"Hanya satu tahun?" tanya Sean.
"Ya. Kurasa itu sudah cukup," jawab Nadia tersenyum tipis.
"Tapi, walaupun ini cuma pernikahan kontrak aku pengen kamu bersikap selayaknya istri buat aku dan aku akan bersikap selayaknya suami buat kamu," kata Sean memberikan kesepakatan membuat Nadia mengerutkan keningnya bingung.
"Maksud kamu?"
"Maksud aku, sebelum kontrak pernikahan ini berakhir kita harus menjalankan peran masing-masing dengan baik karena setidaknya setelah bercerai kita jadi tau gimana rasanya punya istri atau suami sesungguhnya. Mengerti, sayang!"
Loh, kok jadi kayak gini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Araya Noona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Satu-satunya Cara
"Hehehe! Kamu pikir bisa melawanku? Manusia lemah sepertimu gak akan bisa berbuat apa-apa!" katanya begitu sombong.
"Uhuk ... uhuk!" Nadia terbatuk di sana. Tenaganya untuk melawan pun mulai melemah. Apakah dia sungguh tidak bisa melawan makhluk itu?
Napasnya juga sudah mulai terputus-putus. Bahkan Nadia bisa merasakan bagaimana tubuhnya mulai terasa dingin.
"Aku mohon, Nadia. Kamu harus kembali! Aku butuh kamu." Suara Sean terdengar lirih seakan pria itu sudah sangat putus asa.
'Enggak! Aku gak boleh menyerah!' Dan entah kekuatan dari mana Nadia berhasil mendorong makhluk itu hingga terlepas dari dirinya.
Bersamaan dengan itu Nadia pun bangun dari mimpi panjang nan menyeramkannya. Orang pertama yang dia lihatnya adalah Sean yang sedang menatapnya dengan tatapan yang begitu khawatir.
"Mimpi buruk lagi?" tanya Sean tanpa mengalihkan sedikitpun pandangannya dari Nadia.
Wanita mengulum bibirnya ke dalam mencoba menahan tangis namun pada akhirnya Nadia menangis di sana. Tangannya melingkar di leher Sean, memeluk pria itu dengan erat.
"Nadia, ka---"
"Aku takut, Sean," potong Nadia dengan cepat.
Karena Nadia yang memulainya, sepertinya tidak apa-apa jika Sean bertanya apa yang sebenarnya terjadi pada wanita itu.
Sean mendorong pelan tubuh Nadia. Mengajak wanita itu duduk berhadapan di atas tempat tidur. Sean mengusap lembut air mata Nadia yang jatuh di atas pipinya.
"Apa yang kamu takutin?" tanya Sean.
Mendengar pertanyaan Sean sontak mengingatkan Nadia dengan wajah sosok dalam mimpinya.
Wanita itu menggeleng cepat sembari memejamkan matanya kuat. Demi apapun, jika bisa Nadia ingin sekali melupakan sosok itu selamanya.
"Nadia, tatap aku!" Sean memegang kedua bahu Nadia sedikit mengguncangnya. Nadia perlahan membuka matanya lalu menatap Sean dengan pandangan takut-takut.
"Apa yang kamu takutin?" tanya Sean dan kali ini pria itu lebih menuntut. Dan jika sudah seperti ini Nadia tidak punya pilihan lain kecuali menceritakan semua yang terjadi padanya hari ini.
"Aku juga gak tau apa yang salah tapi aku ngerasa seperti ada yang ngikutin aku, Sean," jawab Nadia.
"Maksud kamu hantu?" tanya Sean dengan ekspresi datar. Jujur saja dia mulai muak saat semua yang terjadi dikaitkan dengan hal yang tidak masuk akal.
"Aku tau kamu bakalan sulit buat percaya tapi aku gak bohong," ujar Nadia meyakinkan pria itu. Awalnya dia juga berpikir seperti yang dipikirkan Sean namun setelah dia bertemu dengan sosok yang menyerupai Pak Dayat di hutan---bahkan wanita itu bisa menyentuhnya---Nadia yakin jika apa yang dialaminya bukan sekedar halusinasi namun benar-benar terjadi.
"Bahkan sosok pertama yang aku lihat itu menyerupai kamu," ujar Nadia mengusap air matanya yang tanpa permisi mengalir ke pipinya. Sontak pengakuan Nadia membuat Sean menatapnya dalam seakan menuntut penjelasan lebih.
Nadia pun mulai menceritakan apa yang terjadi sejak dia pulang dari sumur lalu melihat sosok yang menyerupai Sean di ruang tamu. Sosok itu juga mengajaknya bicara hanya saja Nadia tidak terlalu memperhatikannya karena Nadia berpikir jika sosok itu memang benar-benar Sean.
