Choki Zakaria atau yang biasa dipanggil 'Jack', adalah ketua geng motor yang ditakuti di kotanya mendadak harus menikah dengan Annisa Meizani karena kesalahpahaman dari para warga.
Annisa, seorang gadis muslimah dengan niqob yang menutupi sebagian wajahnya ini harus ikhlas menerima sikap cuek Jack yang mengira wajahnya buruk rupa.
Sikap Jack berubah setelah tau wajah Annisa yang sebenarnya. Bahkan ketua Genk motor itu menjadi pria penurut dan manja di hadapan istrinya.
Akankah niat Jack untuk bertobat mulus tanpa hambatan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chibichibi@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab#30. Kejutan Untuk Annisa.
"Siapa?" tegur Rudi dengan napas yang tercekat lantaran lehernya dicekik dari belakang.
"Ngapain, kamu ngikutin aku? Ada maksud apa? Apa kamu ini mata-mata suruhan papa aku Rudi!" cecar Choki dengan menahan geram.
"B–bang Jack!"
"Bukan gitu, Bang. Lepasin dong, please?"
Choki pun melepaskan cengkeramannya pada leher Rudi. Pemuda itu pun akhirnya bisa bernapas dengan lega.
"Cepat jawab!" titah Choki dengan tatapannya yang setajam elang itu.
"Sorry Bang. Rudi cuma mau nawarin motor ini, buat Abang pake," jelas Rudi sambil mengusap batang lehernya yang ngilu.
"Buat?"
"Jemput bini Abang. Emangnya mau naik apa kalo gak ada motor?" tanya Rudi heran.
"Jalan kaki," jawab Choki apa adanya.
Brugh!
Tak ayal, Rudi terjatuh begitu saja mendengar jawaban dari sang ketua.
Apa iya?
Yang benar saja!
Seorang ketua Genk motor yang di segani karena kepiawaiannya adu balap liar kini harus jalan kaki menempuh jarak yang lumayan jauh.
"Kamu kenapa sih, Rud?" Choki maju untuk membangunkan anak buahnya itu.
"Kaget aja, Bang. Gak nyangka Abang mau jalan kaki," jawab Rudi jujur. Pemuda ini memang tak bisa berbohong sama sekali terhadap ketuanya.
"Apapun pasti akan bisa di lakukan ketika niat dan apa yang kita pikirkan hanyalah ridho Allah saja," ucap Choki dengan senyum di wajahnya.
"Whoaa ... ketua. Apa dia kerasukan ulama, eh."
Kata-kata itu nyatanya hanya ada di dalam hati Rudi saja.
"Pulanglah, Rud!"
"Iya, Bang."
"Lha, ini motornya kenapa di tinggal?"
"Pake aja buat anter jemput istrinya, Abang!" seru Rudi yang berjalan semakin jauh keluar gang.
"Thanks, Bro!" ujar Choki. Akan tetapi, Rudi sudah hilang di belokan.
Choki pun menaiki kendaraan tersebut.
Dalam hatinya bersyukur karena memiliki anak buah yang selayaknya kawan itu peduli pada keadaannya dan mau berkorban untuknya.
Choki tidak kembali kerumah melainkan langsung menuju sekolah tempat sang istri mengajar.
Sementara itu di sekolah Islam tempat Annisa mengajar.
Jam pelajaran telah usai tepat jam satu siang tadi.
Gadis muslimah yang mengenakan niqab sebagai penutup wajahnya itu, baru saja keluar dari mushola.
Masuk ke ruang guru, menuju meja tempatnya dan merapikan barang untuk bersiap pulang.
Tiba-tiba, masuklah beberapa rekan kerjanya sesama guru dan juga beberapa staf di sekolah itu.
Mereka datang dengan membawa beberapa kotak kue. Juga koyak hadiah dengan bungkus kado warna merah yang cukup besar.
"Masyaallah! Ada apa ini?" kaget Annisa. Seraya memegang dadanya yang berdegup kencang.
"Selamat mengajar kembali Bu Annisa dan juga selamat menempuh kehidupan baru!" pekik mereka semua serempak.
Ada sekitar tujuh orang yang mana sebagian adalah guru dan para staff.
Sekolah ini tidak besar, karena swasta maka gajinya pun tak besar.
Akan tetapi, Annisa merasa nyaman dan betah membagikan ilmu yang ia miliki di tempat ini.
Sesama guru saling menghargai satu sama lain. Care dan selalu kompak.
Juga para staff dan para orangtua murid yang menganggap bahwa guru adalah pengganti mereka sementara dalam mendidik buah hati tercinta.
"Allahu Akbar!" ucap Annisa lagi yang tau harus berkata apa untuk mengungkapkan perasaannya.
"Ciee, Bu Annisa terharu banget kayaknya!" celetuk salah satu guru pria yang mengajarkan ilmu tajwid di sekolah ini.
