seorang CEO cantik, seksi, dan galak, yang terjebak dalam dinamika dunia kerja dan cinta. Dia harus menghadapi tantangan dari mantan suaminya, mantan pacar Tanier, dan berbagai karakter wanita seksi lainnya yang muncul dalam hidupnya. Tanier, karyawan Lieka yang tampan, sabar, dan kocak, berjuang untuk memenangkan hati Lieka dan membantu perusahaan mereka bertahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tanier alfaruq, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16: Konfrontasi di Ruang Rapat
Pagi berikutnya, Lieka merasakan ketegangan yang menyelimuti atmosfer kantor. Suara riuh karyawan di sekitar meja kerja memunculkan rasa cemas di hatinya. Tanier, yang berdiri di sampingnya, merasakan aura ketidakpastian ini.
“Pagi, Lie,” sapanya dengan senyuman yang berusaha memberikan semangat. “Siap untuk rapat hari ini?”
“Semoga saja,” jawab Lieka, menarik napas dalam-dalam. “Kita perlu membahas kembali strategi kita setelah ancaman dari Sugi kemarin.”
Saat mereka melangkah ke ruang rapat, Tanier memegang tangan Lieka, memberikan dorongan moral yang sangat dibutuhkannya. Dia bisa merasakan betapa berat beban yang dipikul oleh kekasihnya. Ketika mereka memasuki ruang rapat, suasana segera berubah menjadi hening. Semua mata tertuju pada Lieka dan Tanier.
Rapat dimulai dengan ketegangan yang terasa di udara. Lieka berdiri di depan, menjelaskan rencana strategis untuk proyek yang sedang mereka kerjakan. Dia berbicara dengan percaya diri, tetapi saat menyebutkan nama Sugi, dia bisa merasakan gelombang negatif yang menjalar di ruangan.
“Setelah diskusi kemarin, saya merasa kita perlu mengubah pendekatan kita untuk meminimalkan risiko dari pihak luar,” kata Lieka, berusaha tetap fokus.
Namun, Sugi, yang muncul kembali dengan sikap provokatif, memotong pembicaraannya. “Lieka, aku rasa kau hanya berusaha menutupi kelemahan proyek ini dengan strategi yang tidak efektif. Apa kau yakin ini keputusan yang tepat?” tanyanya, menyeringai.
Lieka merasakan darahnya mendidih. “Saya yakin semua keputusan yang diambil berdasarkan analisis dan data yang valid. Jika Anda tidak setuju, mungkin Anda bisa memberikan alternatif yang lebih baik,” jawabnya, berusaha tetap tenang.
“Sayangnya, aku tidak percaya pada data yang kau buat sendiri. Terlalu emosional, Lieka,” Sugi menimpali, nada suaranya penuh sindiran.
Tanier yang berada di samping Lieka tidak bisa menahan diri lagi. “Dengar, Sugi. Kami telah bekerja keras untuk proyek ini, dan kami tahu apa yang kami lakukan. Mengapa kau tidak fokus pada masa depan alih-alih terus menerus menyoroti masa lalu?” tantangnya, menatap Sugi dengan tajam.
Suasana di ruang rapat semakin tegang. Para eksekutif lain saling bertukar pandang, terkejut dengan pertikaian yang terjadi di depan mereka. Lieka merasakan ketegangan di antara mereka, tetapi dia tahu dia harus berdiri di pihaknya sendiri dan Tanier.
“Saya tidak akan membiarkan masa lalu mengganggu langkah kita ke depan,” Lieka mengumumkan dengan tegas. “Kita semua ada di sini untuk satu tujuan: kesuksesan perusahaan ini. Jika Anda memiliki masalah dengan cara kerja kami, kami siap untuk membahasnya secara konstruktif.”
Sugi mengerutkan keningnya, terkejut dengan keberanian Lieka. “Kau memang berani, tetapi jangan berharap aku akan membiarkanmu mengambil semua keputusan.”
“Saya tidak memerlukan izinmu untuk memimpin, Sugi. Saya sudah menjalankan perusahaan ini dan akan terus melakukannya,” jawab Lieka, berusaha mempertahankan ketenangannya.
Ketika Sugi terlihat semakin marah, Tanier bersikap tenang dan menambahkan, “Mari kita semua bersikap profesional di sini. Tidak ada tempat untuk perkelahian pribadi dalam rapat ini.”
“Jadi, apa yang kau sarankan, Tanier? Apakah kita harus membiarkan semua ini berlalu dan berharap masalah ini hilang dengan sendirinya?” Sugi balas dengan nada sinis.
Tanier mengangguk. “Kita bisa memulai dengan mendiskusikan ide-ide baru yang bisa menguntungkan perusahaan tanpa harus merujuk pada perasaan pribadi.”
Lieka melihat Tanier dengan rasa bangga, dia tahu betapa beraninya Tanier untuk berbicara. Dia merasa didukung, dan itu memberinya kekuatan lebih untuk menghadapi Sugi.
“Jika kau benar-benar peduli pada perusahaan ini, maka tunjukkan dukunganmu alih-alih mencari masalah,” ujar Tanier, menegaskan posisinya.
Rapat berlanjut dengan pembahasan yang lebih konstruktif, dan perlahan-lahan ketegangan mulai mereda. Namun, Lieka bisa merasakan mata Sugi tetap menatapnya, mengawasi setiap langkahnya.
Setelah rapat yang menegangkan, Lieka dan Tanier melanjutkan diskusi di luar ruang rapat. Lieka bisa merasakan ketegangan yang masih tersisa. Dia berusaha menenangkan diri dengan menghirup udara segar di balkon kecil yang terhubung dengan ruang rapat.
