Kamu pernah bilang, kenapa aku ngga mau sama kamu. Kamu aja yang ngga tau, aku mau banget sama kamu. Tapi kamu terlalu tinggi untuk aku raih.
Alexander Monoarfa jatuh cinta pada Rihana Fazira dan sempat kehilangan jejak gadis itu.
Rihana dibesarkan di panti asuhan oleh Bu Saras setelah mamanya meninggal. Karena itu dia takut menerima cinta dan perhatian Alexander yang anak konglomerat
Rihana sebenarnya adalah cucu dari keluarga Airlangga yang juga konglomerat.
Sesuatu yang buruk dulu terjadi pada orang tuanya yang ngga sengaja tidur bersama.
Terimakasih, ya sudah mampir♡♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alexander yang keras kepala
"Lex, ini salah," kata Rihana saat mereka sedang menunggu pesanan mereka datang. Alexander pun memesan ramen sepertinya.
"Salahnya dimana?" tanya Alexander serius.
"Kamu membuat aku nanti bakal ditanya tanya," kesal Rihana karena Alexander masih belum menyadari tindakan gegabahnya.
Alexander tersenyum.
"Kamu, kan, tinggal jawab aja. Ya, dia pacarku," sahutnya ringan.
"Alex," kesal Rihana yang merasa Alexander terlalu menggampangkan kekhawatirannya.
"Memang, iya, kan, Zira," ucap Alexander lembut dengan senyum manis di bibir.
"Tapi apa nanti kata mereka?" tepis Rihana khawatir. Dia juga ngga bakal mengatakannya.
Mau cari mati?
Alexander membetulkan posisi duduknya, lebih tegak menghadap ke arah kekasihnya yang nampak sangat kesal padanya.
"Biarkan saja."
"Tapi---"
Ucapannya terpotong karena pesanan ramen mereka datang, lengkap dengan tambahan dimsun.
"Makan dulu, okey," kata Alexander lembut.
Rihana hanya bisa menghela nafas panjang. Dan menurut.
Mereka pun menikmati ramen tanpa suara. Sampai kemudian Rihana agak kaget melihat potongan bakso terulur di depannya.
"Ayo," kata Alexander seperti perintah.
Rihana terpaksa membuka mulutnya dengan tatapan protesnya.
Alexander tersenyum lebar.
"Mau nambah lagi?" tanya Alexander menggoda ketika melihat mangkok Rihana tinggal menyisakan sedikit ramennya lagi.
Dia memang suka ramen, batin Alexander tergelak.
Rihana cepat menggelengkan kepalanya. Wajahnya terlihat merona karen malu.
"Jangan malu. Aku dulu sering mengamatimu, Jadi udah tau kebiasaan kamu," kekeh Alexander.
Dia teringat, saati itu Rihana pasti minta tambah setengah porsi lagi. Bahkan Bu Kantin pun sangat hapal dengan pesanannya.
Uhuk Uhuk Uhuk.
Rasa pedas kuah ramen begitu menyengat di tenggorokannya.
Secepatnya Rihana pun menghabiskan minumannya.
Sekarang baru dia merasa lega walaupun tetap saja dia merasa tenggorokannya masih sedikit perih.
Dia melihatnya? batin Rihana malu.
Ngga disangkanya Alexander yang cuek dan dingin waktu SMA memperhatikannya sampai sedetil itu. Dan bodohnya Rihana ngga tau.
"Kamu ngga apa apa?" tanya Alexander khawatir. Dia jadi merasa bersalah karena sudah menyebabkan gadis itu keselek.
"Hemm..." gumam Rihana kesal.
"Maaf, ya," ucap Alexander sungguh sungguh.
Kini mereka sama terdiam sambil menghabiskan ramen mereka. Bahkan Alexander memesankan minuman lagi buatnya, dan Rihana ngga bisa protes karena memang dia membutuhkannya.
"Kapan aku bisa menemui Bu Laras?" tanya Alexander setelah mereka menyelesaikan makan dan minum mereka. Masih cukup waktu untuk membahas hubungan mereka.
"Untuk apa?" tanya Rihana bingung.
"Melamar kamu," senyum Alexander sangat manis.
DEG DEG DEG
Jantung Rihana berdetak kencang.
Rihana menghela nafas panjang, mencoba membuang sedikit keresahannya.
"Alex, kamu ingat apa yang udah kamu lakukan tadi malam?" tanya Rihana tenang. Ini saatnya. Mereka harus meluruskannya.
Dia ingin melamar, padahal kemana hatinya berlabuh saja, dia ngga tau, decih Rihana dalam hati
"Ingat," jawab Alexander juga tenang.
Rihana kembali menghela nafas panjang lagi. Dadanya terasa sesak.
"Kamu bahkan lupa kalo aku ada di sana, Alex."
"Maaf, aku terlalu khawatir padanya," aku Alexander jujur.
"Dia sudah seperti adikku. Tapi sekarang kamu ngga perlu cemburu lagi, ada Herdin yang akan menjaganya," sambung Alexander.
