"Aletha jangan pulang terlambat!"
"Aletha jangan berteman dengan dia, dia tidak baik!"
"ALETHA!"
"KAKAK! Tolong berhenti mengatur hidupku, hidupku ya hidupku. Tolong jangan terus mengaturnya seolah kau pemilik hidup ku. Aku lelah."
Naraya Aletha, si adik yang sudah lelah dengan sikap berlebihan kakak tiri nya.
Galang Dwi Ravindra, sang kakak yang begitu membutuhkan adiknya. Dan tidak ingin sang adik berpaling darinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asmawi97, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
7 hari kemudian...
Angga memandang lekat wajah pucat Naraya yang tertutupi oleh masker oksigen. Setelah seminggu yang lalu Naraya di tangani, akhirnya dokter menyatakan bahwa Naraya koma. Anak itu mengalami luka yang cukup parah di bagian kepala nya. Serta kemungkinan trauma karena kecelakaan tersebut. Setelah tujuh hari, Angga kembali mencoba untuk menata hidupnya setelah kepergian Hana. Masih ada Naraya dan Galang yang begitu membutuhkan nya.
Angga lalu mengelus pipi pucat Naraya. "Sekarang, yang tersisa dari mu hanya Naraya Hana. Hiks aku berjanji akan menjaga nya dengan baik. Tolong jangan bawa Naraya bersama mu. Putra ku sangat membutuhkan Naraya." ucap Angga sambil menangis. Kembali mengingat Galang yang kemarin menyakiti dirinya sendiri lagi karena keadaan Naraya yang koma. Galang bahkan mengatakan ingin bunuh diri saja jika Naraya sampai meninggal. Dan Angga tidak akan pernah membiarkan hal tersebut terjadi.
"Naraya... Bangun lah nak."
Galang memggenggam erat tangan Naraya. Memandang wajah pucat adiknya. Sudah seminggu, tapi Naraya belum juga sadar dari koma nya. Membuat Galang benar-benar takut, takut kehilangan Naraya. Adik yang sangat dia sayangi. Dan satu-satunya yang dapat Galang percaya.
"Bangun lah Raya. Kakak janji, setelah Raya bangun, Kakak akan melindungi mu. Hmm jangan takut Raya, buka matamu." ucap Galang sambil mengelus puncak kepala Naraya.
"Kakak mohon Raya. Kakak menyayangi mu. Jangan begini, jangan meninggalkan Kakak. Kakak mohon hiks."
"eunggh..."
Galang langsung menegakkan tubuhnya saat mendengar erangan dari Naraya.
"Raya? Sudah bangun? Raya bangun?"
"Mas... Mama aa.."
"Kakak disini. Tidak apa. Semuanya baik-baik saja. Oh?" Galang mengusap rambut Naraya untuk menenangkan anak itu. Kedua kelopak mata yang sejak kemarin tertutup itu perlahan terbuka. Galang memberikan senyuman manis pada adiknya itu.
Galang menghela napasnya lega. Saat dokter dan beberapa perawat langsung memasuki ruang rawat Naraya setelah dia menekan tombol darurat. Dia lalu tersenyum meyakinkan adiknya bahwa semua baik-baik saja.
.
.
.
.
Angga duduk dengan tegang di depan dokter yang sudah merawat dan memeriksa keadaan Naraya setelah koma. Dia begitu takut, takut terjadi hal yang buruk dengan keadaan Naraya. Namun dokter yang menangani Naraya tersenyum menenangkan.
"Tidak ada yang serius dengan luka nya Tuan Angga, setelah dia sadar dia hanya perlu menjalani proses pemulihan. Sepertinya, Nyonya Hana benar-benar berusaha untuk melindungi putrinya. Naraya hanya terkena benturan di kepala nya. Meskipun sempat koma. Namun keadaan Naraya akan segera membaik. "
Angga menghela napasnya lega mendengar kabar baik tersebut. Senyum nya perlahan muncul mengetahui bahwa Naraya akan sembuh.
"Jadi Naraya akan baik-baik saja kan?"
