banyak mengandung ***, tolong yang dibawah umur bijaklah dalam membaca setiap novel.
karya ini adalah karya saya di platform sebelah. terpaksa saya pindahkan disini sebab novel ini sudah hilang di platform sebelah. saya sudah menunggu beberapa bulan kembali nya novel ini tapi nyatanya tidak kembali lagi.
mengandung *** bijaklah dalam membaca
Zahra harus rela di nikahi oleh calon suami kakaknya, intan. sebab intan kabur di hari H pernikahannya. tak ada pilihan lain akhirnya Zahra menuruti keinginan orang tua angkatnya. ingin rasanya wanita itu menolaknya tapi hal itu menyangkut nama baik keluarga mereka.
William menyalahkan Zahra atas hilangnya calon istri saat menjelang pernikahan, pria itu mengira jika Zahra dalang dibalik semua ini karena iri dengan intan.
seakan buta mata dan hati, William terus saja menyiksa Zahra setelah menjadi istrinya. hari-hari dijalani Zahra penuh dengan penyiksaan, hinaan dan cacian sudah menjadi makanan sehari-hari nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
21+ tolong bijak dalam membaca yah
Sreeek....
William yang sudah dilanda emosi langsung menarik piyama tidur Zahra sampai sobek memperlihatkan lengan mulusnya.
Dengan bruntal William menc*um nya secara paksa bahkan dengan kasar tanpa mempedulikan kesakitan Zahra. Perempuan itu kini menangis tanpa mampu berbicara sebab b*b*rnya dibungkam oleh b*b*r milik William.
Setelah dirasa Zahra sulit bernafas William menghentikan ci*mannya dan mengangkat Zahra ke tempat tidur dengan kasar. Zahra bahkan beberapa kali berontak tapi tenaganya seakan terbatas melawan sosok William yang begitu kuat apalagi sekarang laki-laki itu sedang tersulut emosi.
"Ini pantas untuk mu perempuan m*rahan. Aku akan menghukum mu karena dengan berani mengatakan kekasih ku sebagai p*l*cur". Ucap William menyeringai menatap Zahra yang berontak. Dirinya merasa tertantang dibuatnya.
"LEPASKAN S*ALAN!!!. JANGAN PERNAH MENYENTUHKU DENGAN BADAN KOTOR MU ITU. AKU TIDAK SUDI". sentak zahra dengan suara keras.
"Kenapa hmm ? Kita bahkan halal jika melakukannya. Bukan kah kita ini suami istri secara sah ? Tentu kita bisa berbuat lebih dari ini bukan". Bisik William m*r*mas kedua benda kenyal milik Zahra.
Tanpa banyak bicara lagi William melancarkan aksinya, bahkan keduanya kini sudah tak memakai pakaian sehelai pun. William merasa bertambah n*fsu melihat pemandangan didepannya. Tubuh yang sangat indah. Dapat William perkirakan bahkan tubuh Zahra lebih indah dibandingkan dengan kekasihnya walau belum pernah melihatnya sekalipun.
Zahra bahkan sudah menangis, seakan tak bertenaga lagi melawan laki-laki yang sebentar lagi akan mengambil k*s*ciannya untuk pertama kali. Walaupun dia adalah suaminya tapi rasanya enggan untuk memberikan sesuatu yang selama ini dijaganya dengan baik.
William tak henti menc*mbu setiap inci tubuh Zahra, seakan tak ingin terlewatkan sedikit pun, Rasanya begitu candu baginya.
"Ku mohon jangan lakukan itu hiks.. hiks..". Dengan sisa tenaga Zahra kembali memohon agar William tak m*n*dainya, tapi laki-laki itu tak mendengarkan apa kata Zahra karena sudah diliputi dengan nafsu yang menggebu-gebu.
Jleb
Setelah beberapa kali mencoba menerobos masuk kedalam milik Zahra akhirnya William bisa menembusnya juga dengan susah payah. Zahra beberapa kali meringis karena rasa sakit mendera.
'ternyata dia masih p*r*wan ?'. Batin William
Hiks... Hiks.. hiks..
Zahra tersedu-sedu menangis merasakan sakit dibagian bawa sana, William melakukannya dengan kasar tak memikirkan perasaan Zahra.
Setelah mendapatkan pelepasan akhirnya William tumbang disamping Zahra bahkan laki-laki itu sempat tersenyum beberapa kali merasa dia yang pertama kali mengambil k*s*cian istrinya. Padahal dia sendiri yang mengatakan jika Zahra perempuan m*rahan tapi setelah merasakannya, ucapannya seakan tidak benar.
Zahra segera bangun menuju kamar mandi dengan tertatih-tatih, akibat perih di bawah sana.
Dirinya kini berada dibawa shower menangisi nasibnya yang begitu s*al, harus terjebak dengan laki-laki k*jam sampai rusak seperti ini.
"Aku kotor sekarang hiks..". Kata Zahra menggosok badannya sampai memerah, seakan jijik atas apa yang terjadi barusan.
Sedangkan William segera menuju kamarnya dengan sempoyongan, rasanya begitu lelah dan saat ini tujuannya hanya untuk tidur bahkan tidak merasa bersalah sedikit pun atas apa yang dilakukannya.
