Kekasih Terpaksa Sang Penguasa
Langkah kaki di belakangnya terus mengejar. Lisle berlari dalam remang cahaya di antara hiruk-pikuk klub. Langkahnya salah arah. Dia bermaksud mencari pintu keluar. Tapi malah tersesat jauh ke dalam pada bagian klub yang tak dikenalnya. Ini pertama kalinya dia pergi ke tempat ini. Bukan karena penasaran. Tapi karena beberapa gadis yang baru dikenalnya mengajaknya keluar.
"Bersenang-senanglah sesekali!"
"Jangan jadi kutu yang terus menempel pada buku!"
Begitu mereka menghasut kejenuhannya.
Keseharian Lisle memang hanya berputar pada kuliah dan kerja. Tidak pernah terpikir olehnya untuk pergi bersenang-senang karena kafe tempatnya bekerja tak pernah libur. Malam ini akhirnya dia meminta ijin pada Daisy, teman sekaligus pemilik kafe. Sally merayakan hari jadiannya dengan seorang model tampan. Lelaki itu telah dikejarnya berbulan-bulan. Kemaren akhirnya mereka berpacaran.
Lisle tak mengenal sang model itu. Sally juga bukan seorang teman akrab. Mereka hanya bertemu beberapa kali di perpustakaan.
Celine, sahabatnya, bahkan tak tahu dia pergi ke klib malam ini.
Tadi setelah kembali dari kamar mandi, dia hampir membuka ruangan tempat mereka mengadakan perayaan. Tangannya sudah nyaris membuka pintu ketika Lisle mendengar percakapan di dalam sana.
“Saya jamin, Tuan Adolf, gadis ini benar -benar masih polos. Dia bahkan belum pernah berpacaran. Satu-satunya yang dia tahu hanyalah buku-buku kuliah. Tuan pasti akan puas dengan pilihan saya.” Itu suara Sally yang disambut tertawa beberapa orang.
Jantung Lisle berdegup kencang. Hatinya mendadak tidak nyaman. Dia kah yang mereka maksud sebagai gadis polos itu?
“Kalau yang nona katakan itu benar dan saya sudah mencicipinya sendiri. Saya akan memberi tambahan dari harga yang sudah kita sepakati.”Terdengar sebuah suara berat yang tak dikenal.
“Yakinlah, Tuan, pacarku tak salah melihat orang. Aku juga melihat sendiri tadi. Gadis itu bahkan memakai gaun yang hanya pantas untuk dipakai di acara kelulusan.” Itu suara Noah, satu-satunya lelaki yang datang bersama mereka tadi.
Mereka pergi berlima. Sally dan pacarnya. Dua orang gadis teman Sally. Dan Lisle sendiri. Tapi setibanya di klub, ada dua lelaki muda yang ikut masuk bergabung menemani dua teman Sally. Lisle merasa canggung sendirian, merasa terasing. Sally sempat menyinggung tentang seorang teman lagi yang datang terlambat. Apakah yang dimaksudkannya tuan Adolf tadi?
Waktu pelayan mengantarkan beberapa camilan dan minuman beralkohol, Lisle tiba-tiba merasa mual. Apalagi ketika para lelaki mulai menyalakan rokok, menciptakan kabut tipis di dalam ruangan, Lisle hampir muntah. Dia pun bergegas ke kamar mandi. Ada penyesalan yang datang tiba-tiba.
Saat ini penyesalan itu makin menjadi-jadi.
“Nona, permisi....” Seorang pelayan tiba-tiba sudah berada di sisinya dengan beberapa botol minuman dan gelas. Sepertinya hendak mengantarkan ke dalam sana.
Lisle mengeluarkan pekik tertahan karena kaget. Dia refleks mundur memberi jalan. Sally di dalam sana tampak terkejut menyadari Lisle yang sudah berada di depan pintu.
“Lisle, kau kembali? Kemarilah!” Sally berseru . Suaranya sedikit memerintah.
Lisle tersentak demi mendengar panggilan itu. Dia merasakan sebuah ancaman bahaya. Sembari menggeleng tanpa sadar dia mundur dengan gugup. Sally melangkah mendatanginya.
“Lisle, temanku sudah datang. Aku akan mengenalkanmu padanya....”
Dengan sekali gerakan Lisle memutar badan, berbalik dan melangkah tergesa meninggalkan ruangan itu. Waktu didengarnya seruan-seruan marah, dan perintah untuk mengejar dari suara seorang laki-laki, Lisle berlari semakin cepat melintasi ruangan demi ruangan.
Saat ini dia malah terpojok di depan sebuah kamar mandi. Dengan panik Lisle mendorong sebuah pintu tanpa melihat tulisan di depannya. Kamar mandi khusus untuk pria. Suara pintu yang ditutupkan dengan keras justru memancing para pengejarnya ke sana.
Gadis itu gemetar. Begitu berbalik dari pintu dia menabrak seseorang.
