Hidup Aina seperti diselimuti kabut yang tebal saat menemukan kenyataan kalau Fatar, lelaki yang dicintainya selama 7 tahun ini meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil. Namun Fatar tak sendiri, ada seorang wanita bersamanya. Wanita tanpa identitas namun menggunakan anting-anting yang sama persis dengan yang diberikan Fatar padanya. Aina tak terima Fatar pergi tanpa penjelasan.
Sampai akhirnya, Bian muncul sebagai lelaki yang misterius. Yang mengejar Aina dengan sejuta pesonanya. Aina yang rapuh mencoba menerima Bian. Sampai akhirnya ia tahu siapa Bian yang sebenarnya. Aina menyesal karena Bian adalah penyebab hidupnya berada dalam kabut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Henny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berjaga di rumah sakit.
Langkah Aina terhenti saat melihat bibi Lina ada di depan ruangan operasi.
"Bibi, bagaimana keadaan papa dan mama?" tanya Aina.
"Keduanya masih di operasi, non."
"Memangnya mereka mengalami kecelakaan yang bagaimana?" tanya Aina tanpa bisa menahan air matanya.
"Tadi, bibi sama nyonya mau ke tempat nona untuk menyampaikan selamat ulang tahun. Kami bawa kue, makanan dan hadiah. Namun di tengah jalan, tuan mencegat kami. Nyonya berpindah ke mobil tuan. Mereka sempat bertengkar namun akhirnya mereka pergi juga. Bibi dan sopir mengikuti mobil mereka dari belakang. Namun di perempatan jalan yang menurun, tiba-tiba ada mobil kontainer yang melaju tak terkendali dari arah yang berlawanan dan menabrak mobil tuan dan nyonya."
Aina bisa membayangkan bagaimana kerasnya tabrakan itu. Emir yang berdiri di belakangnya langsung memeluk Aina. "Kuatkan hatimu, Ai."
Aina langsung memeluk Emir. Hatinya hancur membayangkan kemungkinan terburuk yang bisa terjadi kepada kedua orang tuanya.
4 jam menunggu, dokter akhirnya keluar. "Keduanya sudah berhasil kami operasi namun keadaan mereka masih koma. Keduanya mengalami luka yang cukup parah di bagian kepala. Apalagi istrinya, ia mengalami patah tulang di beberapa bagian karena mobil kontainer itu menabrak dari arahnya."
Tangis Aina kembali pecah. Untung saja ada Emir yang selalu menemaninya.
"Bibi sudah menghubungi non Aira. Namun non Aira ada di rumah sakit. Katanya dia kena demam berdarah."
"Denis di mana, bi?'
"Tuan Denis ada di rumah bersama pengasuhnya. Tadi kami memang tak membawanya karena sedang tidur."
Aina sedikit merasa lega karena tahu kalau ponakannya itu tak ikut bersama orang tua.
"Sayang, apakah tidak sebaiknya kamu pulang dan istirahat? Kita seharian keluar rumah tanpa istirahat. Aku takut kalau kamu sakit."
Bibi Lina tersenyum melihat bagaimana perhatian Emir pada Aina.
"Aku mau di sini. Bibi Lina yang pulang. Kasihan Denis sendirian dengan pengasuhnya."
"Nona juga sebaliknya pulang beristirahat. Lagian dokter mengatakan kalau selama 12 jam pasien tidak bisa diganggu." ujar Bibi Lina.
"Iya, sayang." Emir setuju. "Biar aku saja yang berjaga di sini. Lagian besok aku masuk kerja nanti jam 8 malam."
"Tapi....." Aina jadi tak enak.
"Walaupun mereka menolak pernikahan kita, namun mereka tetap adalah mertuaku."
"Nona pulang saja ke rumah bersama bibi. Denis pasti senang saat melihat aunty datang." bujuk bibi Lina.
Aina pun akhirnya setuju pulang ke rumah orang tuanya. Ternyata Denis sedang menangis mencari opa dan Omanya. Aina pun membujuk anak berusia 5 tahun itu sampai akhirnya Denis mau tidur dengannya.
