Sedang tahap REVISI
"Mari kita bercerai! Sesuai yang dituliskan di kontrak, kamu akan menceraikan aku setelah dua tahun."
Aillard tersenyum smirk, "Siapa yang akan mematuhi kontrak itu? Apakah kamu tidak tau bahwa pihak A bisa merubah isi kontrak sesuai keinginan mereka?"
Clarisse segera membalik kertas itu berulang-ulang kali, ketika dia menemukan bahwa ketentuan itu ada di dalam kontrak, wajahnya langsung memucat ketakutan.
Sial, dia telah ditipu.
***
Clarisse Edith van Leonore adalah seorang putri dari kerajaan Leonore. Kehidupannya sangat menderita hingga semua anggota kerajaan membencinya.
Di kehidupan sebelumnya dia meninggal karena dibunuh oleh pemberontak. Tidak puas dengan kematiannya yang tidak adil, Clarisse menggunakan pusaka klannya memutar balik waktu kembali ke dua tahun yang lalu.
Dia bertekad untuk mengubah takdirnya dengan cara menikahi Grand Duke yang terkenal kejam dan membalas dendam kepada orang yang telah menyakitinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KimHana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
REVISI
Tiga bulan sebelum pernikahan.
"Yang mulia, rumah siapa ini?"
Clarisse mengaitkan sudut bibirnya dan menatap dengan Anne dengan pandangan mengejek.
“Katanya kamu sangat menyukainya lalu kenapa kamu tidak mengetahui hal sekecil ini.”
Menyukai siapa? Apa maksud perkataan Yang mulia?
Anne menatap Clarisse dengan bingung tetapi yang di tatap malah memalingkan wajahnya ke arah lain.
Ia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling melihat bangunan nan megah di depannya.
Ada gerbang setinggi tiga meter yang kini terbuka lebar dengan sendirinya. Rumahnya sangat besar dan luas bagaikan memperlihatkan kekayaan sang pemilik.
Terdapat dua patung singa yang juga berdiri dengan anggun di depan pintu rumahnya.
Tunggu.. Patung singa?
Bukankah itu lambang keluarga Grand Duke Timothee?
Oh my god, apakah dia sekarang berada di rumah Grand Duke?
"Yang mulia, ini tidak seperti yang ku pikirkan kan?" tanya Anne dengan penuh harap.
"..........." Clarisse menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan Anne.
Syok, Anne memegangi dadanya berusaha mencerna berita yang baru di terimanya. Amal baik apa yang telah dia lakukan sehingga mendapatkan kenikmatan yang luar biasa ini.
"....,......"
Kenapa tidak ada prajurit yang berjaga?
Clarisse melonggokkan kepalanya ke kanan dan ke kiri tetapi tidak juga menemukan satupun yang di harapkannya.
"Apa yang Anda cari, Yang mulia?" ujar Anne sambil juga mengikuti perilaku Clarisse.
"Ssssst, bukankah sudah ku katakan untuk tidak memanggilku Yang mulia? Bagaimana jika orang mengetahui identitasku?"
Anne dengan cepat tersadar, lalu dia segera menganggukkan kepalanya.
"Tetapi kenapa tidak ada orang di tempat ini?"
"Benar, aku pun juga bingung. Bukankah ini terlalu mencurigakan?" ujar Clarisse sambil memantau situasi.
"Jangan-jangan, mereka mengira kita perampok dan saat ini sedang memasang jebakan untuk kita." mata Anne membelalak dan ia menatap Clarisse dengan horor.
Pletak.
Clarisse langsung saja menyentil dahi Anne yang di sambut oleh sang empu teriakan kesakitan.
"Entah apa yang kamu pikirkan dalam kepalamu? Tetapi aku akui imajinasi mu benar-benar kaya." kata Clarisse sambil mengeleng-gelengkan kepalanya keheranan.
Tidak mungkin Grand Duke mau menangkap perampok di siang bolong seperti ini.
Sementara itu.
"Yang mulia, apakah kita akan membiarkannya begitu saja?"
Seorang laki-laki sedang berdiri di belakang seorang pria sambil menatap pemandangan yang berada di bawahnya.
Wajahnya menghadap cahaya membuat orang tidak bisa melihatnya, tetapi jika di perhatikan dari postur tubuhnya yang tinggi dan tegap kita bisa menyimpulkan bahwa dia orang yang tampan.
"Hmm, biarkan saja. Karena sebentar lagi mereka akan masuk ke perangkap ku."
Bibirnya menyeringai dingin melihat dua lalat yang mencoba memasuki wilayahnya.
Dia memang sengaja membuka pintu rumahnya supaya bisa menjebak bangsawan licik itu dan mempunyai alasan untuk menghukumnya.
Mereka seperti belut, terlalu licik dan terus mempunyai alasan untuk melarikan diri.