Tanier berdiri di sampingnya, memberikan ruang sambil menunggu Lieka untuk berbicara. “Aku tahu ini tidak mudah, Lie,” ucapnya lembut. “Tapi kau telah menunjukkan keberanian yang luar biasa.”
“Terima kasih, Tan. Tapi aku merasa Sugi tidak akan berhenti di sini. Dia mungkin akan mencari cara untuk menjatuhkanku,” balas Lieka, mengawasi langit yang mendung di kejauhan.
Tanier menatapnya dengan serius. “Kita bisa melawan dia bersama-sama. Jangan biarkan rasa takut mengendalikan hidupmu. Ingat, kau bukan sendirian lagi.”
Ketika Lieka berbalik untuk menatap Tanier, ada sesuatu di dalam dirinya yang membara—keinginan untuk tidak hanya melindungi perusahaan, tetapi juga untuk melindungi hubungannya dengan Tanier. Dia tahu bahwa Tanier adalah orang yang tepat untuk bersamanya, dan itu memberinya kekuatan.
“Ya, kita bisa melawan bersama. Dan aku bertekad untuk tidak membiarkan masa lalu menghantui kita,” ungkap Lieka, semangatnya mulai bangkit.
Tanier tersenyum, dan mereka berdua saling berpandangan, menyadari bahwa apa yang mereka miliki jauh lebih besar dari semua tantangan yang menghadang. Tanpa mereka sadari, momen keintiman itu menjadi lebih dalam, dan Tanier meraih tangan Lieka, mencengkeramnya lembut.
“Tapi sekarang, kita harus bersiap menghadapi tantangan berikutnya,” kata Tanier, mengganti nada serius. “Aku rasa kita perlu merencanakan strategi untuk menghadapi Sugi dan memastikan dia tidak mengganggu proyek ini lebih jauh.”
Lieka mengangguk. “Kita perlu menyusun tim yang solid dan memastikan semua orang di perusahaan tahu apa yang terjadi. Jangan biarkan Sugi menggunakan taktik kotor untuk menjatuhkan kita.”
Setelah berbicara, mereka kembali ke ruang kantor, di mana tim mereka sudah menunggu dengan berbagai ide untuk proyek tersebut. Rapat kedua dimulai dengan semangat baru. Lieka mendengarkan saran dari setiap anggota tim, merasa terinspirasi dengan ide-ide brilian yang muncul.
Namun, saat mereka mulai merumuskan rencana, Sugi tiba-tiba muncul di pintu dengan ekspresi menantang. “Aku tidak suka melihat kau berusaha membuat keputusan tanpa mempertimbangkan masukan dari orang yang lebih berpengalaman,” katanya dengan nada meremehkan.
Lieka mengumpulkan keberaniannya dan menjawab, “Sugi, semua orang di sini punya pandangan yang sama pentingnya. Kita akan berjalan ke arah yang benar tanpa harus terjebak dengan masa lalu.”
“Dan jika kalian tidak ingin mengikuti arah yang benar, biarkan aku yang memimpin,” jawab Sugi, menantang.
“Jika itu yang kau inginkan, kami akan melihat siapa yang lebih baik dalam memimpin proyek ini,” balas Lieka tegas.
Tanier yang berdiri di sampingnya merasakan ketegangan itu kembali muncul. “Kita tidak perlu bersaing satu sama lain. Mari kita fokus pada tujuan bersama,” ujarnya dengan tenang, berusaha menengahi konflik.
Namun, Sugi tidak mengindahkan peringatan Tanier. “Kau bisa berusaha, Tanier, tetapi tetap saja kau hanyalah karyawan di perusahaan ini. Aku tidak akan membiarkan Lieka melakukan kesalahan yang bisa merugikan kita semua,” tuturnya, masih dengan nada provokatif.
Lieka merasakan kemarahan mulai membara dalam dirinya. “Aku akan mengawasi setiap langkahmu, Sugi. Jangan pernah meremehkan kemampuanku.”
Rapat berlanjut dengan banyak pandangan berlawanan. Sugi berusaha menggagalkan setiap ide Lieka, tetapi dia tetap tenang dan fokus pada rencana yang telah disusun bersama Tanier dan tim.
Setelah berjam-jam berdiskusi, rapat pun akhirnya selesai. Lieka merasa lelah tetapi puas karena telah berhasil mempertahankan pandangannya dan mendapatkan dukungan dari tim.
Saat mereka semua meninggalkan ruangan, Tanier menghampiri Lieka. “Kau benar-benar hebat, Lie. Meskipun Sugi berusaha menjatuhkanmu, kau tetap berdiri dengan teguh,” ucapnya, memuji.
“Terima kasih, Tan. Dukunganmu berarti segalanya,” jawab Lieka, senyumnya mulai mengembang.
Ketika hari beranjak malam, Lieka dan Tanier berencana untuk merayakan keberhasilan rapat mereka dengan makan malam bersama. Mereka memilih sebuah restoran mewah yang tidak jauh dari kantor, tempat di mana mereka bisa merasakan sedikit ketenangan di tengah hiruk-pikuk dunia kerja.
Malam itu, ketika suasana semakin hangat, mereka saling berbagi cerita dan tawa. Di balik semua tantangan yang dihadapi, hubungan mereka semakin kuat. Namun, Lieka tidak bisa menepis kekhawatiran yang terus menghantuinya tentang apa yang akan dilakukan Sugi selanjutnya.
Setelah makan malam, ketika mereka berjalan kembali ke mobil, Tanier berhenti sejenak. “Lie, kita harus menjaga hubungan ini. Aku tidak ingin kita terjebak dalam drama kantor yang tidak ada habisnya,” katanya dengan serius.
“Tanpa diragukan lagi. Aku tidak akan membiarkan siapapun merusak apa yang kita miliki,” jawab Lieka, menatap mata Tanier penuh keyakinan.