Berawal dengan niat baik untuk menolong membuatnya harus berurusan dengan seorang pria asing yang tanpa Marissa ketahui akan merubah hidupnya 180 derajat. Terlebih setelah insiden satu malam itu.
Kira-kira seperti apa tanggapan pria asing yang bernama Giorgio Adam setelah mengetahui kebenaran dari insiden malam itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nathasya90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SEPERTI CINDERELLA
"Aaaaahhh.. satu desahan lolos dari bibir tipis yang tengah tertidur itu saat merasakan sesuatu yang lembut sedang mengulum pucuk dadanya,"
"Bangunlah, Honey. Ini sudah sangat sore, sampai kapan kamu akan tidur seperti ini." Bisik Giorgio ditelinga Marissa kemudian menjilatnya.
Akhirnya wanita itu terbangun karena terusik dengan rambut halus yang tumbuh disekitar dagu pria itu.
Marissa merentangkan kedua tangan ke atas untuk merilekskan otot tubuhnya lalu membuka mata.
Senyumnya tersungging melihat wajah pria yang ada di depannya saat ini.
"Apa aku ketiduran? Sudah jam berapa ini?" tanya Marissa saat melihat Giorgio sudah ada didepannya.
Pria itu lalu melihat ke arah jam yang dipakainya.
"Jika sesuai dengan apa yang dikatakan sahabatmu itu mungkin.. about three hours maybe," jawab Giorgio mengedikkan bahunya.
"Sejak kapan kau di sini?" tanya wanita itu lagi.
"Belum terlalu lama, setengah jam yang lalu," jawab pria itu tanpa beban.
"Astaga.. kenapa tidak membangunkan ku?" tukas Marissa menatap wajah pria itu.
"Tidurmu sangat lelap. Aku jadi tidak tega membangunkan kamu, tapi aku cukup terhibur selama menunggumu bangun," sahut Giorgio dengan senyum smirk-nya.
"Apa? Ada yang kamu lakukan padaku? Aku jadi curiga melihat senyummu itu? Wajahmu yang seperti itu menandakan sesuatu yang mesum!" seru Marissa dengan mata menyipit hingga membuat Giorgio tergelak.
Pria itu lalu mendekatkan wajahnya hingga bisa menatap mata biru wanita itu lebih dekat.
"Aku menyukai mata birumu. Entah mengapa setiap kali aku menatapnya, mataku tak bisa lepas untuk tidak terus memandang matamu ini hingga membuatku seakan terpenjara di dalam sana." Ungkap Giorgio membelai wajah cantik wanita itu.
Wanita itu tersenyum mendengar perkataan manis Giorgio .
"Maka pandanglah terus sampai kau tak bisa keluar lagi. Aku akan terus menatapmu agar kau tak akan pernah pergi dariku. Dan aku berdoa agar matamu hanya bisa melihatku saja." Marissa menangkup pipi Giorgio lalu mengecupnya dengan singkat, namun saat akan menyudahi satu tangan pria itu menahan tengkuk lehernya hingga membuat kecupan itu menjadi ciuman yang semakin lama semakin dalam.
Giorgio bahkan ikut naik ke atas ranjang karena terbuai dengan ciuman mereka hingga terdengar suara deheman dari luar kamar membuat Marissa melepaskan ciumannya.
"Ehem ehem … sepertinya aku harus pulang, kemana ya yang punya kosan?!" sindir Rossa yang sengaja mendekat ke arah kamar Marissa yang tidak tertutup sempurna.
"Gio …." Marissa menepuk dada pria itu karena kedapatan berciuman dengan sahabatnya.
"Kenapa? Kamu malu dia melihat kita berciuman? Sedang kamu tak malu saat mengeluarkan desahanmu itu, Honey!" seru Giorgio dengan senyum tengilnya.
"Kau!! Jadi yang tadi itu bukan mimpi?!" seru wanita itu saat menyadari jika kancing bajunya sudah terlepas sebagian.
Marissa lalu menutup wajahnya dengan kedua tangan. Wanita itu sungguh malu karena mengira itu adalah mimpi, mimpi basah karena celana dalamnya terasa sedikit lembab.
"Hei, kau tak usah malu. Karena suara desahan mu itu terdengar merdu di telingaku." Ucap pria itu berkelakar lalu membuka kedua tangan wanita itu lalu mengecup bibirnya dengan singkat.
Kemudian mereka berdua keluar dari kamar Marissa dan menuju sofa dimana Rossa sudah menunggunya.
"Sorry," ucap Marissa menghampiri Rossa yang sudah menunggu mereka di sofa.