Aina tak mau masuk ke kamarnya karena terlalu banyak kenangannya bersama Fatar di kamar itu. Dulu, Fatar pernah tidak pulang selama 3 hari karena menjaganya yang sedang sakit.
**********
Keesokan paginya, Aina pun bangun dan membantu Denis sarapan dan mandi. Aira menelepon untuk menanyakan bagaimana kabar orang tuanya. Aina hanya menyampaikan kalau orang tuanya sudah selesai di operasi. Aina tidak menyampaikan kabar buruk bahwa kedua orang tua mereka sedang koma. Aira menyampaikan kalau suhu badannya masih panas karena ini hari ke-3 ia diserang oleh demam berdarah.
"Kakak berobat dulu dengan baik. Baru datang ke sini. Aku di rumah bersama Denis." ujar Aina di ujung percakapan mereka.
"Kamu sudah kembali ke rumah?" tanya Aira senang.
"Hanya sementara, kak. Sampai papa dan mama sehat. Bagaimana pun aku sudah menikah tentu saja aku harus bersama suamiku."
"Pulanglah dengan suamimu, Ai."
"Nanti saja kita bicarakan. Sekarang aku mau siap-siap ke rumah sakit."
"Baiklah."
Aina pun menuju ke kamarnya. Ia mengambil pakaian di lemarinya. Hatinya masih bergetar saat merasakan aura Fatar yang sepertinya ada di kamar ini. Namun Aina menepis semua perasaannya itu. Ia ingin tiba di rumah sakit karena memikirkan Emir yang berjaga sendirian di sana.
Begitu ia tiba di rumah sakit, nampak Emir yang sedang tertidur di bangku yang ada di depan ruang ICCU.
"Kak Emir, ayo bangun!"
Emir membuka matanya. "Ai, kamu sudah datang ya?" Emir mengusap wajahnya lalu merentangkan tangannya. Perlahan ia bangun dan duduk.
"Kakak pasti kecapean ya. Tidur di bangku besi seperti ini. Maafkan aku ya?"
Emir mengacak rambut Aina. "Kenapa minta maaf? Ini juga sudah kewajibanku sebagai anak. Aku cuci muka dulu ya?" Emir pamit dan menuju ke toilet.
Aina berdiri di depan kaca. Hanya dari sini ia bisa menatap kedua orang tuanya. "Ya Allah, selamatkan kedua orang tuaku. Aku tahu kalau aku sudah menyakiti mereka dengan pergi dari rumah. Berikanlah aku kesempatan untuk berbakti kepada mereka." ucap Aina tanpa bisa menahan air matanya.
"Aina.....!" panggil Arya.
"Kak Arya, ada apa ke sini?"
Arya yang sedang menggunakan seragam polisinya tersenyum. "Kecelakaan yang menimpa orang tuamu terjadi di wilayah pelayanan ku. Aku semalam tidak dinas. Saat masuk pagi ini, aku diberitahukan tentang kecelakaan nya. Aku kaget saat tahu kalau itu adalah orang tuamu."
"Papa dan mamaku masih koma." ujar Aina sedih.
"Yang kuat ya, Aina." kata Arya sambil mengusap punggung gadis itu.
"Terima kasih. Oh ya, sopir truk kontainer itu sudah diminta keterangannya?"
"Ya. Dia bilang kalau rem nya blong. Namun saat polisi memeriksanya, rem truknya tidak blong."
"Astaga. Jadi dia sengaja menabrak papa dan mamaku?" tanya Aina kaget.
"Mungkin. Hanya saja sopir itu tak mau bicara apapun. Temannya yang bersama dengan dia telah meninggal rumah jadi tak bisa dimintai keterangan. Kami sementara mengumpulkan bukti so TKP."
Aina menggelengkan kepalanya. "Entah siapa yang mau melukai orang tuaku. Mamaku sangat baik, jarang sekali aku mendengar kalau dia bertengkar dengan orang lain. Papaku sekalipun orangnya keras namun dia menjalani bisnisnya dengan baik."
"Sabar, Ai. Aku janji akan mengusut kasus ini sampai tuntas. Sekarang kamu fokus saja menjaga orang tuamu. Oh ya, kamu tidak masuk kerja?"
