Menjadi wanita gemuk, selalu di hina oleh orang sekitarnya. Menjadi bahan olok-olokan bahkan dia mati dalam keadaan yang mengenaskan. Lengkap sekali hidupnya untuk dikatakan hancur.
Namanya Alena Arganta, seorang Putri dari Duke Arganta yang baik hati. Dia dibesarkan dengan kasih sayang yang melimpah. Hingga membuat sosok Alena yang baik justru mudah dimanfaatkan oleh orang-orang.
Di usianya yang ke 20 tahun dia menjadi seorang Putri Mahkota, dan menikah dengan Pangeran Mahkota saat usianya 24 tahun. Namun di balik kedok cinta sang Pangeran, tersirat siasat licik pria itu untuk menghancurkan keluarga Arganta.
Hingga kebaikan hati Alena akhirnya dimanfaatkan dengan mudah dengan iming-iming cinta, hingga membuat dia berhasil menjadi Raja dan memb*antai seluruh Arganta yang ada, termasuk istrinya sendiri, Alena Arganta.
Tak disangka, Alena yang mati di bawah pisau penggal, kini hidup kembali ke waktu di mana dia belum menjadi Putri Mahkota.
Akankah nasibnya berubah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rzone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28 Pergi Bulan Madu
Alena tersenyum sinis mendengar ucapan Elena, dia maju dua langkah. Sontak saja saat itu Elena merasakan tatapan Alena yang begitu mengintimidasi dirinya.
“Apa maksud ucapan anda barusan?” Alena menatap tajam pada Elena, Elena sontak menguatkan hatinya untuk kembali berbicara.
“Bukankah itu anda? Maafkan saya Kak, saya memang bersalah dan pantas dihukum!” Tangis Elena, semua orang nampak terdiam melihat kejadian tersebut. Bagi beberapa Madam, mereka sudah terbiasa melihat drama pasaran yang terjadi di dunia sosialita semacam itu, jadi mereka tak akan terpengaruh dengan begitu mudahnya.
“Haah, asal anda tahu Elena. Saya merasa senang karena saat ini saya menikahi pria yang tepat, untuk apa anda merasa bila saya mengambil posisi anda? Apa anda merasa bila saya bisa saja merebut suami anda? Ah, sekarang salah ya melainkan kekasih anda?” Semua orang terdiam, begitupun Elena.
“Saat ini lihatlah posisi anda dengan baik, apa yang akan membuat saya iri dari anda? Bahkan satu anting yang saya kenakan saja, dapat membeli satu gaun milikmu. Bahkan, sayang yang dicurahkan suamiku lebih besar dari yang dicurahkan suamimu. Ah ya, maafkan saya terbawa emosi. Namun saya tekankan ini pada anda Elena, saya tak pernah berniat untuk merebut posisi anda!” Elena mati kutu, dia bahkan tak dapat bergerak mendapatkan peringatan mematikan itu. Nada Alena yang bercampur antara amarah dengan bahasa yang tidak formal membuat semua orang ikut merasa geram.
“Saya mencintai suami saya! Dan bila anda merasa posisi anda saat ini terancam. Jangan salahkan saya, namun salah kan diri anda sendiri yang tak mampu menjaga posisi itu dengan baik!” Alena berbalik meninggalkan Elena, tanpa disangka dihadapannya saat ini ada Mattias yang sejak awal mendengarkan ucapan Alena.
“Apa istriku hanya dapat tekanan dalam acara ini?” Mattias menatap tajam pada seluruh orang yang berada di tempat itu.
“Tidak suamiku, sudah sewajarnya saya datang. Namun saya hanya merasa kasihan pada orang yang bahkan tak menyadari posisinya saat ini berada di mana.” Ucap Alena melenggang pergi bersama Mattias menggunakan kereta kuda. Mattias kembali menatap mereka, terakhir dia menatap Elena seolah tengah memberikan peringatan.
Semua yang melihat kejadian serta mendengarnya tak tinggal diam, gosip beredar dengan sangat cepat. Para Bangsawan kini mulai berpihak pada Alena dan posisi Alena kini aman di kalangan para Bangsawan dalam Kerajaan.
Sepulang dari pesta makan siang itu, Alena kini ditatap oleh suaminya dalam kereta kuda. Kedua pipi Mattias nampak begitu memerah dengan senyum yang terus mengembang.
“Mengapa anda terus menatap saya? Adakah yang salah dari wajah saya saat ini?” Tanya Alena, Mattias menggelengkan kepalanya.
“Salahkah bila saya melihat keindahan dunia?” Alena terkekeh mendengar jawaban sang suami, dan keduanya tersenyum lebar.
“Mungkin anda tidak salah, namun saya yang akan salah tingkah.” Mattias sontak tertawa mendengarnya, dia menggenggam tangan Alena dan mengusap punggung tangan itu dengan lembut.
“Maaf bila saya terlalu sibuk akhir-akhir ini, saya tak pernah memiliki maksud untuk mengabaikan anda, Alena. Saya hanya ingin menolong lebih banyak nyawa dan membantu lebih banyak orang.” Alena terdiam, mungkin rasa bersalah kini menghantui perasaan Mattias. Mattias sering kali pulang larut, bahkan kemarin dia pulang dalam keadaan mabuk.