Lisle hanya sedagu lelaki itu. Dia mesti mendongak dengan gugup waktu meminta maaf dengan suara nyaris menyerupai cicitan. Tenggorokannya kering.
Saat itu ada langkah-langkah tergesa di luar dan suara beberapa orang lelaki.
“Kau periksa kamar mandi wanita. Aku akan melihat di sebelah sini,” ujar seseorang.
Wajah gadis itu memucat. Tiba-tiba dia berkata pada lelaki yang baru ditabraknya.
“Tuan, tolong saya. Mereka ingin mencelakai saya.” Suaranya nyaris pecah oleh tangis. Airmatanya bahkan perlahan menetes.
Mereka hendak menjual saya! Lisle ingin mengatakan itu tapi tak ada suara lagi yang keluar.
Itu cuma sebuah usaha terakhir yang dia bisa coba. Mereka tak saling kenal, mungkin saja lelaki itu tak ingin ikut campur urusan orang. Di tempat terkutuk ini, isinya pun mungkin hanya orang-orang terkutuk.
Kamar mandi ini bahkan memiliki penerangan yang buruk. Meski mungkin disengaja untuk menimbulkan kesan yang mirip suasana di luar sana yang temaram. Lelaki itu mengamatinya sejenak. Dia memakai kemeja warna gelap dengan mantel panjang. Garis wajahnya tegas dengan mata hitam pekat. Ada kilau tajam yang menakutkan ketika Lisle melihatnya lebih dekat. Lelaki itu tiba-tiba mendorongnya ke dinding dan menunduk pada wajah kecil itu
“Aah....” Lisle mengeluarkan seruan tertahan karena kaget dengan sikap lelaki itu.
“Diam!” Lelaki itu berbisik memerintah di telinganya. Napasnya hangat menggelitik sisi wajah Lisle. Seluruh tubuh lelaki itu melingkupi Lisle, menekannya ke tembok yang dingin. Sebelah lengan panjang itu melingkari pinggang ramping Lisle dan sebelahnya lagi bertumpu pada tembok. Wajah Lisle yang tadi pucat kini memerah.
Pintu dibuka dengan suara berisik. Seseorang berjalan melewati mereka. Lisle merasa tegang tapi lelaki yang menutupi tubuhnya tiba-tiba menciumnya. Jeritan Lisle terbungkam menjadi gumaman tak jelas.
Lelaki yang memeriksa satu demi satu pintu toilet melirik dua orang yang tengah berciuman itu, mendengus sebal ke arah mereka. Tak menyadari bahwa buruannya saat ini begitu dekat dengannya. Dia hanya tak mengira. Kemudian dengan kecewa lelaki itu melangkah pergi.
Lisle hampir kehabisan napas begitu ciuman itu berakhir. Dia merasa shock. Bibirnya terasa nyeri. Itu ciuman pertamanya. Meski pun begitu, dia merasa ciuman itu begitu kasar dan bergairah. Tubuhnya terasa merinding.
Lelaki itu mengamatinya sejenak dengan sudut bibir sedikit terangkat. Senyumnya terlihat menakutkan. Lutut Lisle lemas. Perlahan ibu jari lelaki itu mengusap bibir Lisle yang basah dan sedikit bengkak. Lisle meringis karena merasa nyeri di bagian yang disentuh. Dengan tergesa ditolakkannya tubuh kekar itu.
Tapi dorongannya seperti bertemu tembok kokoh. Tubuh itu nyaris tak bergerak.
“Menjauh. Tolong menjauhlah!” Lisle panik dibawah tatapan mengerikan lelaki itu. Dia hanya meminta tolong tapi malah mendapatkan perlakuan kurang ajar. Kini dia bergerak kacau dalam kungkungan tubuh besar itu.
Sang lelaki tertawa pelan. Merasa lucu. Selama ini tak ada yang bersikap seperti gadis ini padanya. Memberontak dalam pelukannya, menolak perlakuan manisnya. Selama dia, Kennard Kent menginginkan, gadis-gadis akan rela mengantri dari ujung ranjangnya hingga ujung Black Mountain. Kennard tinggal menjentikkan jarinya.
“Manis sekali....” ujarnya sambil menunduk, menautkan dahinya pada dahi gadis itu. “Mau jadi pacarku?”
--------------
Hallo semuaaa.... Terima kasih sudah membaca novelku ini. semoga setia mengikuti kelanjutannya hingga akhir. Mohon dukungannya dengan klik like, komen, vote. Hadiah juga boleh 🤭🤭🤭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Sri Keren Mutamimah
numpang patkir ya thor🙏😁
2022-05-13
1
Devitafazasa
masi nyyimak thor
2022-04-26
1
lovely
seperti biasa semua novel kompakan laki2 nya dah TDK perjaka bahkan sering main ma jalang ceweknya blm tersentuh realnya ga gtulah cewek baik2 pasti Dok dapat cowok baik 🥴🥴
2022-04-18
1