"Tenang saja. Saya sudah memeriksa seluruh nya. Keadaan Naraya semakin membaik. Hanya dia masih sedikit trauma dengan kecelakaan yang di alami nya. Selebihnya, keadaannya akan segera membaik."
.
.
.
.
Bali, Kediaman Keluarga Adikara.
"Saat ini, kau berada dimana Hana?" Juan Adikara memandang sedih potret keluarga nya bersama Hana dan Naraya. Sebelum Yeri dan Davin datang. Pernikahan nya begitu rumit, setelah tujuh tahun bersama. Tiba-tiba Juan di kejutkan dengan perselingkuhan Hana. Tentu awalnya dia tidak percaya, namun begitu banyak bukti yang meyakinkan bahwa Hana memang berselingkuh. Bahkan karena hal tersebut, Juan jadi sangsi bahwa Naraya adalah putri kandung nya. Dan sebelum mereka berpisah, ibunya membawa seorang janda anak satu⚊ Yeri Wiratama, ke rumah nya. Hal itu Juan gunakan untuk membalas perlakuan Hana. Juan mengabaikan Hana, dan memperlakukan Yeri seperti wanita yang dicintai nya.
Namun hal tersebut berdampak buruk bagi nya. Pada akhirnya, dia harus menikahi Yeri. Karena kesalahan satu malam yang dilakukan nya pada Yeri saat tengah mabuk.
"Juan...sedang apa kau?"
Juan langsung meletakkan foto keluarga nya itu di meja kerjanya. "Oh Ibu. Aku hanya..."
Nyonya Rami, ibu dari Juan itu memandang nyalang pada foto yang di pegang oleh putranya. Dia lalu mengambil foto tersebut.
"Berhenti memandangi foto keluarga lama mu Juan. Kau sudah punya keluarga baru kan." ucap nya tegas pada putranya itu. Tidak mau sampai Yeri melihat Juan yang masih menyimpan foto keluarga lama nya.
"Hanya saja, aku masih tidak percaya. Hana meninggalkan ku. Tanpa menjelaskan apapun. Dia bilang, akan melakukan DNA. Tapi Hana malah pergi."
"Begitulah. Seharusnya, sejak awal kau tidak menikah dengan wanita yang tidak jelas asal usul nya. Kau di kecewa kan Juan. Dia berselingkuh. Dan anak itu, anak itu buktinya! Si Naraya itu pasti bukan putri mu!"
"Tapi seharusnya Hana menjelaskan semuanya! Bukan hanya pergi dengan meninggalkan surat cerai. Aku harus mencari Hana dan meminta penjelasan darinya."
Nyonya Rami merotasikan kedua bola matanya jengah. "Kau gila Juan?! Kau sudah memiliki Yeri sekarang! Jangan macam-macam Juan. Lupakan Hana. Dan mulai hidup baru mu dengan Yeri. Kau beruntung. Yeri berasal dari keluarga terpandang dan juga baik-baik. Dia juga begitu mencintaimu. Apa yang kurang darinya Juan... "
"Ibu yang menyuruh ku untuk menikahi nya! Aku tidak pernah mencintai Yeri."
"Jaga ucapan mu! Bagaimana jika Yeri mendengar nya ha?! Kau pun melakukan kesalahan padanya. Jangan berperan seolah kau korban disini Juan. Kau pun memiliki kesalahan pada Yeri. Tebus kesalahan mu dengan menjadi suami yang baik untuk nya!"
Juan terkekeh mendengar penuturan ibu nya itu. "Aku mengerti sekarang... Ibu, ibu yang melakukan nya kan?! Ibu pasti mengusir Hana kan?!" Juan memandang tajam ibu yang selalu di hormati nya itu. Membuat Nyonya Rami membelalakan kedua bola matanya.
"Apa maksudmu?! Wanita itu pergi atas kemauan nya! Kau jelas tahu dia memiliki pria lain di luar sana!!"
