Tak terima lantaran posisi sebagai pemeran utama dalam project terbarunya diganti sesuka hati, Haura nekat membalas dendam dengan menuangkan obat pencahar ke dalam minuman Ervano Lakeswara - sutradara yang merupakan dalang dibaliknya.
Dia berpikir, dengan cara itu dendamnya akan terbalaskan secara instan. Siapa sangka, tindakan konyolnya justru berakhir fatal. Sesuatu yang dia masukkan ke dalam minuman tersebut bukanlah obat pencahar, melainkan obat perang-sang.
Alih-alih merasa puas karena dendamnya terbalaskan, Haura justru berakhir jatuh di atas ranjang bersama Ervano hingga membuatnya terperosok dalam jurang penyesalan. Bukan hanya karena Ervano menyebalkan, tapi statusnya yang merupakan suami orang membuat Haura merasa lebih baik menghilang.
****
"Kamu yang menyalakan api, bukankah tanggung jawabmu untuk memadamkannya, Haura?" - Ervano Lakeswara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 07 - Aku Lawanmu
"Apa terlalu frontal langsung bertanya begitu? Seharus_ ck, sudah dibaca ternyata."
Di balik Haura yang mungkin merasa terganggu bahkan risih dengan pesan itu, di sisi lain pengirimnya tengah dilema. Padahal sudah tiga puluh menit dia dibuat bimbang tatkala mempertimbangkan hendak bertanya apa, tapi begitu pesannya terkirim dan dibaca dilema itu tetap saja ada.
Ingin dia edit, tapi sudah terlambat dan tidak memungkinkan juga. Sekarang, satu-satunya yang bisa Ervano lakukan hanya menunggu balasan penerima pesannya.
Sembari mengetukkan jemari ke atas meja, mata Ervano terus terpaku menatap layar ponselnya. Tak pernah dia berharap sebesar ini agar pesannya dibalas segera.
Satu menit, dua menit hingga lima menit berlalu Ervano tak kunjung mendapat balasan sementara status pesannya sudah centang biru, pertanda memang benar sudah terbaca.
"Ayolah ... minimal balas, Haura," gumam Ervano sembari menggigit bibirnya.
Setelah berhasil menunggu dengan tenang beberapa saat, pada akhirnya gusar juga. Dia resah dan mulai berpikir untuk mengirimkan satu pesan lagi sebagai pancingan, mana tahu Haura lupa untuk membalas.
|| Perlukah kita ke rumah sakit?
Ervano sampai memejamkan mata tatkala mengirim pesan untuk kedua kalinya. Sudah tentu dia berharap setelah membuka mata akan mendapat balasan Haura.
Namun, yang dia dapati justru sebaliknya. Alih-alih mendapat balasan, Ervano justru menyaksikan status pesannya berbeda dari yang sebelum ini.
"Centang satu? Foto profil hilang? Dia ...." Mulut Ervano menganga seakan tak percaya.
Entah kapan Haura memblokir nomor ponselnya, tapi yang pasti saat ini dia tidak lagi bisa mengirimkan pesan lagi.
Tak putus asa, Ervano nekat menghubunginya via telepon dan hasilnya sama saja, nihil. Nomor Haura tak lagi bisa dihubungi, berkali-kali Ervano coba dan masih gagal juga hingga pria itu murka dan sontak melempar ponselnya sembarang arah.
Alhasil, lemari kaca yang berada tak jauh di depannya pecah. Beberapa piala penghargaan yang tertata di sana jatuh tak beraturan karena memang dia melemparnya sekuat tenaga.
Merasa diabaikan, Ervano sampai semarah itu. Dadanya naik turun, napasnya tidak stabil dan mulai kehilangan kendali.
Namun, kekesalannya sejenak terhenti tatkala mendengar suara bel. Tanpa memastikan lebih dulu siapa orangnya, Ervano berlari kecil dan membuka pintu dengan segera.
"Siap_"
Bugh
Baru juga terbuka sedikit, satu bogem mentah mendarat tepat di wajahnya hingga Ervano mundur beberapa langkah.
Tak selesai di sana, belum sempat Ervano mengelak sebuah tendangan juga dia rasakan tepat di bagian perut dan berakhir membuatnya terpental ke atas lantai.
Saat itulah, Ervano kembali diserang dengan pukulan bertubi-tubi, tanpa henti. Tak hanya pukulan, tetapi makian juga dia terima.
"Badjingan!!"
"Anjink!!"
"Berani-beraninya kau menodai adikku, settan!!"
Dapat Ervano rasakan semarah apa pria yang kini menyerangnya tanpa henti. Dan, sepanjang mendapatkan serangan tak terbesit keinginan Ervano untuk membalas, sedikit saja.
Sampai akhirnya, dia sadar pria itu mengeluarkan pisau lipat dan siap untuk menikam dadanya. Saat itulah, Ervano menahan pergelangan tangan lawannya sembari berucap dingin.
"Kau yang rugi jika sampai membu-nuhku, Abimanyu."