"Kami hari Sabtu nggak masuk, kak."
"Baguslah. Tetap jaga kesehatan mu ya? Aku mau ke rumah mu dulu. Aku ingin bicara dengan sopir dan pelayan ibumu."
"Ya. Mereka memang ada di belakang mobil orang tuaku."
Arya kembali memeluk bahu Aina. "Kamu yang kuat ya?" kata Arya sebelum pergi.
Aina hanya mengangguk. Ia duduk di bangku yang ada di depan ruang ICCU. Tak lama kemudian Emir kembali.
"Ayo sarapan!" Emir menyodorkan sebuah kotak makanan.
"Aku nggak lapar."
"Kamu harus makan, Ai. Nanti kamu sakit."
"Kak, aku nggak ada selera untuk makan."
Emir membuka kotak makanan itu. Ia menyuapi Aina. Awalnya perempuan itu tak mau makan. Namun karena Emir memaksa terus, Aina mau juga makan.
Makanan Aina tak dihabiskannya, Emir lah yang menghabiskan sisa makanan itu.
"Kak, kenapa makan makanan sisa milikku?" tanya Aina.
"Makanan ini masih banyak. Memangnya kenapa juga kalau aku makan makanan yang sudah kamu makan? Aku tak merasa jijik, kok."
Emir kemudian menghabiskan sisa minuman di botol yang hanya di minum sedikit oleh Aina.
"Kak pulang saja dan istirahat. Bukankah malam ini kakak akan tugas jaga?"
"Nanti sore saja, sayang. Aku akan menemani mu di sini."
"Wajah kakak terlihat lelah."
"Pulang ke rumah tak akan membuat aku merasa tenang. Aku lebih baik dengan kamu di sini."
"Terima kasih, kak."
"Jangan berterima, Aina. Kita ini suami istri. Hal seperti ini wajar untuk dilakukan."
Aina merasa hatinya kembali tersentuh dengan semua kebaikan Emir. Ia memeluk lengan Emir dan menyandarkan kepalanya di sana. Bau harum minyak wangi Emir sangat Aina sukai. Ia merasa tenang dengan harum itu.
**********
2 hari sudah Aina berjaga di rumah sakit. Belum ada tanda-tanda orang tuanya akan sadar.
Aina harus masuk kerja dan Emir kembali yang menjaga orang tuanya bersama sopir kepercayaan orang tuanya.
Hati Aina selalu merasa terhibur melihat bagaimana Emir ikut menjaga orang tuanya walaupun ia sudah lelah melaksanakan piket malam di perusahaan.
"Kak Aira sudah membaik. Besok dia akan datang ke sini." ujar Aina saat Emir datang menemuinya di rumah sakit selepas jaga piket jam 8 malam.
"Baguslah. Tapi kakak mu jangan dulu menginap di rumah sakit. Keadaannya kan belum pulih."
"Iya. Aku juga bilang begitu ke Kakak."
"Sayang, sebenarnya aku sangat berat harus mengatakan ini, namun aku tak bisa menolaknya karena tuntutan pekerjaan. Selama 5 hari kami akan mengikuti pelatihan khusus satpam. Yang diutus adalah aku. Aku sudah menolaknya namun ternyata teman-teman yang lain sudah pernah ikut semua. Tinggal aku satu-satunya yang belum ikut. Aku sebenarnya tak tega meninggalkan kamu sendiri. Namun ibu sudah berjanji untuk menemani mu. Kakak mu juga akan datang, jadi aku merasa sedikit lega."
"Ikutlah kegiatannya, kak. Itu kan tuntutan kerja."
"Aku pasti akan sangat merindukan mu." Emir memeluk Aina dengan erat. Entah kenapa juga Aina merasa sedih saat Emir akan pergi.
**********
Apakah yang akan Arya buktikan ?
krn mgkn sbnrnya Hamid, Wilma dan Emir adlh saudara seayah...
smoga brharap Emir GK trmsuk dlm lingkaran orang jht yg mo ancurin kluarga kmu ai.....smoga....