Rihana tertegun mendengarnya. Ada tiga poin yang dapat ditariknya.
Adik.
Cemburu.
Herdin.
Tapi dia paling kesel dengan poin cemburu yang walaupun memang benar adanya.
"Selama di Inggris aku terlalu protektif menjaganya. Dia model. Tapi sekarang aku tenang, karena sudah ada Herdin," lanjutnya lagi karena melihat respon diam Rihana.
"Apa kamu ngga merasa kalo kamu udah jatuh cinta dengannya?" tanya Rihana dengan dada tambah sesak.
Bener ternyata dugaannya. Zira-nya juga berpikir begitu.
""Nggak sama sekali. Cuma kamu yang ku cintai dari dulu hingga searang," tegas Alexander membantah.
"Mungkin kamu harus sedikit mengoreksi perasaanmu, Lex," kata Rihana pahit.
"Ngga perlu aku koreksi Zira. Hanya kamu yang aku inginkan," kembali tegas Alexander berkata.
Dia ngga perlu menanya hatinya lagi walaupun sikapnya fatal salah pada saat malam itu. Dia hanya panik dan merasa bertanggungjawab saja melihat Aurora menderita seperti itu. Lagian kejadian itu berlangsung sangat cepat. Otaknya ngga bisa berpikir jernih.
Rihana terdiam. Dia ingat betapa keras kepalanya Alexander sejak SMA dulu.
Tapi hatinya masih ragu. Tetap saja ada noda dalam cinta Alexander untuknya.
"Aku akan buktikan sama kamu, Zira. Aku akui aku salah. Bukan kamu saja yang berpikiran begitu. Banyak," keluh Alexander agak frustasi dengan diamnya Zira-nya.
Rihana diam, ngga menjawab.
Tuh, kan, sikap kamu membuat orang salah paham, batin Rihana.
"Zira, aku mohon, jangan mengacuhkanku," pinta Alexamder penuh harap.
Rihana ngga tega melihatnya. Dia pun menganggukkan kepalanya.
*
*
*
Kali ini Alexander mengantarkan Rihana ke basemen perusahaannya.
Rihana menarik nafasnya panjang panjang.
"Ngga perlu takut. Ada aku," kata Alexander sambil menggenggam tangannya ketika melihat Rihana ragu untuk keluar dari mobilnya.
"Aku antar sampai ke ruangan?" tanya Alexander sungguh sungguh.
Rihana menggelengkan kepalanya.
"Aku pergi, ya," pamitnya sambil membuka pintu mobil.
Beberapa pasang mata karyawan menatap ke arahnya. Tapi Rihana berusaha ngga peduli. Lagian dia juga ngga kenal. Tanpa menoleh lagi pada Alexander, dia pun melangkahkan kakinya menuju lift karyawan.
Tapi langkahnya terhenti, karena pintu lift petinggi perusahaan terbuka dan membuat jantungnya sedikit berdetak keras. Dia melirik ke arah mobil Alexander, ternyata laki laki itu sudah berada di ujung pintu keluar basemen.
"Zira?" panggil wanita itu sangat ramah.
Mami Alexander.
Rihana mengangguk sungkan. Ingin memanggil tante, tapi takut ngga sopan. Apalagi menyalaminya, nanti dikira sok akrab. Mama Alexander pun ngga menunjukkan kalo dirinya cukup spesial. Karenanya Rihana membataskan interaksinya.
Di sampingnya ada Aurora yang menggandeng lengan wanita paruh baya yang masih cantik itu dengan manja. Seakan akan ingin menunjukkan kedekatannya pada mama Alexander di depan Rihana.
Rihana berusaha tetap tenang melihat kenyataan pahit di depan matanya.
Pintu lift karyawan terbuka. Beberapa yang menunggu di dekatnya segera beranjak masuk.
"Saya permisi, Bu," akhirnya keluar juga panggilan penuh hormat itu dari bibirnya
Mami Alexander tersenyum kecil tanpa menjawab. Sedangkan Aurora menampilkan senyum manisnya.
Seakan akan ingin menunjukkan betapa baiknya hati Aurora ketika kekasihnya sudah berselingkuh dengannya.
Rihana memasuki kubikelnya sambil menunduk. Dia ngga berani melihat Kak Aya dan Bang Hamka. Juga takut melihat teman temannya. Dia takut pandangan mencemooh mereka tertuju padanya.
Tapi sepertinya suasana ruangannya biasa saja, seolah ngga ada apa pun yang terjadi
Sepertinya Bu Zerina, Kak Aya ataupun Bang Hamka bukan sejenis lambe murah yang sering ada di tivi dan sosmed. Rihana merasa plong dan lega.
Bahkan Puspa dan Winta belun kembali dari makan siang mereka.
Rihana pun menatap layar monitor yang baru saja dia hidupkan Mulai menyibukkan diri dengan mengetik hal hal penting saat meeting tadi.