"Pergilah sejauh mungkin dan lupakan bahwa kau pernah melahirkan anak untuk suamiku!"
Arumi tidak pernah menyangka bahwa saudara kembarnya sendiri tega menjebaknya. Dia dipaksa menggantikan Yuna di malam pertama pernikahan dan menjalani perannya selama satu tahun demi memberi pewaris untuk keluarga Alvaro.
Malang, setelah melahirkan seorang pewaris, dia malah diusir dan diasingkan begitu saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketakutan Di Malam Hari
"Sepertinya tidak, Tuan. Saya baru tiba dari luar negeri bulan lalu sebelum masuk ke yayasan," jawab Arumi.
"Oh."
"Memangnya ada apa, Tuan?"
"Tidak, aku hanya merasa seperti pernah melihatmu sebelumnya."
"Sebelumnya saya bekerja selama beberapa tahun di luar negeri. Saya kembali karena kontrak kerja sudah habis."
Rafli hanya mengangguk tanpa kata dan melanjutkan makan. Malam ini Yuna tidak ikut makan malam karena cukup kelelahan setelah menghabiskan waktu berbelanja di sebuah pusat perbelanjaan.
Sepanjang makan malam, beberapa kali Rafli mencuri pandang kepada pengasuh baru Aika itu. Entah mengapa ia benar-benar merasa tidak asing dengan Alesha.
*
*
*
Arumi membelai Aika yang sedang berbaring di pangkuannya. Sebelum tidur, ia membacakan kisah indah dari negeri dongeng.
Aika merasakan kelembutan yang tidak pernah didapatkannya dari wanita yang ia panggil mommy. Bagi balita seusianya yang belum mengerti dunia orang dewasa, Alesha sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan Yuna. Pengasuhnya itu sangat lembut, perhatian dan penyayang.
Pikiran polos pun sempat terbesit dalam benaknya, andai bisa, akan ia ganti mommy-nya dengan Alesha saja.
"Kenapa belum tidur, Sayang?" Arumi membisikkan kata dengan lembut.
"Kalau aku tidur, apa Kakak Alesha akan keluar?" Ia memeluk erat lengan wanita itu. Seakan tidak rela ditinggal.
"Memangnya kenapa, Sayang?"
"Aku mau ditemani Kakak Alesha di sini."
Aika takut akan mengalami malam-malam seperti sebelumnya. Yuna sering kali masuk ke kamar dan memaksanya tidur dengan mematikan lampu. Padahal Aika benar-benar takut dengan yang namanya kegelapan. Sehingga saat Yuna keluar, diam-diam ia bangun untuk menyalakan kembali lampu kamarnya.
Suatu malam ia pernah bermimpi buruk dan ketakutan. Alhasil, Aika kecil menangis seorang diri dengan menutup kepala menggunakan bantal. Aika juga tidak memiliki keberanian untuk ke kamar daddynya, karena Yuna pernah melarangnya untuk ke kamar daddy di malam hari.
"Baiklah, Sayang. Kakak akan di sini menemanimu sampai tidur." Ia membungkukkan badan dan menciumi pipi tirus Aika.
Dan untuk pertama kalinya Aika tidak merasakan ketakutan seperti malam sebelumnya. Belaian lembut Arumi membuatnya terbuai hingga akhirnya memasuki alam mimpi.
Tanpa disadari Arumi, sejak tadi Rafli berdiri di ambang pintu yang setengah terbuka. Ia memandangi Alesha dari sana.
"Ada apa? Kenapa berdiri di depan kamar Aika?" Sapaan itu membuyarkan lamunan Rafli. Ia membalikkan badan dan menatap Yuna yang berdiri di belakangnya.
"Aku hanya memastikan Aika sudah tidur atau belum," jawabnya, lalu meninggalkan Yuna begitu saja.
Sementara Yuna berdiri di ambang pintu dengan tangan terlipat di depan dada.
"Kenapa tadi Rafli seperti memandangi Alesha? Dia kan tidak mungkin tertarik dengan wanita itu, apa lagi kalau sudah melihat wajahnya yang sangat buruk."
*
*
*
Di balik cadar, senyum merekah di bibir Arumi pagi itu. Melihat Aika begitu menikmati sarapan roti tawar dengan lelehan susu coklat manis.
Arumi teringat masa kehamilannya dulu. Di pagi hari ia akan meminta hal yang sama. Dan sekarang kebiasaan itu menurun pada Aika.
"Enak ya, Sayang?"
"Enak."
Tak lama berselang, Rafli bergabung di meja makan. Disusul dengan Yuna yang mengikuti di belakang.
Arumi dapat melihat raut wajah Aika yang kembali berubah dalam hitungan detik. Gadis kecil itu langsung berpindah dari yang tadinya duduk di pangkuan Arumi.
"Selamat pagi, Sayang." Rafli membungkuk dan mencium kening putrinya.
"Selamat pagi, Daddy."
Sepasang alis Arumi saling bertaut ketika Yuna melakukan hal yang sama. Saat di depan Rafli ia sangat berbeda. Benar-benar ratu drama, pikirnya.
