Follow My IG : @mae_jer23
Geyara, gadis kampung berusia dua puluh tahun yang bekerja sebagai pembantu di rumah keluarga Cullen. Salah satu keluarga terkaya di kota.
Pada suatu malam, ia harus rela keperawanannya di renggut oleh anak dari sang majikan.
"Tuan muda, jangan begini. Saya mohon, ahh ..."
"Kau sudah kupilih sebagai pelayan ranjangku, tidak boleh menolak." laki-laki itu terus menggerakkan jarinya sesuka hati di tempat yang dia inginkan.
Tiga bulan setelah hari itu Geyara hamil. Masalah makin besar ketika mama Darren mengetahui sang pembantu di hamili oleh sang anak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku mau kau sekarang
Sudah dua jam berlalu semenjak pesta itu di mulai, namun orang-orang dalam ruangan pesta tersebut semuanya masih semangat dan menikmati jalannya pesta. Darren memang selalu setia menemani Yara di sampingnya, namun karena begitu banyak orang yang menghampiri dan berbincang-bincang dengan pria itu, Yara jadi merasa tidak leluasa. Apalagi beberapa orang menanyakan pekerjaannya dan nama keluarganya. Terutama para wanita.
Yara yakin wanita-wanita itu ingin membandingkan status sosial mereka. Huh, memangnya mereka akan mati atau jatuh miskin apa kalau tidak mempedulikan status orang lain?
"Mau makan puding?" Darren berbisik pelan di telinga Yara. Dari tadi perlakuannya amat manis. Bagaimana wanita lain tidak cemburu coba kalau sikapnya semanis ini. Yara menggeleng.
"Aku sudah kenyang." katanya. Lalu ponselnya bergetar. Yara mengeluarkan benda pipih itu dari dalam tas tangan yang dia pegang. Tas tangan pemberian Darren, pasti mahal juga.
Darren ikut menatap ke layar ponsel Yara. Lelaki itu membaca dengan jelas nama yang muncul dalam layar ponsel Yara.
"Siapa dokter Arka?" pria itu menatap Yara tajam. Pasti seorang laki-laki. Tidak mungkin nama Arka perempuan.
"Dokter papaku." sahut Yara.
"Masih muda?"
Iris tajam Darren seolah membuat Yara merasakan aura yang menakutkan. Dengan terpaksa ia pun berbohong.
"Nggak, umurnya hampir enam puluh tahun. A ... Aku harus mengangkatnya, pasti ada hubungannya sama papa aku."
Yara pun berjalan agak menjauh untuk mengangkat panggilan itu. Darren yang berniat mengikuti terpaksa harus menghentikan langkahnya karena seorang teman menghampirinya. Pandangannya sesekali melirik ke Yara.
"Halo," Yara mengangkat telpon, suaranya lembut saat bilang halo pada orang di seberang.
"Yara, kau di mana? Bisa ketemu sekarang?"
Dahi Yara mengernyit. Suara dokter Arka kedengaran berbeda dari biasanya. Apa terjadi sesuatu pada papa? Papanya adalah satu-satunya orang yang selalu baik padanya dari kecil. Walau sudah mengetahui fakta bahwa dia bukanlah anak kandung, tetap saja Yara selalu menganggap sang papa adalah seorang ayah yang baik. Dia akan membalas budinya pada laki-laki paruh baya itu.
"Apa terjadi sesuatu sama papa saya dok?" suara Yara berubah khawatir.
"Bukan, bukan itu. Ini tidak ada hubungannya dengan papamu. Aku hanya ingin bertanya sesuatu padamu untuk memastikan keputusan yang akan aku ambil."
Heh?
Yara makin bingung. Bagaimanapun dia berpikir, dia bingung. Kenapa dengan dokter Arka, kenapa tiba-tiba mau bertemu dengannya?
"Yara, bisakah kita bertemu sekarang?"
"Mm, maaf dok tapi saya lagi nggak ada di kota." sahut Yara. Itu memang faktanya.
"Kau pulang kampung?"
"Nggak dok, sa ... Teman saya berulang tahun, jadi untuk merayakannya saya dan teman-teman lainnya di ajak liburan seminggu. Jadi selama seminggu aku tidak ada di kota." sahut Yara berbohong. Karena dia memang tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya. Apalagi dokter Arka dan dia tidak ada hubungan apa-apa.
Arka yang mendengar di seberang sana tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Padahal dia ingin memastikan kalau perempuan itu adalah bubble-nya atau bukan. Dia ingin bertanya dan kalau benar Yara bukanlah anak kandung keluarga gadis itu, Arka akan melanjutkan dengan tes DNA. Tapi sepertinya dia harus menunggu.
"Ah, seperti itu. Kalau begitu aku akan menemuimu nanti. Selamat menikmati liburanmu." sambungan pun terputus. Yara masih tidak memahami benar apa maksud pria itu, namun ia tidak ingin terlalu memikirkannya.