Abimanyu yang mendengar ucapan Ervano sontak tertawa pelan. "Apa katamu? Rugi? Mimpi!!"
"Pikirkan sekali lagi ... saat ini adikmu pasti tengah hancur, apa tidak semakin hancur andai nanti kakaknya masuk bui karena menghilangkan nyawa ayah dari anaknya? Hem?"
Sembari melayangkan pertanyaan itu, Ervano tersenyum licik yang membuat kemarahan Abimanyu semakin menjadi-jadi dan bertekad untuk menghabisi nyawa Ervano sekalian.
Sialnya, kali ini Ervano tidak bersedia mengalah dan menahan serangan Abimanyu meski sama sekali tidak membalas.
Telapak tangan Ervano bahkan sampai terluka sewaktu melindungi diri dari serangan Abimanyu yang hendak menikamnya.
Sampai, pi-sau lipat yang menjadi senjata utama Abimanyu terpental cukup jauh barulah Ervano kembali pasrah dan membebaskan Abimanyu meluapkan kemarahannya.
Sampai puas, Ervano seolah tidak peduli seberapa banyak da-rah yang keluar dari hidung dan telapak tangannya.
Mungkin Abimanyu akan menganggapnya pengecut, penakut dan bodoh. Namun, Ervano memang sama sekali tidak memiliki keinginan untuk bertengkar dan menyerang balik Abimanyu.
"Kenapa kau diam? Balas pukulanku badjingan!!" tantang Abimanyu sembari mengangkat kerah kemeja pria itu.
Tanpa menjawab, Ervano bergeming dengan mata yang hanya menatap sendu Abimanyu.
"Berhenti menatapku seperti itu!! Lawan aku!! Perlihatkan kekuatanmu dan jangan hanya berani kepada adikku."
Berkali-kali Abimanyu memintanya membalas, tapi Ervano tetap diam hingga akhirnya pria itu muak juga.
Segera Abimanyu beranjak berdiri dan menatap hina Ervano yang tergeletak di lantai dengan luka dan memar di wajahnya.
"Urusan kita belum selesai, Pecundang, ingat itu!!"
.
.
Cukup lama waktu yang dibutuhkan Ervano untuk bisa bangkit selepas kepergian Abimanyu. Perlahan dia berdiri beranjak mengambil kotak P3K untuk mengobati luka-lukanya sendiri.
Tanpa ekspresi dia menuangkan alkohol ke atas luka yang disebabkan sen-jata tajam milik Abimanyu.
Hanya butuh beberapa saat untuk Ervano mengobati lukanya. Selesai dengan luka, dia beralih membersihkan lantai tepat dimana da-rahnya berceceran di sana.
Hingga bersih tanpa noda kemudian juga mencari keberadaan pis-au Abimanyu yang tadi sempat dia lemparkan sembarang arah.
Perlahan, dia memungutnya dan kembali tersenyum tipis seakan menganggap tindakan Abimanyu lucu. "Bagaimana bisa dia berniat menyerang lawan dengan senjata sekecil ini?"
Walau sudah diserang bahkan hampir meregang nyawa, Ervano terlihat santai saja. Usai mengamankan pi-sau yang digunakan Abimanyu untuk menyerangnya, pria itu berlalu ke kamar tidur dan menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur.
Matanya menatap ke langit-langit kamar sembari berpikir. Kedatangan Abimanyu yang dia ketahui sebagai kakak Haura sudah cukup untuk menjadi bukti bahkan kemungkinan besar Haura tidak baik-baik saja.
Sekaligus menjadi jawaban atas pertanyaan yang tadi dia lontarkan pada Haura lewat pesan singkat dan tidak dihiraukan itu. Padahal, Ervano sampai nekat menghubungi Haura lewat nomor pribadi yang hanya dia gunakan untuk orang-orang tertentu saja.
Merasa masih ada cara lain untuk menghubungi Haura, Ervano meraih ponsel satunya dan menghubungi Haura lagi.
Dengan pertanyaan yang kurang lebih sama, intinya Ervano memastikan keadaan wanita itu.
Untuk kali ini, Ervano benar-benar berharap Haura bersedia membalas pesannya. Di luar dugaan, tidak hanya pesan, Haura justru balik menelponnya yang kemudian Ervano terima tanpa banyak bicara.
"Hall_"
"Lupakan yang terjadi ... saya tidak akan memperpanjang masalah jadi anggap tadi malam tidak terjadi apa-apa!! Jangan berlagak seolah mengenal saya dan satu lagi, jangan pernah menghubungi saya apapun alasannya!! Sampai Bapak masih mengusik saya, maka saya tidak akan segan-segan membuat Bapak membusuk di penjara, paham!!"
Ervano belum selesai menyapa, tapi Haura justru membalas dengan pernyataan sepanjang jalan kenangan. Sontak pria itu tersenyum tipis dan cukup terkejut mendengar suara Haura. "Ah, jadi kamu mengancam saya?"
.
.
- To Be Continued -
...Sejauh ini gimana? Apa penduduk bumi syuka? ...