“Jangan meremehkan seorang wanita, karena marahnya seorang wanita akan membawa kehancuran untukmu!”
~Alatha Senora Dominic~
🍁
Wanita yang kehadirannya tak diinginkan. Ia diabaikan, dikhianati bahkan hidupnya seolah tengah dipermainkan.
Satu persatu kenyataan terbuka seiring berjalanya waktu.
“Aku diam bukan berarti lemah! Berpuas dirilah kalian sebelum giliran aku yang membuat kalian diam.”
Kisah rumit keluarga dengan banyak konflik dan intrik yang mewarnai.
Simak kisah hidup seorang Alatha Senora Dominic di sini 💚
*
Mature Content.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mei-Yin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 26 Permainan baru dimulai
Atha masih berdiri di tempatnya dengan senyum miring.
Tak ada yang tahu darimana api biru tersebut muncul.
Namun kejadian ini sukses membuat semua orang kebingungan.
Sudah tiga puluh menit para pelayan sibuk memadamkan api biru tersebut namun tak kunjung padam.
Benar-benar aneh. Mungkin begitulah batin semua orang.
Atha menggerakkan jemarinya seolah menarik api biru tersebut dan kobaran api berwarna biru tersebut langsung padam.
Terdengar helaan napas lega dari bibir semua orang.
Namun tidak dengan mata tajam milik Axton Dominic. Lelaki tua itu mengikuti setiap gerak gerik Atha dan jantungnya seolah ingin melompat keluar manakala tiba-tiba ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana api itu lenyap karena gerakan tangan luwes tersebut.
“Darimana api itu berasal Papa. Kenapa tiba-tiba ada kobaran api di sini?!” tanya Hana dengan wajah yang menyisakan kepanikan.
“Aneh sekali.”
“Ini tidak masuk akal!” komentar Serin menimpali.
“Sudah-sudah. Mungkin ini hanya korsleting.” Axton menyela, menghentikan praduga yang ada di kepala orang-orang tersebut.
“Bagaimana bisa? Tidak mungkin Papa.” Ben masih tidak percaya dengan apa yang terjadi.
“Sudahlah. Nanti kita panggil seseorang untuk melihat kondisi mansion ini.”
Atha masih diam mendengar asumsi orang-orang tentang kejadian yang terjadi.
“Drama macam apa ini!” ucap Atha membuat pandangan semua orang beralih menatapnya.
“Ahahaha, aku lupa bahwa anak jalaang ini masih berada di sini,” sindir Arabella seperti biasa.
Atha hanya berdecak malas kemudian mengambil tas dan ponselnya.
Tanpa berkata apapun ia meninggalkan ruang keluarga dengan langkah pasti.
“Kau lihat apa yang dia lakukan? Benar-benar kurang ajar!” Serin mengadu kepada Jeremy.
Tangan besar Jeremy menyentuh bahu Serin lembut. “Aku akan memberinya pelajaran!”
Mendengar jawaban Jeremy, Serin mengangguk antusias. “Kau harus membuatnya tunduk lagi, Jeremy.”
“Akan aku lakukan apapun untukmu!”
Jeremy, Serin, Arabella dan kedua orang tuanya meninggalkan ruang keluarga, meninggalkan Axton yang hanya menatap datar kepergian keluarganya.
Axton kembali duduk ditempatnya. Lelaki tua itu masih mencerna apa yang tengah dilihatnya tadi.
Ia memejamkan mata sambil berpikir bahwa itu hanyalah ilusi yang terbayang di kepalanya. Namun tidak, Axton menggelengkan kepala. Itu nyata, ia melihatnya dan itu bukan sekedar ilusi.
Apa yang sebenarnya terjadi?!
Dan apa yang aku lihat tadi mungkinkah itu nyata?!
Ala, apa yang sedang kau rencanakan.
Berbeda dengan Axton yang tengah berpikir dengan keras. Di ruangan lain tampaknya seluruh keluarganya tengah menikmati pembicaraan yang terdengar menyenangkan.
Tidak ada yang lebih menyenangkan selain membicarakan rencana-rencana jahat untuk menyakiti Atha.
Serin yang paling bersemangat di antara yang lainnya.
Jeremy hanya mengangguk sebagai jawaban atas keinginan istrinya.
Tanpa terasa pembicaraan mereka bahkan sampai larut malam.
Axton yang samar-samar mendengar ucapan mereka kembali dibuat geram dengan tingkah istri, anak, menantu dan cucunya.
Cukup sudah. Tidak akan kubiarkan kalian menyakiti Ala lagi.
Kalian benar-benar tidak punya hati.
🍁🍁🍁
Mansion Renner.
Pukul 12.00 malam Atha masih berkutat dengan laptopnya.
Sepulang dari acara makan malam tadi, dirinya memilih mengurung diri di dalam kamarnya.
