Afika Lestari, gadis cantik yang tiba-tiba di nikahi oleh pria yang sama sekali tidak di kenal oleh dirinya..
Menjalani pernikahan dengan pria yang ia tidak kenal yang memiliki sifat yang kejam dan juga dingin, membuat hari-hari Afika menjadi hancur.
Mampukah Afika bertahan dengan pernikahan ini?
Atau mampuka Afika membuat pria yang memiliki sifat dingin dan kejam menjadi baik, dan mencintai dirinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon momian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MKD 32
"Lepaskan." Kata Afika yang merasa gugup.
"Kau ingin jus ini?" Afika tidak lagi menjawab, kini matanya hanya berkaca-kaca. Tubuh Afika bergetar, karena merasa takut. Adrian menautkan satu alisnya.
"Lepaskan." Lirih Afika. Kini air mata menetes membasahi pipinya. "Tolong lepaskan aku. Lepaskan." Afika memukul Adrian, dan mencoba untuk melepaskan dirinya. Namun Adrian justru memegang begitu erat, sehingga Afika begitu sulit untuk melepaskan diri. Nadi yang berada di sana mencoba melangkah agar bisa menolong Afika, namun di cegah oleh Sri. Sri menahan tangan Nadi, lalu menggelengkan kepalanya.
"Jangan ikut campur, karena pasti yang ada kalian berdua akan mendapat hukuman yang lebih berat. Kasihan bayi yang ada di kandungan Afika." Gumam Sri yang masih dapat di dengar oleh Nadi. Nadi diam, terpaksa ia hanya bisa menjadi penonton setia yang melihat Afika menangis.
Beberapa saat kemudian Baby yang baru saja menuruni anak tangga, mendengar suara tangis, Baby sudah hafal betul dengan sang pemilik suara, dengan buru-buru Baby langsung menghampiri Adrian.
"Kak lepaskan!" Kata Baby, sambil mencoba melepaskan tangan Adrian di tubuh Afika. "Kak Adrian, lepaskan Afika." Teriak ulang Baby, dan kini Afika justru menutup matanya dan juga menutup kedua telinganya dengan tangannya. Baby yang sangat khawatir lalu memukul lengan Adrian. "Lepaskan Afika kak. Dia sedang..." Ucapan Baby menggantung, dia tidak mungkin mengatakan jika Afika sedang mengandung, karena yang ada Adrian akan marah lebih besar.
"Sedang?" Tanya Adrian.
"Dia sedang sakit." Bohong Baby dengan mata yang memohon dan kedua tangan yang mengatup di depan dadanya. Ini adalah senjata tajam bagi Baby, agar Adrian mau melepaskan Afika. Seketika Adrian melepaskan Afika, Baby langsung memeluk Afika dan memanggil Sri agar membawa Afika masuk ke dalam kamar. Raut wajah Afika tiba-tiba saja memucat. Bahkan matanya masih belum ia buka sama sekali. Untung saja, Sri menuntun Afika masuk ke dalam kamar. Seperginya Afika, Adrian masih diam. Dan terus memperhatikan Afika sampai hilang. Ada sedikit rasa bersalah. Karema senyum yang tadi mengembang di wajah Afika kini berubah menjadi wajah pucat dan takut.
"Jangan terlalu kasar pada Afika kak. Tolong." Ucap Baby sambil menggenggam tangan kanan Adrian. "Kondisinya belum terlalu stabil. Jadi biarkan dia beristirahat dulu." Bukannya menjawab, Adrian langsung melepaskan tangam Baby dan berjalan menaiki anak tangga masuk ke dalam kamar. Adrian langsung meraih ponselnya dan menghubungi dokter yang saat itu datang memeriksa Afika saat Afika pingsan.
Panggilan pertama. Sang dokter langsung menjawab panggilan dari Adrian. Dengan penuh kebohongan dan sesuai dengan perintah Baby, sang dokter tidak mengatakan apa pun tentang kehamilan Afika. Dokter hanya mengatakan jika Afika hanya butuh istirahat, karena tubuhnya terlalu lemah karena kelelahan dalam berkerja. Adrian langsung memutuskan sambungan, saat mendengar langsung jawaban dari dokter. Namun, tetap saja masih terdapat kejanggalan di dalam hati Adrian, karena Adrian dapat mendengar dengan sangat jelas jika dokter menjelaskan dengan nada suara yang seperti sedang berbohong.