"Yang mulia, ini sudah lama sekali. Kenapa kita tidak masuk saja?" kata Anne sambil mengipas-ngipasi dirinya yang kepanasan.
Cuaca yang sangat panas di tambah mereka mengenakan jubah yang panjang menutupi seluruh tubuh membuat Anne merasakan dirinya terpanggang oleh api.
"Baiklah." balas Clarisse menyetujui saran Anne.
Mereka pun berdua masuk ke dalam sambil mengamati apakah ada orang yang berjaga.
Tiba-tiba saja prajurit datang dari segala arah lalu segera mengukungnya.
"Apa yang kalian lakukan?" kata Clarisse berteriak panik.
Ia mencoba melepaskan tangan prajurit itu tetapi tenaganya terlalu lemah jika di bandingkan mereka.
"Lepaskan!" ujar Clarisse sambil memberontak.
Anne berbisik lirih, "Yang mulia, bukankah perkataan saya benar? Mereka pasti mencoba menjebak kita."
Amarah Clarisse langsung membara, tetapi dia menahannya untuk tidak segera meledak.
Apa yang sebenarnya Grand Duke lakukan? Bukankah dia terlalu ceroboh karena sembarangan menangkap orang.
"Kalian pasti salah paham! Kami tidak pernah melakukan kejahatan." ujar Clarisse berusaha menjelaskan.
"Penjahat mana pernah mengakui kalau dia adalah penjahat."
Tiba-tiba saja terdengar suara dari belakangnya yang membuat Clarisse sontak menolehkan kepalanya.
Disana berdiri seorang pria mengenakan kemeja putih dan celana hitam sedang berjalan menuju ke arahnya. Langkah kakinya tegap, suara sepatunya bagaikan melodi terdengar di telinganya.
Wajahnya seperti di ukir oleh pemahat khusus dan rambutnya sehitam langit malam yang sangat kontras di kulitnya yang putih. Matanya berkilauan seperti batu Amethyst lalu jatuh ke jembatan hidungnya yang tinggi.
Ia menatap Clarisse dengan dalam sambil mengangkat sudut bibirnya yang berwarna merah.
Deg.
Itu pasti Grand Duke Timothee.
"Ehm." Clarisse berdeham mencoba menormalkan ekspresinya kembali walaupun itu tidak terlihat karena tudung jubahnya yang menutupi sebagian wajahnya.
"Grand Duke, apakah itu anda?" tanya Clarisse berbasi basi.
Aillard tidak menjawab, dia hanya menatap Clarisse dengan sinis.
"Baiklah, saya rasa jawaban adalah ya." kata Clarisse sambil menghiraukan pandangan sinis Aillard padanya.
"Sepertinya anda salah menangkap orang, saya bukan orang yang anda cari."
"Benarkah?" tanya Aillard sambil mengangkat alisnya sebelah.
"Tentu saja."
"Lalu kamu siapa?"
Clarisse mendadak terdiam atas pertanyaan Aillard. Dia tidak ingin orang mengetahui identitasnya di tempat seramai ini, karena itulah dia memakai jubah.
"Aku akan memberitahumu, tetapi singkirkan prajuritmu dulu dariku."
Clarisse mengisyaratkan tangan prajurit yang mengukungnya.
"Lepaskan!"
"Yang mulia!" Teon memprotes. Kenapa Yang mulia melepaskannya begitu saja? Bangsawan itu akan pasti berulah lagi dan mencari masalah dengannya.
"............" Clarisse menghela nafas lega melihat prajurit yang sudah melepaskan tangannya. Ia menatap Aillard dengan sedikit lebih baik lalu segera menundukkan kepalanya, "Terimakasih, Grand Duke."
"Sebutkan identitasmu dan apa yang kamu lakukan disini?"
"Saya...." Clarisse tidak jadi melanjutkan ucapannya karena melihat banyak orang yang berada di dekatnya.
"Bisakah kita pergi ke tempat yang lebih sepi?"
Aillard terdiam sejenak lalu menganggukkan kepalanya.
"Ikuti aku!" Aillard berjalan di depan memimpin Clarisse untuk mengikutinya.
Walaupun Teon merasa tidak puas tetapi dia hanya bisa pasrah mengikuti kemauan tuannya.
"Apakah aku juga ikut?" Anne menunjuk dirinya sendiri kebingungan apakah harus juga mengikuti tuannya.
"Ikuti saja." Tanpa basa-basi Teon langsung mengalungkan tangannya di leher Anne lalu menyeretnya. "Jika tuanmu berbuat macam-macam, kau lah yang akan ku jadikan sandera."
"Kalau begitu aku tidak mau ikut. Lepaskan!"
"Sudah terlambat, aku sudah mengukungmu jadi kau tidak akan bisa lari. "