Entah apa yang sedang ia kerjakan, hanya dirinya yang tahu.
Ditemani segelas wine Atha mulai fokus dengan layar datar dihadapannya.
Senyumnya mengembang ketika ia membaca notifikasi yang baru saja diterima.
“Aku akan menjadi cerminan kalian. Apa yang kalian lakukan itu juga yang akan aku lakukan.” gumamnya dengan mengangkat kedua tangannya untuk merenggangkan tangannya yang lelah.
Ceklek!
Pintu kamar terbuka disusul munculnya sosok lelaki yang tak ingin dilihatnya.
Penampilannya berantakan dan banyak tanda kissmark di lehernya.
Lelaki itu melempar asal jasnya dan merebahkan diri di sofa yang berhadapan dengan Atha.
“Apa yang kau kerjakan?” bertanya tanpa menatapnya.
Atha bergeming, ia hanya melirik melalui ekor matanya.
Ia segera membereskan laptopnya.
“Aku bertanya padamu.” lanjutnya lagi dengan tatapan mata setajam elang.
“Oh ....” jawab Atha singkat tanpa perduli perubahan raut Jeremy yang menggelap.
“Rupanya kau melupakan statusmu, Alatha Senora Dominic,” ucapnya dengan sangat dingin hingga aura kamar ini menjadi mencekam.
Atha mendongak, membalas tatapan Jeremy tak kalah dingin.
Tatapan manik coklat milik Atha beradu dengan manik hitam milik Jeremy.
Aura keduanya sama-sama kuat. Jeremy bahkan kembali dibuat terkejut dengan apa yang dirasakan.
Alatha Senora Dominic yang lemah lembut dan penurut kini mulai menunjukkan sisi dirinya.
“Oh aku tidak lupa itu J, tak perlu mengingatkan tentang status diriku,” jawab Atha datar dengan bibir yang tersungging senyum sinis.
“Lalu?”
“Apa yang kau harapkan?” membalik pertanyaan yang dilontarkan lelaki tersebut.
Terdengar gemelatuk gigi yang saling bergesekan.
Rahang lelaki itu mengeras, tangannya terkepal kuat.
Brak!
Laptop Atha hancur dilempar oleh Jeremy. Untung saja lemparan lelaki itu dapat dihindari hingga tak mengenai dirinya.
Jeremy langsung bangkit dan mencengkeram tangan Atha dengan kuat.
Manik matanya menatap penuh kemarahan pada wanita yang ada dihadapannya.
“Jangan menjadi pembangkang Atha. Disini kau hanya bonekaku, mainanku, budakku. Kau tidak dalam keadaan bisa melawan!” Jeremy menekan setiap kata yang terlontar dari ucapannya.
“Aku bisa melakukan apapun yang ku inginkan Jeremy. Tidak ada lagi yang bisa melarangku. Tidak keluarga Dominic atau kau sekalipun.”
Atha mengibaskan tangan Jeremy dengan sedikit kasar dan menatap pergelangan tangannya yang memerah.
“Dulu aku diam karena rasa hormatku pada keluarga Dominic. Tapi saat ini, mereka sudah tidak berarti apapun lagi untukku.”
Atha meninggalkan Jeremy yang mematung di tempatnya.
Perlahan sosok Atha hilang bersamaan dengan pintu kamar yang kembali tertutup.
Prang!
Jeremy murka dan melemparkan apapun yang dilihatnya.
Kini rasa terkejutnya berubah menjadi rasa penasaran.
Semenjak Atha kembali, wanita itu telah banyak berubah.
Bukan hanya sikapnya, namun juga dengan sifatnya.
“Kau tidak akan bisa lepas dariku, Atha!” ucapnya dengan suara berat dan penuh keyakinan.
Atha ataukah kau yang tak bisa lepas Jeremy?
Kau bisa membohongi dirimu tapi tak bisa menyangkal bahwa Alatha Senora Dominic telah mempunyai tempat di hatimu.
Wanita penurut yang kau sia-siakan telah berhasil mencuri perhatianmu.
Wanita yang kehadirannya kau anggap hanya sebagai mainan telah melukai egomu dengan sikapnya yang sekarang.
“Marah yang paling bahaya adalah marahnya seorang pendiam. Jangan bermain api jika kau tak ingin terbakar di dalamnya, Jeremy!” sahut Atha tiba-tiba muncul membuat lelaki yang masih diliputi kemarahan itu menoleh ke arahnya.
Tatapan matanya tajam. Ia menatap Atha begitu dalam seolah tengah menelanjanginya. “Begitu juga dengan dirimu, Atha. Jangan menguji kesabaranku atau kau akan menerima akibatnya.” jawabnya dengan suara berat dan wajah yang mengerikan.
🍁
Bersambung...