"Pak Usman bisa aja. Annisa kaget sekaligus malu. Kenapa harus di kasih kejutan kayak gini? Kan jadi enak eh, ngerepotin maksudnya," ucap Annisa yang sudah menerima dan meletakkan serta kado di atas mejanya.
Seketika mejanya itu pun penuh.
"Ya gak gratis juga Bu. Anda harus mengundang kita makan-makan sambil ngenalin sosok pangeran yang udah berhasil merebut hati princess Annisa," ucap Bu Diah yang memang agak rese dan suka menggoda sesama rekan kerjanya.
"Ih, Bu Diah. Kepo banget," ledek Annisa balik.
Semuanya pun sontak tertawa.
Dan sebagian guru serta staf perempuan bergantian menyalami serta memeluk Annisa.
"Nanti, Annisa bicarakan dulu sama suami ya. Kapan dan gimana baiknya. Karena kalau Annisa sih mau dan setuju aja. Tetapi, mulai saat ini apapun yang Annisa pikirkan dan inginkan harus berdasarkan ijin dari suami," terang Annisa.
"Bener itu, Bu. Berapa banyak sekarang para istri yang selalu menganggap enteng ijin suaminya. Sehingga, mereka itu dengan mudah dan gampangnya melakukan apapun tanpa sepengetahuan sang suami. Cek out barang di toko Oren sama ijo misalnya. Gak pake bilang dulu apalagi ijin tuh. Tau-tau barang dateng, kelabakan deh yang bayar," ucap pak Usman.
"Yee, dia malah curhat!!" celetuk Bu Diah lagi.
"Biar pada tau Bu, meskipun jajan istri itu adalah kewajiban sang suami, tetap aja kalo mau membeli sesuatu biasakan bilang dan minta pendapat suaminya dulu. Seenggaknya, si suami kan bisa siapin dananya. Bagaimanapun istri itu mengunakan uang suaminya dan di anjurkan tidak boros juga. Jangan mentang-mentang suami itu wajib membahagiakan istri, lalu semua keinginannya harus di kabulkan? Meski ujungnya jadi mudhorot bukan kebaikan?"
Otomatis apa yang di utarakan oleh pak Usman barusan membuat beberapa perempuan di sana terdiam.
Annisa yang paham maksud rekan kerjanya itu hanya bisa tersenyum di balik niqob-nya.
"Sebelum makan-makan di rumah Annisa. Kita makan kue aja dulu gimana? Banyak loh ini!" ajak Annisa yang tentu saja di sambut oleh para rekan kerjanya.
Sementara itu di bawah pohon belimbing.
Choki, nampak berdiri di samping motor menunggu Annisa keluar dari sekolahnya. Choki sengaja menunggu di tempat yang agak jauh karena ia tau hubungannya dengan Annisa ini belumlah di publikasikan.
"Apa aku telpon aja ya? Eh tapi kan ... aku belum punya nomer ponsel Annisa," decak Choki seraya memukul keningnya.
Setelah setengah jam berlalu, Annisa keluar. Lalu Choki berlari menghampirinya.
"Annisa!" panggil Choki dengan senyum sumringah serta sinar mata berbinar. Ternyata belum seharian ia sudah begitu rindu dengan istrinya itu.
"Ya Allah. Abang Zakaria. Kamu benar-benar menjemput Annisa!" pekik Annisa yang kaget bukan main.
Chiko hanya menjawabnya dengan senyum. Ia terlalu bahagia hingga tak bisa berkata-kata lagi.
"Kamu bawa apa itu, sini. Pasti berat kan!" kata Choki seraya mengambil alih kotak yang di bawa oleh Annisa.
"Gak tau ini isinya apa. Tadi rekan kerja sesama guru dan para staf bikin kejutan. Mereka ngasih hadiah ini ke Annisa. Katanya untuk kado pernikahan kita," ungkap Annisa jujur tanpa ada yang ia sembunyikan sedikit pun.
"Masyaallah. Jadi, mereka sekarang tau kalau kamu sudah menikah?" tanya Choki dengan raut wajah gembira.
"Iya. Soalnya tadi pagi ada yang melihat aku diantar Abang Zakaria sampe kesini. Jadi deh diinterogasi," jawab Annisa sambil tertawa renyah.
"Mereka minta kita traktir makan," ucap Annisa lagi.
"Yaudah, kapan?"
"Abang setuju?"
"Iya!"
"Tapi, Annisa belum gajian."
"Alhamdulillah, aku ada uang," tunjuk Choki pada amplop yang ada di saku gamisnya.
"Abang jual ponsel?" tanya Annisa dengan sorot mata mendung.
Kira-kira, Abang Zakaria jawab apa ya??
...Bersambung...
Jazakillah khairan author
👍👍👍👍👍
ana uhibbuki fillah untuk perempuan