Juan menggeleng tidak percaya. Entah kenapa, meskipun sudah satu tahun berpisah, Juan tetap tidak bisa melupakan Hana. "Aku harus mencari Hana! Dan meminta penjelasan nya. Dia harus menjelaskan semuanya."
Nyonya Rami mencengkram lengan putranya. "Percuma Juan. Lupakan Hana dan Naraya. Dan hiduplah bahagia dengan Yeri dan Davin. Kau pun mulai menyayangi Davin kan. Dia anak yang baik. Jangan menyakiti nya Juan." ucap Nyonya Rami dengan mengusap rambut putranya. Setelah yakin Juan tidak akan melakukan hal bodoh tersebut, Nyonya Rami tersenyum, lalu meninggalkan putranya itu.
Juan mengepalkan kedua tangannya erat. Merasa tidak berdaya karena ucapan Ibu nya itu. Dia memang telah bersalah pada Yeri.
"Hana, Naraya. Dimana kalian sekarang?"
.
.
.
.
2 minggu kemudian...
Setelah dua minggu Naraya sadar, Angga baru berani mengatakan kebenaran tentang Hana pada anak itu. Anak itu tentu tidak percaya. Menggeleng menolak kenyataan. Semua nya seperti mimpi. Naraya masih ingin bersama ibu nya. Naraya tidak mau di tinggalkan pergi oleh ibunya.
"Tidak mungkin kan Papa... Tidak mungkin kan Kakak~"
" MAMMAAAAA...."
Galang langsung memeluk Naraya. Mendekap erat adiknya itu. Naraya masih kecil, mendapati kenyataan bahwa sang ibu telah meninggalkan nya. Tentu membuat psikis Naraya terguncang.
"Mama...kenapa meninggalkan Raya Mama~"
Angga mengusap rambut putrinya itu. Tidak tega saat melihat wajah Naraya. Anak itu terus memanggil Mamanya. Bahkan sebelum Angga mengungkapkan kebenaran tentang Hana, Naraya terus bertanya tentang Mama nya itu. Saat itu Angga terpaksa berbohong dan mengatakan bahwa Hana pun dirawat dan harus banyak beristirahat.
"Tidak boleh! Tidak mau~ Raya mau sama mama~hiks..." Naraya berusaha untuk melepaskan pelukan Galang. Ingin bertemu dengan ibunya. Namun Galang tidak membiarkan hal tersebut dan tetap memeluk Naraya dengan erat.
"Sudah Raya. Mama sudah tenang di alam sana. Kalau Raya sayang Mama, Raya harus buat Mama bahagia hmm?" ucap Angga berusaha membuat anak itu tenang.
"Bagaimana caranya Papa? Bagaimana caranya~ Mama sudah pergi ~"
"Jika Raya mau mama bahagia. Raya juga harus bahagia. Ada Papa ada Kakak. Raya tidak sendiri. Jangan sedih lagi ya?"
Naraya menghentikan tangis nya meskipun masih terisak kecil. Dia lalu memandang ayahnya dengan mata berair nya. "Apa kalau Raya gak nangis Mama akan bahagia?" Tanya Naraya pelan.
Angga tersenyum lembut dan mengusap rambut Naraya. "Tentu saja. Mama akan bahagia, kalau Raya juga bahagia. Hm?"
Naraya nampak berpikir. Dia lalu melihat Galang dan juga ayahnya. Pemikiran nya sederhana, ada Galang dan juga Papa yang akan menyayangi nya. Dan Mama akan bahagia jika Naraya bahagia.
Naraya lalu memdongak seolah berbicara pada ibunya. "Mama.. Tenang saja, Raya akan bahagia bersama Papa dan Kakak. Tidak perlu cemas. Mereka ada disini. Dan mereka akan melindungi Raya. Jadiii... Mama harus bahagia disana hiks..."
Galang menganggukkan kepalanya sambil terus mengusap rambut Naraya. "Benar. Raya anak yang kuat. Raya akan tumbuh dengan baik."
"Bersama Papa dan juga Kakak."
"Kami akan menjaga mu Raya." ucap Angga lalu membawa Raya ke dalam pelukan nya.