"It's okay," jawab Rossa dengan mengedipkan sebelah matanya.
"Oh iya, Ros. Kenalkan dia Giorgio. Dan, Gio perkenalkan sahabatku, Rossa." Marissa memperkenalkan kedua orang terdekatnya satu sama lain.
"Kami sudah berkenalan tadi. Iyakan, Tuan?" Rossa tersenyum penuh arti.
Lalu Marissa melihat ke arah pria itu. "Ya, kami sudah berkenalan dan juga memberikan peringatan jika aku membuatmu sedih," kata Giorgio mengedikkan bahunya.
Setelah makan malam bersama, Rossa pamit pulang. Kini keduanya sedang bersantai di atas sofa sambil menonton film.
Pria itu merebahkan kepala di atas paha Marissa sebagai bantalan. Lalu ia menarik tangan wanita itu dan meletakkan di atas kepalanya.
"Kamu mau aku mengusapnya?" tanya wanita itu dan pria itu mengangguk.
Marissa tersenyum melihat sikap manja pria itu. Giorgio yang terlihat dingin dan arogan ternyata mempunyai sisi lain yang tidak terlihat dari luar.
"Apa benar begini? Kau suka?" tanya wanita itu saat pria itu tidak bersuara.
"Apa dia tertidur?!" gumam Marissa saat tak mendapat respon Giorgio.
"Tidak, aku hanya sedang menikmati. Rasanya persis saat aku kecil dulu. Oma selalu melakukannya setiap kali aku akan tidur," ungkap Giorgio ketika merasa usapan Marissa berhenti.
"Jadi kamu tinggal bersama, Oma mu?" tanya Marissa menatap wajah tampan pria itu. Tangannya masih terus membelai surai hitam milik Giorgio.
"Hem." Giorgio lalu membalik tubuhnya menghadap perut Marissa yang membuat wanita itu sedikit kaget dengan gerakan tiba-tibanya.
"Apa yang kamu lakukan!" seru wanita itu dengan wajah gusar. Takut jika pria itu menyadari perutnya membuncit.
"Aku hanya ingin tidur sebentar. Pahamu sungguh nyaman membuatku tidak ingin bangun." Terang Giorgio lalu memperbaiki posisi kepala lalu melingkarkan tangan di pinggang wanita cantik itu.
Marissa menatap wajah tampan Giorgio dari samping.
"Tampan, sangat tampan," gumam Marissa mengagumi. Kini tangannya sudah menyusuri wajah pria itu.
Giorgio menahan tangan Marissa yang hendak menurunkan tangannya.
"Biarkan seperti ini dulu, aku suka. Lakukan terus setiap hari saat kita bersama seperti saat ini," ujar pria itu dengan mata terpejam.
"Ini perintah!" sambungnya lagi membuat wanita itu tersenyum tipis merasakan sifat manja pria itu yang menjadi-jadi. Marissa merasa senang karena artinya pria itu nyaman saat bersamanya sampai mengeluarkan sisi lain yang orang-orang tidak ketahui.
Tiba-tiba Marissa tertawa kecil mengingat perkataan sahabatnya waktu itu. 'Wajah preman namun hati bak hello kitty' istilah yang lagi viral di media sosial yang Rossa ceritakan padanya.
"Kau menertawakan ku?" tanya pria itu saat mendengar tawa dari wanitanya.
"Tidak, aku hanya teringat lelucon Rossa. Tidurlah, kamu pasti lelah sehabis bekerja," ucap Marissa .
"Kemari, temani aku tidur." Pria itu lalu menepuk sisi sampingnya. Dan Marissa ikut membaringkan tubuhnya di samping pria itu.
"Sofanya terlalu kecil untuk kita berdua, Gio," terang wanita itu.
"Muat jika kita berpelukan seperti ini." Pria itu menarik lalu memeluk tubuh wanita itu dengan sangat erat hingga membuat mereka menempel satu sama lain.
***
Pagi harinya, Marissa terbangun setelah mendengar alarm ponsel yang berada di atas nakas samping ranjang.
Wanita itu lalu membuka mata dan menyadari jika dia sudah berada di dalam kamar.
"Bukankah semalam aku tidur di sofa? Apa, Gio yang memindahkan ku?!" Marissa bergumam lalu keluar dari kamar.
Kemudian melihat ke arah meja makan dan sudah tersedia dua potong roti sandwich lengkap dengan susu dan jus jeruk di atas meja.
"So sweet ... aku jadi merindukannya," gumam Marissa membayangkan wajah tampan pria itu.