Yara mengedarkan pandangannya ke seluruh orang dalam ruang pesta itu dan berhenti ke Darren. Lagi-lagi sang tuan muda berbincang dengan teman-temannya.
Apa kalau aku berjalan ke dek atas tuan muda akan marah? Tapi di sini terlalu ramai.
"Hai nona, kau sendirian?
Suara itu mengalihkan pandangan Yara pada laki-laki yang kini mengajaknya berbicara. Pria itu lumayan tampan dan terlihat ramah. Wajahnya ada campuran bulenya.
"Boleh berkenalan? Namaku Adric." Yara menyambut uluran tangan pria itu dengan senyuman tipis.
"Yara." ucapnya.
"Nama yang cantik, seperti orangnya." puji pria itu.
"Mau berdansa?"
Saat Yara ingin menjawab, tiba-tiba ia merasakan rengkuhan kuat di pinggangnya, membuatnya menengadah menatap pria tinggi yang menatapnya dengan tatapan mengintimidasi.
"Apa yang kalian bicarakan?"
"Darren, kau kenal Yara?" Darren tidak menyukai cara laki-laki memanggil Yara, seolah ia dan kekasihnya ini dekat.
"Dia adalah kekasihku. Memangnya kau tidak lihat dia bersamaku sejak tadi?"
Laki-laki di depan sana tampak kaget. Kemungkinan dia memang tidak tahu.
"Ah maaf, aku benar-benar tidak tahu. Kalau begitu aku pergi duku." Pria itu pun berlalu meninggalkan mereka. Apalagi ia melihat dengan jelas rangkulan posesif yang Darren berikan pada wanita bernama Yara itu. Dan terlihat dengan jelas di wajah Darren seolah pria itu mengatakan jangan ganggu wanitanya.
"Kau menikmati berbicara dengan laki-laki asing itu daripadaku? Apa yang kalian bicarakan?" ekspresi wajah Darren bercampur antara marah dan cemburu.
"Bukan apa-apa. Pria itu hanya menanyakan namaku, dia ingin berkenalan, jadi aku menyambutnya. Memangnya salah berkenalan dengan orang baru?" Yara sedikit kesal karena dari tadi dirinya memang tidak menikmati berada di pesta ini.
"Laki-laki itu jelas mendekatimu karena ada maksud. Dan aku tidak suka melihatmu bersama pria lain. Sudah pernah aku katakan sebelumnya kan kalau hanya milikku seorang, tidak akan kubagi dengan siapapun." Darren berbisik di telinga Yara, menekankan setiap kata yang keluar dari mulutnya.
Yara hanya bisa diam. Dia tahu tidak ada gunanya melawan majikannya ini, apalagi mereka berada di tengah-tengah pesta.
"Katakan bahwa kau hanya milikku seorang." Darren menarik dagu Yara dan menatap kedalaman mata wanita itu yang hitam cerah.
"Katakan sekarang,"
"Aku hanya milikmu." Yara hanya bisa menurut. Setelah mengatakan itu Darren membawa Yara ke luar dan melu-mat bibir Yara dengan kemampuan yang tiada duanya, sambil mendorong Yara ke pembatas besi kapal tersebut, mengukungnya seakan tidak memberinya kebebasan untuk meninggalkannya.
Gisel yang memperhatikan mereka sejak tadi mengikuti dan mengepal tangannya kuat-kuat. Ia benci melihat Darren mencium perempuan lain dengan menggebu-gebu begitu.
Sejak lama, Darren memang terkenal mampu membuat wanita manapun bertekuk lutut bahkan bersujud di kakinya untuk merasakan nikmatnya bercinta bersamanya.
Kegiatan ciuman itu cukup lama, beberapa kali Darren memberikan Yara kesempatan bernafas lalu kembali melu-mat bibir ranumnya. Ia tidak peduli dengan pesta lagi. Ia ingin bercinta dengan Yara sekarang juga, di atas kapal pesiar ini.
"Aku mau kamu sekarang," ucap Darren dengan pandangan berkabut.
"Darren," Gisel menghampiri mereka. Ia ingin berusaha menghentikan apa yang mau Darren lakukan terhadap si babu itu malam ini.
"Pengumuman siapa yang akan memenangkan mobil akan segera diumumkan, kau tidak mau ke dalam? Aku yakin kamulah yang akan mendapatkan mobil itu."
"Tidak. Ada hal yang lebih penting yang ingin aku selesaikan sekarang juga dengan kekasihku." setelah mengatakan itu Darren menggendong tubuh Yara dan naik ke dek satu, di mana kamar mereka berada.
Wajah Gisel merah padam. Dia mau gila rasanya memikirkan Darren meniduri pembantu itu.
“Hugging the Wound”
Ditunggu kedatangannya 🍂