••••
Di dalam kamar Afika masih menangis, dia sedang berbaring dengan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Perasaan takut terjadi sesuatu seperti dahulu membuatnya seakam trauma. Afika takut jika Adrian kembali menjamah tubuhnya. Itulah kenapa dia menangis dan tubuhnya bergetar. Sri yang sepertinya sudah paham, hanya bisa diam sambil memandang Afika dengan penih rasa kasihan. Sri tidak menyangkah jika selama ini Afika menyembunyikan rasa trauma yang amat mendalam.
"Apa yang terjadi?" Tanya Baby saat Sri keluar dari dalam kamar.
"Non, maaf. Tapi mungkin lebih baik kita membiarkan Afika beristirahat saja." Kata Sri dengan sangat hati-hati, agar Baby tidak marah dengan permintaanya. Baby langsung menarik tangan Sri dan membawa Sri menuju tempat di mana Nadi saat ini berada.
Nadi dan Sri kini berdiri sejajar. Baby yang kini berada di hadapannya menatap mereka dengan tatapan penuh dengan tanda tanya.
"Aku tahu Afika saat ini sedang mengandung." Kata Baby, yang mampu membuat Nadi dan juga Sri langsung saling bertatapan. "Katakan padaku, apa yang tidak aku ketahui tentang Afika. Katakan semua apa yang kalian ketahui." Pinta Baby. Namun Sri dan juga Nadi tetap diam. Mereka tidak ingin berbicara sepatah kata pun di hadapan Baby. "Nadi! Sri! Kenapa kalian diam saja? Ayo bicaralah." Tetap keduanya masih diam. "Baiklah, jika kalian memilih diam. Maka aku akan meminta pada kak Adrian, agar menyiksa Afika lebih parah dan kejam lagi agar bayi yang ia kandung akan.." Kini ucapan Baby menggantung.
"Apa yang ingin non ketahui, katakan. Aku siap menjawabnya." Kata Sri setelah cukup lama terdiam. Sri takut dengan ancaman yang Baby katakan. Karena apa pun yang Baby minta kepada Adrian, maka Adrian akan siap memberikan.
"Siapa ayah dari bayi yang di kandung oleh Afika?" Tanya Baby membuat kedua kembali terdiam. "Baiklah, seprtinya kalian sama sekali tidak mengindahkan perkataan ku. Kalau begitu maka bersiaplah, aku akan meminta pada kak Adrian agar..."
"Dia anakku." Jawab Nadi hingga mampu membuat Sri kaget. Nadi dengan sangat beraninya mengaku jika bayi yang di kandung oleh Afika adalah bayinya. Padahal sudah sangat jelas sekali jika bayi itu adalal bayi Adrian dan Afika.
Dan perkataan mereka terdengar langsung di kuping Adrian.
Duarrr... Bagai di sambar petir di siang bolong. Adrian kini mengetahui jika Afika saat ini sedang mengandung anak dari Nadi. Tangan Adrian mengepal menahan amarah karena telah mengetahui apa yang telah Nadi, Sri dan Afika sembunyikan. Perlahan Adrian pergi tanpa mereka tahu sama sekali jika Adrian sudah mendengar semua ucapan mereka.
••••
"KATAKAN!" Sentak Adrian sambil menggebrak meja kerja sang dokter. Semenjak mendengar perkataan Nadi, Adrian langsung memutuskan mengendarai mobilnya menuju kota, untuk bertemu secara langsung dengan dokter yang telah memeriksa kondisi Afika pada malam itu. "Katakan, jika kau berbohong sedikit pun maka aku pastikan karir mu sebagai seorang dokter akan hancur." Ancam Adrian sambil mencengkram kerah kemeja sang dokter.
"Non Afika hamil. Itulah sebabnya dia tidak boleh bekerja terlalu berat. Karena akan beresiko kepada kehamilannya."
"Kenapa kau berbohong? Kenapa?"
"Nyonya Baby melarangku."
Agam menghempaskan tubuh sang dokter. Lalu menguspa wajahnya secara kasar. Amarah masih menyeruak di dalam dirinya.
"Afika.!" Teriak Adrian sambil mengepalkan kedua tangannya. Dan berlalu dari ruangan dokter, kini tujuan Adrian cuman satu, ingin langsung bertemu dengan Afika dan memberikan pelajaran yang sangat berharga kepada Afika.
Di sepanjang perjalanan, tak henti-hentinya Adrian memukul stir kemudi mobil dan juga sesekali menyebut nama Afika, raut wajah Adrian begitu keras, matanya menatapa tajam jalan. Aura dari wajahnya terlihat jelas jika saat ini Adrian sangat marah dan mungkin sudah siap untuk memangsa Afika jika Afika berada di hadapannya saat ini.
salah tulis nama