Tak lama setelah makanannya habis, ponsel Marissa berbunyi dan kali ini adalah sebuah pesan. Pesan dari id 'my love' yang disimpan sendiri oleh Giorgio di dalam ponselnya.
"Bersiaplah, sopir akan menjemputmu sebentar lagi." tulis Giorgio dalam pesan singkatnya.
Senyumnya mengembang saat membayangkan akan bertemu dengan kekasih hatinya.
Kekasih? Tentu saja tidak. Apakah calon suami? Lebih-lebih tidak. Entah Marissa harus menganggap apa hubungan mereka.
Dikatakan kekasih namun Gio belum pernah menyatakan ingin menjadi kekasihnya. Ungkapan cinta Giorgio saat itu Marissa anggap bukan pernyataan cinta, namun lebih kepada racauan saat mendapat kepuasan.
Lalu apakah calon suami? Tentu saja juga tidak karena pria itu belum pernah melamar dirinya.
Lantas apa nama hubungan yang mereka jalani saat ini? Apakah hanya sebagai partner ranjang saja?! Hanya Giorgio lah yang bisa menjawabnya.
Ya, Marissa akan menanyakan kejelasan status mereka nanti. Karena sampai saat ini mereka belum sampai ke tahap itu.
***
Satu jam kemudian...
Marissa sudah sampai di sebuah bangunan rumah yang sangat luas yang biasa disebut mansion.
"Pak, ini mansion siapa?" tanya Marissa pada sopir yang mengantarnya.
"Ini mansion milik tuan Giorgio Adam, Nona," jawab sopir itu dengan hormat.
"Sebenarnya dia itu siapa? Apakah dia anak seorang pejabat? Atau anak presiden?" pikir wanita itu saat melihat betapa luas mansion milik pria itu.
Hidup Marissa memang monoton hanya seputar kerja dan kerja hingga tak pernah melihat berita di televisi, majalah dan koran. Wanita itu bahkan tak menyadari jika pria di depannya itu adalah seorang billionaire yang terkenal.
Mobil sedan Mercedes-Benz A 200 Saloon itu berhenti tepat di depan pintu sebuah mansion yang bercat putih gading. Sungguh mewah dan megah terlihat dari luar. Belum lagi tamannya yang berkali kali lebih luas dari ukuran taman rumah mewah pada umumnya.
"Ini bukan taman, tapi lapangan golf!" gumam Marissa dalam hati berdecak kagum melihat kemegahan mansion milik Giorgio .
"Silahkan, Nona," sapa beberapa pelayan dengan membungkuk memberi hormat pada Marissa .
Marissa sedikit menunduk tidak enak membalas perlakuan pelayan itu padanya. Dia bahkan sudah merasa seperti seorang putri di sebuah Istana.
"Ya ampun…apakah aku sedang bermimpi? Ini bukan rumah melainkan istana." Marissa berdecak kagum saat menatap mansion berlantai dua itu.
Ya, istana. Mansion ini bak istana seperti di buku dongeng. Dan dirinya yang menjadi Cinderella-nya yang sedang menanti pangeran tampan.
Wanita itu masuk ke dalam mansion. Matanya berbinar menatap sekelilingnya.
"Silahkan, Nona," ucapan salah satu pelayan wanita yang bernama Wilona itu. Wanita paruh baya itu merupakan kepala pelayan di mansion milik Giorgio .
"Kita mau kemana, Bi?" tanya Marissa saat diarahkan naik ke bangunan lantai dua mansion itu.
"Saya akan mengantar, Nona ke dalam kamar, tuan. Tadi Tuan Giorgio sudah berpesan pada kami untuk membawa, Nona langsung beristirahat setelah tiba di mansion," jawab pelayan wanita tadi seraya membukakan pintu untuknya.
"Silahkan, Nona. Ini kamar, tuan. Jika butuh sesuatu, Nona bisa langsung menelepon kami melalui telepon yang ada di atas meja sana." Tunjuk pelayan itu.
"Nomor satu untuk bagian dapur lalu nomor dua untuk paviliun yang merupakan tempat tinggal asisten rumah tangga lainnya, termasuk saya, Nona. Dan yang nomor tiga untuk bagian keamanan," jelas pelayan itu lalu menunduk hormat sebelum meninggalkan Marissa yang masih tertegun menatap kamar Giorgio.
Marissa menjelajahi kamar Giorgio yang ukurannya sangat sangat besar. Bahkan kamar mandinya saja lebih besar dari kamar kosan miliknya.
Setelah makan siang. Marissa berjalan-jalan di taman belakang yang jaraknya tidak terlalu jauh dari paviliun tempat para pelayan tinggal. Wanita itu menghampiri beberapa pelayan yang usianya tidak jauh berbeda dengan kepala pelayan yang tadi menemaninya berkeliling.