*
*
*
Pagi hari menyambut tanpa sinar matahari sebab semalam turun hujan begitu lebat, langit seakan tahu kesedihan yang dialami Zahra, kesedihan yang tak akan terlupakan selama hidupnya.
Dalam kamar nan luas, seorang laki-laki masih meringkuk dibawah selimut, dengan malas bangun dari tempat tidur menuju kamar mandi. Didalam bathtub laki-laki itu masih memikirkan kejadian semalam. Niat awal tidak ingin melakukan hal demikian tapi n*fsu sudah menguasai apalagi diikuti dengan emosi mampu membutakan matanya.
"Haaaa". Helaan nafas keluar dari mulutnya seakan menyesali perbuatan yang dilakukannya.
"Kenapa aku sampai lepas kontrol dan malah tergoda dengan tubuh perempuan m*rahan itu. Baru kali ini aku melakukannya bahkan bersama intan aku bisa menahannya". Kesalnya meremas rambut frustasi.
Dirinya kembali teringat kejadian itu, bahkan beberapa kali percobaan menerobos milik Zahra sangat susah.
"Apa aku salah selama ini. Dia bahkan masih suci dan aku pertama kali mengambilnya". Ucapnya lirih.
Bagaimana tidak ? Selama ini dirinya berspekulasi bahwa perempuan itu adalah wanita m*rahan, tak hanya itu bahkan dirinya selalu menghina jika Zahra perempuan yang paling menjijikkan yang dia temui dan sekarang terbukti bukan, jika tuduhannya selama ini salah besar.
Setelah badannya dirasa bersih, William segera memakai pakaian dan menuju kebawah. Didapur sudah ada mbok Darni sedang menyiapkan sarapan. Yah setelah mendapat ancaman dari maminya William langsung memanggil kembali orang-orang yang pernah bekerja di rumahnya.
"Pagi tuan". Sapa mbok Darmi yang hanya diangguki oleh William.
William sebenarnya merasa penasaran dengan Zahra tapi enggan menanyakan nya pada mbok Darmi.
"Kapan mbok datang ?". Tanya William yang sudah duduk di meja makan.
"Sedari subuh kami semua kembali dikediaman ini tuan. Setelah anda memanggil kami kembali, subuhnya kami bergegas kesini segera". William hanya mengangguk mengerti.
Setelah melahap sarapannya, William segera berangkan menuju ke perusahaannya. Mobil yang dikendarai nya melesat dengan cepat meninggalnya rumah nya.
Sedangkan kedua orang tua William sudah menuju kebandara.
"Mami sudah menghubungi William dengan Zahra mereka sudah ada dimana ?". Tanya Handoko.
"Ah hampir mami lupa, tunggu sebentar". Airin segera mengambil ponselnya dari tas dan menekan nomor Zahra. Beberapa kali Airin menelpon tapi ponsel Zahra tak aktif sama sekali.
"Nggak aktif Pi nomor Zahra". Ucap Airin, entah kenapa dirinya begitu gelisah memikirkan menantunya itu.
"Mami kenapa ?". Handoko sadar sedari tadi istrinya begitu gelisah duduknya.
"Entahlah Pi, mami hanya memikirkan Zahra. Perasaan mami tak karuan rasanya". Handoko segera menggenggam tangan istrinya mengelus pucuk kepalanya.
"Mungkin mami merasa sedih saja, karena selama menikah dengan William, kita tidak perna meninggalkan Zahra sejauh ini. Jadi mami positif thinking saja semoga Zahra baik-baik saja". Airin mengangguk menyandarkan kepalanya di pundak sang suami.
Tak terasa akhirnya mereka sudah sampai di bandara ternyata tak ada anak dan menantunya disana.
"Loh mereka kemana sih Pi, bahkan nomor Zahra nggak aktif sama sekali". Khawatir Airin.
"Coba mami telpon William mereka sudah dimana". Dengan cepat Airin menuruti perintah sang suami.
Setelah telepon tersambung, Airin segera menanyakan keberadaan mereka.
"Kalian sudah dimana ?". Tanya Airin to the poin.
William terdiam mengerutkan keningnya heran dengan pertanyaan maminya.
"Maksud mami apaan sih, yah William di perusahaan lah".
"Astaga sedari tadi kamu mengkhawatirkan kalian, apa Zahra tidak mengatakan jika papi dan mami akan keluar negeri kerumah opa sama Oma mu ?". William terdiam kembali karena memang Zahra tak mengatakan hal demikian.
"Tidak ada, Zahra nggak ada bilang apa-apa sama William". Ucap William.
"Astaga. Yasudah mungkin Zahra lupa. Papi sama mami berangkat dulu soalnya sebentar lagi pesawat akan berangkat. Kamu jangan nyakitin Zahra yah awas saja mama pukul kamu". Airin langsung mematikan teleponnya tanpa mendengarkan kembali ucapan anaknya.
"Aishhh mami ini kebiasaan kalau ngambek selalu mematikan telponnya duluan".ucap William menghentakkan ponselnya diatas meja.
William terdiam cukup lama memikirkan Zahra yang tidak memberitahukan perihal orang tuanya, apa karena kejadian tadi malam membuat perempuan itu tidak berbicara apa-apa.
"Haaa menyebalkan". Gumam William.
Drtttt
Drtttt
Lamunan William buyar ketika ponselnya kembali berbunyi.
"APA!"....
Bersambung