Perempuan di Balik Topeng
menceritakan kisah Amara, seorang gadis desa sederhana yang jatuh cinta pada Radit, seorang pria kaya raya yang sudah memiliki dua istri. Radit, yang dikenal dengan sifatnya yang tegas dan dominan, terpesona oleh kecantikan dan kelembutan Amara. Namun, hubungan mereka menghadapi banyak rintangan, terutama dari Dewi dan Yuni, istri-istri Radit yang merasa terancam.
Dewi dan Yuni berusaha menghalangi hubungan Radit dan Amara dengan berbagai cara. Mereka mengancam Amara, menyebarkan fitnah, dan bahkan mencoba untuk memisahkan mereka dengan berbagai cara licik. Amara, yang polos dan lugu, tidak menyadari kelicikan Dewi dan Yuni, tetapi Radit, meskipun jatuh cinta pada Amara, terjebak dalam situasi sulit.ujian
Radit harus memilih antara kekayaan dan kekuasaannya, atau menuruti hatinya yang telah jatuh cinta pada Amara. Kisah ini menjelajahi tema cinta, kekuasaan,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Idayati Taba atahiu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 Amara
Amara menarik napas dalam-dalam. Ia menatap ibunya dengan tatapan yang penuh kepastian.
"Mama... aku ingin menceritakan sesuatu padamu," ujar Amara, dengan suara yang sedikit bergetar. "Aku mencintai seseorang."
Ibunya menangguk. Ia menatap Amara dengan tatapan yang penuh pertanyaan.
"Siapa dia, Amara?" tanya ibunya, dengan nada yang penuh keingintahuan.
"Dia adalah Radit... pemilik Kupu-kupu Klub," jawab Amara, dengan suara yang sedikit bergetar.
Ibunya terkejut. Ia tak menyangka Amara mencintai Radit.
"Radit?" ujar ibunya, dengan nada yang sedikit heran. "Kenapa kamu mencintainya?"
"Mama... Radit adalah orang yang baik," jawab Amara, dengan nada yang penuh keyakinan. "Ia menyayangiku dan ingin menikah denganku."
"Menikah?" ujar ibunya, dengan nada yang sedikit heran. "Kenapa ia ingin menikah denganmu?"
"Mama... Radit memiliki dua istri," jawab Amara, dengan suara yang sedikit bergetar. "Ia ingin membuatku menjadi istri ketigainya."
Ibunya terdiam. Ia terkejut mendengar perkataan Amara. Ia tak menyangka Radit akan menjadikan Amara sebagai istri ketigainya.
"Amara... aku...," ujar ibunya, dengan nada yang sedikit heran. "Aku tak menyangka ini."
"Mama... aku tahu ini sulit diterima," jawab Amara, dengan suara yang sedikit bergetar. "Tapi, aku mencintai Radit. Ia ingin membantu keluarga kita. Ia ingin membiayai pengobatan Ayah."
Amara menatap ibunya dengan tatapan yang penuh harap. Ia ingin mendapatkan restu dari ibunya.
"Mama...," ujar Amara, dengan suara yang sedikit bergetar. "Aku ingin menjalani hidup yang lebih baik. Aku ingin membantu keluarga kita."
Amara berjalan menuju kamar ayahnya. Ia membuka pintu kamar dan melihat ayahnya sedang duduk di ranjang.
"Ayah...," panggil Amara, dengan suara yang lembut.
Ayahnya menoleh ke arah Amara. Ia tersenyum lemah ketika melihat Amara.
"Amara... kamu sudah pulang," ujar ayahnya, dengan suara yang sedikit lemah. "Bagaimana kabarmu?"
"Aku baik-baik saja, Ayah," jawab Amara. "Ayah bagaimana kabarnya?"
"Aku sudah sedikit membaik, Amara," jawab ayahnya. "Aku sudah bisa duduk dan berbicara."
Amara menangguk. Ia merasa lega mendengar kabar itu.
"Ayah... aku ingin menceritakan sesuatu padamu," ujar Amara, dengan suara yang sedikit bergetar. "Aku mencintai seseorang."
Ayah Amara menangguk. Ia menatap Amara dengan tatapan yang penuh pertanyaan.
"Siapa dia, Amara?" tanya ayahnya dengan suara yang sedikit lemah.