"Apakah itu Ghost Orchid?" tanya Marissa yang datang dari arah belakang hingga membuat beberapa pelayan terlonjak kaget hingga pot yang diangkatnya jatuh dan pecah.
BRAK!
"Ya ampun, maafkan aku. Aku tidak bermaksud mengejutkanmu. Aku sangat minta maaf. Sungguh." ungkap Marissa dengan penuh penyesalan.
Para pelayan wanita itu tampak saling melihat satu sama lain. Mereka tak menyangka jika teman dekat tuannya bisa sangat ramah dan baik seperti ini. Dan sangat jauh berbeda dengan wanita cantik yang pernah mereka temui saat bekerja di villa milik nyonya besar mereka waktu itu.
"Apa yang Anda lakukan, Nona?" tegur pelayan wanita itu saat melihat Marissa ikut membantu mengambil potongan pecahan dari pot bunga tersebut.
"Kami yang akan membersihkannya, Nona. Jangan sampai tangan, Nona kotor dan terluka karena pecahan ini," tutur kepala pelayan yang entah muncul dari mana.
"Tidak apa-apa, aku bisa melakukannya. Aku akan berhati-hati," sahut Marissa .
"Tapi, tuan akan segera sampai jadi silahkan, Nona masuk. Saya akan mengantar Anda kembali ke kamar," sela Niki sang kepala pelayan.
"Sepertinya, Nona harus mengganti pakaian sebelum menyambut kedatangan tuan Adam." Kepala pelayan itu kembali berucap.
"Baiklah, tapi tidak usah diantar. Saya masih ingat jalan kesana," potong Marissa saat melihat kepala pelayan itu hendak menyusulnya naik.
"Baik, Nona. Saya ada di bawah jika, Nona membutuhkan saya," jawab kepala pelayan itu dan kembali menundukkan kepalanya setelah melihat nona-nya melangkahkan kaki ke atas.
"Huft … aku sudah benar-benar seperti putri kerajaan," gumam Marissa sembari berjalan menuju kamar Giorgio.
Setelah mandi dan bersiap, rencananya Marissa akan turun ke bawah dan menyambut kedatangan Giorgio di depan pintu seperti yang biasa dilakukan oleh para putri kerajaan saat menyambut kedatangan pangerannya. Namun saat membuka pintu kamar, pria itu sudah berada di depan pintu kamar dengan menampilkan senyum indahnya.
"Gio … kamu sudah sampai? Bibi bilang kamu masih di jalan, kenapa sekarang sudah sampai?" tanya Marissa .
Pria itu menangkup wajah Marissa lalu mengecupnya singkat. Mereka lalu berjalan masuk ke dalam kamar dengan tangan yang saling bertautan.
"Ada apa? Kamu tak suka melihatku cepat pulang, huh?!" tanya pria itu merengkuh pinggang wanitanya.
Ia penasaran hal apa yang membuat wanita itu kecewa saat melihatnya pulang.
Giorgio lalu membawa dan mendudukkan Marissa ditepi ranjang kemudian berlutut menghadap ke arah wanita itu. Menangkup kedua tangan wanitanya dan menatapnya dalam-dalam.
"Ada apa? Apakah kamu kecewa aku pulang cepat?" tanya pria itu lagi.
Wanita itu lalu menggeleng mendengar perkataan Giorgio .
"Tentu saja aku bahagia. Hanya saja aku sedikit kecewa karena rencana yang aku susun tadi harus batal karena kedatanganmu yang tiba-tiba ini," jawab Marissa mencebik bibirnya ke depan.
Kening Giorgio berkerut mendengar perkataan wanitanya.
"Rencananya, tadi aku ingin menyambut seperti pelayan lainnya di depan pintu utama, tapi sudahlah anggap saja aku sudah melakukannya," kata Marissa dengan santai.
"Kamu tahu.. mansionmu ini bak istana seperti yang pernah aku baca saat aku kecil dulu. Saat pertama kali masuk, aku disambut hangat para pelayan layaknya seorang putri," sambung wanita bermata biru itu dengan semangat.
"Jadi.. apakah kamu bahagia sekarang, Sayang?" tanya Giorgio.
"Ya, tentu saja itu adalah impian setiap gadis di dunia ini."
Giorgio tersenyum senang melihat senyum yang tersungging di wajah cantik Marissa hingga membuat pria itu gemas dan langsung mengecup bibir yang sudah menjadi candunya.
TERIMA KASIH DAN SUKSES SELALU BUAT KITA SEMUA 🫶🏼