"Bukankah hari ini Aika ada lomba mewarnai di sekolah?" tanya Rafli.
"Iya. Aku dengar mereka mengadakan lomba mewarnai dan Aika juga akan ikut," jawab Yuna.
"Sayang sekali. Aku tidak bisa datang karena ada pekerjaan penting. Tapi kau bisa menemani Aika hari ini, kan?" Rafli menatap Yuna. Membuat wanita itu memasang wajah memelas.
"Maaf, Sayang. Sepertinya aku tidak bisa. Aku merasa tidak enak badan."
"Tidak enak badan?"
"Iya, kepalaku agak sedikit pusing," jawab wanita itu sambil memijat pelipis.
"Mau aku periksa dulu?" tawar Rafli, membuat Yuna gelagapan. Bisa ketahuan jika Rafli sampai memeriksanya. Seorang dokter pasti tahu jika pasiennya sedang berpura-pura sakit, kan?
"Tidak perlu, Sayang. Aku hanya butuh sedikit istirahat," tolak Yuna.
"Baiklah, kalau ada apa-apa, hubungi aku saja." Rafli menatap putrinya. "Aika, tidak apa-apa kan kalau hari ini Kakak Alesha saja yang menemanimu?"
Aika hanya mengangguk sebagai jawaban. Dalam hati bernapas lega. Setidaknya ia tidak perlu ketakutan jika benar Yuna menemaninya nanti.
*
*
*
"Anda memanggil saya, Nyonya?" tanya Arumi, sesaat setelah memasuki sebuah kamar. Yuna tampak sedang memoles wajahnya dengan makeup. Penampilannya juga terlihat rapi, seperti akan keluar rumah.
"Iya, aku membutuhkan bantuanmu."
"Bantuan apa?"
"Hari ini mungkin aku akan pulang terlambat. Tolong kau urus Aika," perintahnya tanpa basa-basi.
"Anda mau pergi? Bukankah tadi Anda bilang sedang sakit?" Pertanyaan sang pengasuh itu membuat Yuna naik pitam.
"Tadinya Aku memang sakit tapi sekarang tidak lagi! Aku sedang ada urusan penting di luar."
"Tapi, Nyonya ...."
"Tidak ada tapi-tapian," potong Yuna cepat. "Kau digaji untuk menuruti perintahku. Satu hal lagi, jangan sampai suamiku tahu tentang hal ini. Kau mengerti?"
"Baik, Nyonya. Saya mengerti."
"Sekarang keluarlah!"
Arumi lantas beranjak meninggalkan kamar. Saat akan menutup pintu, terdengar suara Yuna yang sedang berbicara di telepon dengan seseorang.
"Iya, tunggu aku! Tenang saja, suamiku baru saja pergi dan kita bisa bersenang-senang. Jangan khawatir, aku yang akan mentraktir kalian semua."
Hari ini, Yuna enggan menemani Aika. Ia lebih memilih bersenang-senang dengan teman-teman dibanding pergi ke sekolah dan menghabiskan waktunya dengan membosankan.
Mendengar pembicaraan Yuna, Arumi mendesahkan napas panjang.
"Akan kutunjukkan wanita seperti apa yang sudah kau pelihara di rumahmu, Rafli Dylan Alvaro."
*
*
*
Siang itu Yuna sedang berkumpul dengan beberapa teman wanitanya di sebuah restoran mewah. Meja telah penuh dengan piring dan gelas bekas makanan yang tadi mereka nikmati. Ada pula beberapa barang belanjaan yang sudah berjejer di bawah meja.
Tanpa rasa berdosa ia membohongi Rafli dengan alasan sakit karena tidak ingin menemani Aika di sekolah dan menyerahkan kepada pengasuhnya.
"Aku senang sekali kau sudah kembali menjadi Yuna yang dulu. Tidak sibuk lagi mengurus anakmu," ucap salah seorang di antaranya.
"Aika sudah punya pengasuh, jadi aku bebas melakukan apa saja. Sebulan belakangan ini anak menyebalkan itu benar-benar merepotkanku," gerutu wanita itu.
"Baguslah kalau begitu."
Yuna begitu menikmati kebersamaannya dengan teman-temannya. Tanpa ia sadari sepasang mata sedang menatapnya dari jarak tak begitu jauh.
Siang ini Rafli dan Evan sedang ada pertemuan dengan seorang klien di restoran tersebut.
"Hey, bukankah itu Yuna?" Evan menunjuk ke arah meja Yuna.
Rafli menoleh arah yang ditunjuk Evan. Dari tempatnya duduk mereka dapat melihat dengan jelas Yuna sedang mengobrol dengan teman-temannya.
Terukir kerutan di dahi Rafli. Sebab tadi Yuna beralasan sakit dan tidak bisa menemani Aika. tetapi justru sekarang wanita itu sedang berada di restoran. Laki-laki itu beranjak menuju meja yang berada tak jauh darinya.
"Yuna," panggilnya.
Yuna tersentak mendengar suara tak asing itu. Mendadak seluruh tubuhnya meremang.
...****...