Cerita Nadia berlanjut ketika mereka ke air terjun lalu tadi seperti salah satu ibu-ibu yang merawatnya seperti akan mencekeknya kemudian mimpi yang baru saja dia alami. Nadia menceritakan semuanya. Sean terdiam seakan tengah mencerna seluruh cerita Nadia.
"Aku juga gak mau percaya tapi ...." Nadia tak sanggup melanjutkan kata-katanya sebab dia sendiri pun berpikir jika apa yang dia alami itu omong kosong belaka. Tak hanya frustasi, Nadia juga sangat takut sekarang. Dia merasa jika sosok itu masih akan kembali. Bahkan untuk tidur pun rasanya Nadia enggan.
"Sebelum ke sini, kamu cari tau gak sih tempat ini seperti apa?" tanya Nadia. Timbul perasaan kesal dan marah pada diri wanita itu. Dia berpikir andai saja Sean tidak membawanya ke tempat seperti itu, Nadia tidak akan mengalami hal mengerikan seperti ini.
"Aku gak mau digangguin terus sama makhluk itu. Aku takut!" kata Nadia menaikkan suaranya beberapa oktaf.
"Cuma ada satu cara menghentikan semua ini," kata Sean.
"Apa itu?" tanya Nadia dengan tatapan penuh harap.
Sean menatap Nadia serius dan entah kenapa Nadia langsung merasa tidak nyaman.
"Kita harus melakukan hubungan suami istri."
Mata dan mulut Nadia terbuka lebar. Kaget. Tentu saja.
"Apa maksud kamu?" tanya Nadia. "Maksudnya apa hubungan makhluk itu dengan berhubungan suami istri?" katanya memperjelas pertanyaannya.
"Kamu diganggu sama makhluk itu karna kamu masih perawan, Nadia." Sean tidak pernah menyangka jika dirinya akan berkata demikian. Ini sudah seperti dia mengakui jika dirinya percaya akan hal yang selama ini tidak pernah dia percayai.
Tunggu!
Apa?
Nadia terdiam sebab dia tahu dirinya sudah tidak perawan lagi. Tidak. Bukan itu yang menyebabkan dirinya diganggu.
"Pak Usman sendiri yang bilang sama aku tadi, kalo penghuni atau apalah itu namanya memang suka mengganggu seorang wanita pendatang terlebih jika wanita itu masih suci," jelas Sean.
Nadia menggeleng pelan tanda jika dia belum bisa menerima apa yang dikatakan Sean.
"Lagipula memangnya kenapa kalo kita melakukannya? Kita ke sini juga tujuannya buat bulan madu kan?" tanya Sean kemudian memberikan pertanyaan yang sudah sangat jelas jawabannya.
Yang dikatakan Sean memang benar. Cepat atau lambat, mereka memang harus melakukannya. Ada atau tidaknya masalah yang sekarang tengah mereka hadapi. Karena jika tidak, benjolan di dada Nadia bisa saja tumbuh kembali.
"Gimana? Apa kamu setuju kita lakuin itu sekarang?" tanya Sean memastikan sekali lagi.
"Kayaknya aku juga gak punya pilihan lain," kata Nadia setelah ia menghela napas panjang lalu menatap Sean yang tengah duduk di depannya.
Sebenarnya Sean hampir melakukannya sendiri saat Nadia tertidur tadi, namun pria itu mengurungkan niat. Dia merasa jika dia melakukannya dalam keadaan Nadia belum sadar, itu sama saja dirinya melecehkan wanita itu. Meski mereka memang sudah menikah.
Tidak. Itu tindakan yang akan melukai harga diri seorang Sean. Dia sama saja dengan pria pengecut dan tak bermoral di luar sana. Pria itu baru akan beranjak saat tiba-tiba saja tubuh sang istri gemetar membuat Sean panik bukan main. Dia hampir pergi ke rumah Pak Usman untuk minta tolong jika Nadia tidak sadarkan diri juga. Sungguh Sean sudah sangat takut tadi. Dia takut terjadi sesuatu pada Nadia.
Dan karena rasa takut itulah yang membuat pola pikirnya berubah. Dia yang tadinya tidak percaya dengan hal-hal berbau mistis dipaksa untuk percaya.
Tangan Sean meraih rahang Nadia, menarik lembut wanita itu ke arahnya. Mempertemukan dua belah bibir mereka dalam sebuah ciuman yang begitu pelan namun memabukkan.