yang ingin kubicarakan denganmu.” Ralph tidak tahu harus berkata apa lagi. Shopia masih sulit dihindari, tapi dia tidak bisa menahan diri untuk tidak melihat gadis ini walau sehari. Mungkin jika mereka benar-benar berpacaran, Shopia akan menyerah.
Celine menghentikan gerakannya meminum jus. Dia menyadari memang ada sesuatu. Lisle menatap Ralph tapi kemudian menunduk pada cangkir kopinya.
“Mmm, apa itu?” tanya Lisle dalam nada tawar. Dia menekan semacam perasaan yang dipenuhi gelembung udara. Gelembung-gelembung yang membuat tubuhnya seperti melayang meninggalkan bumi.
“Kurasa aku harus mencari Eleanor. Semalam dia meminjam catatanku dan belum dikembalikan. Kalian bicara saja dulu.” Celine tiba-tiba menyela. Dia meraih tas dan bangkit dari duduknya. Tapi sebelum beranjak dia berkata pada Lisle. “Tunggu aku pulang nanti. Masih banyak yang belum kau ceritakan.”
“Celine....” Lisle hendak mencegah kepergian Celine tapi dilihatnya gadis itu mengedipkan sebelah matanya sebagai isyarat bahwa dia mengerti sesuatu.
Lisle mengerutkan alisnya. Kepergian Celine membuatnya merasa canggung berduaan dengan Ralph. Eleanor? Siapa itu? Aku tidak pernah mendengar nama itu! Lisle menggerutu dalam hati.
“Apa kau ada waktu nanti malam?” tanya Ralph tak mengomentari kepergian Celine. “Aku ingin mengajakmu makan malam sekalian ada yang ingin kubicarakan.”
Lisle memejamkan mata. Ini terlalu mendadak. Ralph mengajaknya makan malam? Meski hanya makan malam biasa pun, Lisle masih tidak bisa percaya.
“Aku tidak bisa.” Lisle teringat Shopia. Gadis itu pasti akan mengamuk jika tahu Ralph mengajaknya makan malam. Tapi sebenarnya bukan itu yang membuatnya tidak bisa memenuhi ajakan Ralph. Tuan Kent pasti tidak akan setuju jika dia makan malam dengan seorang teman lelaki. “Aku... pacarku pasti akan marah....”
“Pacar? Kau sudah punya pacar? Siapa? Aku tidak pernah melihat kau bersama lelaki mana pun.” Pertanyaan Ralph datang beruntun. Lelaki itu tampak sangat terkejut dengan pernyataan Lisle. Pupil matanya mengecil dan alisnya tampak hampir bertaut.
“Dia bukan orang sini. Kau mungkin tidak pernah melihatnya.” Suara Lisle terdengar ragu. Entah seperti apa reaksi tuan Kent mendengar pengakuannya itu.
Dia menghindari tatapan menyelidik Ralph. Sebenarnya dia tahu benar jenis hubungannya dengan tuan Kent, sebuah hubungan yang memalukan untuk diungkap. Tapi hubungan itu tetap menuntut sebuah kesetiaannya.
“Lisle, jangan mencoba membohongiku.” Ralph berbicara dengan suara rendah namun membuat Lisle sedikit gemetar.
“Aku tidak bohong....” Lisle menyahut terburu-buru. Sebagian besar memang bohong. Tuan Kent bukan pacarnya. Tapi lelaki menawan itu akan marah adalah kebenaran. Gadis itu mengeluh sendiri, akhir-akhir ini dia jadi pandai berbohong.
“Tapi memangnya kenapa kalau kita tidak bisa makan malam? Kau bisa katakan sekarang.” Lisle tiba-tiba teringat jika makan malam dan bicara adalah dua hal yang tidak perlu dihubungkan.
Ralph tampak kesal. Dia tidak berminat melanjutkan pembicaraan. Baginya ada sesuatu yang tidak beres dengan gadis ini. Walaupun jarang bertemu secara langsung tapi Ralph selalu memastikan untuk bisa mengawasi gadis ini dari jauh. Lisle tampak canggung berinteraksi dengan lawan jenis. Dia nyaris selalu sendirian. Hanya Celine yang sering bersamanya. Ralph bahkan tidak pernah melihat seorang laki-laki datang untuk mengantar atau menjemputnya kuliah.
Apa Lisle telah berbohong untuk menghindarinya? Tapi kenapa?
“Kurasa lain kali saja.” Ralph bangkit dari duduknya dengan sebuah pemikiran baru. Aku harus menyelidikinya!
kopi sudah otewe ya