“Apakah bulan madu itu adalah perjalanan bisnis?” Tanya Alena, Mattias tertegun. Hati Mattias kian tak enak, dia ingin berlibur bersama Alena namun justru dia juga harus melibatkan bisnis dan juga politik didalamnya.
“Maafkan saya Alena,” Alena terdiam, dia mengangguk paham akan posisi Mattias saat ini. Sebagai seorang istri, yang terpenting adalah untuk menemani Mattias dan tetap berada disampingnya.
“Saya tidak keberatan akan hal itu, mari kita selesaikan segalanya dengan baik.” Alena balik menggenggam tangan Mattias dan kembali tersenyum hangat, diakhiri dengan kecupan hangat di bibir.
.
.
.
Satu Minggu akhirnya berlalu, sebuah kapal megah kini nampak berada di Dermaga. Alena dan Mattias disambut baik oleh mereka semua dan berangkat menuju tempat tujuan mereka.
Mattias dalam perjalanan membawa segudang pekerjaan, begitupun dengan Alena. Mereka menghabiskan waktu mereka dengan bekerja, hingga para pelayan dan Ksatria yang mengikuti mereka justru merasa khawatir dengan kondisi tersebut.
“Tuan, maafkan atas kelancangan saya. Namun di luar sana ada sebuah fenomena indah, akankah anda melihatnya bersama dengan Duchess?” Mattias mengangkat kacamatanya, dia menatap Alena yang telah menggunakan piyama dan tengah membaca, sama sepertinya.
“Alena, apa anda lelah?” Tanya Mattias menatap Alena yang masih berfokus pada bukunya.
“Tidak,” Jawab Alena, Mattias mengambil sebuah selendang dan menutupkan-nya ke tubuh Alena.
“Mau melihat bioluminesensi?” Tanya Mattias, Alena yang mengetahui hal itu menjadi tertarik.
Bioluminesensi adalah proses kimia di mana vertebrata laut dan invertebrata, jamur, dan kunang-kunang menghasilkan cahaya. Hal itu akan menampakkan cahaya layaknya kunang-kunang di malam hari, namun bedanya hal itu terjadi di dalam laut.
“Saya ingin melihatnya,” Ucap Alena, ada rasa enggan di keduanya. Setelah menikah mereka selalu menjadi pusat perhatian, Alena tak dapat memanggil Mattias seenaknya. Begitupun dengan Mattias yang tak dapat memperlakukan Alena dengan santai di depan publik, hal itu terjadi karena aturan Kerajaan.
Adab dan peraturan Kerajaan memang amatlah ketat, bahkan untuk melakukan kegiatan di malam hari saja semuanya akan diatur. Namun itu tak dapat ditahan oleh Mattias, alhasil dia selalu melanggar aturan itu dan tidak memperdulikannya.
Alena menatap laut yang indah dan malam yang berbintang kala itu, dia menikmati malam yang sejuk namun juga tenang. Tangannya dipenuhi kehangatan dari genggaman tangan Mattias.
“Sayang, kemarilah.” Mattias mengulurkan tangannya dan memeluk Alena, membiarkan wanita itu tetap hangat dalam dekapannya. Mattias mengangguk memberi kode pada para anak buahnya, hingga kembang api meluncur seolah di atas kepala mereka dan memancarkan cahaya yang sangat indah.
“Wah, indah sekali.” Bisik Alena, Mattias terus memandang wajah Alena dengan mata yang berbinar. Senyuman yang manis dan tangan yang terus menggenggamnya lembut.
“Saya pasti akan melindungi anda, Alena.” Mattias mengecup kening Alena dengan lembut, Alena terkekeh dan mengangguk.
“Saya juga akan selalu bersama anda, Mattias.” Keduanya tersenyum, namun air mata Alena tak tertahankan lagi dan lolos. Mattias mengusapnya lembut, itu adalah air mata kebahagiaan.
“Ayo kita turun, udara malam akan semakin dingin.” Ucap Mattias setelah kembang api berhasil seluruhnya dinyalakan. Alena mengangguk dan mengikuti sang suami turun.
Dalam kamar yang terombang-ambing karena berada di atas kapal itu. Alena menikmati malam yang indah, dia merasakan kehangatan Mattias dan cinta sesungguhnya. Tak ada keraguan lagi di hati Alena untuk tidak mempercayai Mattias, dan kini tujuan keduanya telah jelas.
Satu Minggu kemudian, mereka akhirnya sampai di tanah seberang. Sebuah Padang rumput yang indah, meski masih dalam lingkup wilayah Kerajaan, namun itu amat jauh hingga orang-orang disana terkesan menggunakan tradisi orang-orang Timur.
Mereka turun dari kapal saat pagi hari, suasana disana amat ramai. Mattias disambut baik oleh seorang Marquess muda yang memiliki kulit kecoklatan. Wajahnya tampak tampan dengan mata biru dan rambut merah yang menawan.
“Selamat datang di wilayah kami yang subur, Putri dan Pangeran yang terhormat.” Dia menunduk hormat, tak sengaja mata Alena bertemu kala itu. Ada perasaan familiar yang sampai di hatinya dan keduanya tersenyum.
‘Apa-apaan dia ini?’ Mattias menatap Marquess itu dengan tajam, wajahnya nampak begitu masam kala itu.