"Dia adalah Radit... pemilik Kupu-kupu Klub," jawab Amara, dengan suara yang sedikit bergetar.
Ayah Amara terkejut. Ia tak menyangka Amara mencintai Radit.
"Radit?" ujar ayahnya, dengan nada yang sedikit heran. "Kenapa kamu mencintainya?"
"Ayah... Radit adalah orang yang baik," jawab Amara, dengan nada yang penuh keyakinan. "Ia menyayangiku dan ingin menikah denganku."
"Menikah?" ujar ayahnya, dengan nada yang sedikit heran. "Kenapa ia ingin menikah denganmu?"
"Ayah... Radit memiliki dua istri," jawab Amara, dengan suara yang sedikit bergetar. "Ia ingin membuatku menjadi istri ketiganya."
Ayah Amara terdiam. Ia terkejut mendengar perkataan Amara. Ia tak menyangka Radit akan menjadikan Amara sebagai istri ketiganya.
"Amara... aku...," ujar ayahnya, dengan nada yang sedikit heran. "Aku tak menyangka ini."
"Ayah... aku tahu ini sulit diterima," jawab Amara, dengan suara yang sedikit bergetar. "Tapi, aku mencintai Radit. Ia ingin membantu keluarga kita. Ia ingin membiayai pengobatan Ayah."
Amara menatap ayahnya dengan tatapan yang penuh harap. Ia ingin mendapatkan restu dari ayahnya.
"Ayah...," ujar Amara, dengan suara yang sedikit bergetar. "Aku ingin menjalani hidup yang lebih baik. Aku ingin membantu keluarga kita."
"Amara...," ujar ayahnya, dengan nada yang sedikit berat. "Aku tak tahu harus berkata apa. Aku tak bisa menerima keputusanmu ini."
"Ayah... tolonglah mengerti aku," ujar Amara, dengan nada yang memohon. "Radit adalah orang yang baik. Ia ingin membantu kita."
"Amara... aku...," ujar ayahnya, dengan nada yang sedikit bergetar. "Aku tak bisa menerima keputusanmu ini."
"Ayah...," ujar Amara, dengan nada yang memohon. "Radit adalah orang yang baik. Ia ingin membantu kita."
"Amara...," ujar ayahnya, dengan nada yang sedikit bergetar. "Aku tak bisa menerima keputusanmu ini."
"Ayah...," ujar Amara, dengan nada yang memohon. "Radit adalah orang yang baik. Ia ingin membantu kita."
Amara menunduk. Ia takut akan menyakiti perasaan ayahnya.
"Ayah... aku mencintaimu," ujar Amara, dengan suara yang sedikit bergetar. "Aku tak ingin menyakitimu."
"Amara... aku mencintaimu juga," jawab ayahnya, dengan nada yang sedikit lemah. "Tapi, aku tak bisa menerima keputusanmu ini."
Amara terdiam. Ia merasa sedikit kecewa. Namun, ia takut akan menyakiti perasaan ayahnya.
"Ayah... aku akan mencoba untuk menjelaskan segalanya padamu," ujar Amara, dengan suara yang sedikit bergetar. "Aku ingin membuatmu memahami keputusanku ini."
Amara berjalan menuju pintu kamar ayahnya. Ia menutup pintu kamar dengan lembut. Ia merasa sedikit lelah.
Amara berjalan menuju kamarnya. Ia meringkuk di ranjangnya. Ia merasa sedikit takut dan bingung.
"Mama... Ayah...," gumam Amara, dengan suara yang sedikit bergetar. "Apa yang harus aku lakukan?"
Amara menarik napas dalam-dalam. Ia berusaha menenangkan dirinya. Ia tahu bahwa ia harus kuat. Ia harus menghadapi segalanya dengan tegar.
*******
Oke, aku siap melanjutkan ceritanya!
Perempuan di Balik Topeng Kemewahan - Bab 7: Topeng Kelicikan
Percakapan Amara dan ayahnya, yang penuh dengan ketegangan, terdengar jelas oleh Mira. Ia mengintip dari balik pintu, wajahnya menyeringai senang.
"Kakak akan menikah?" gumam Mira, dengan nada yang berbinar. "Bagus! Kita akhirnya akan kaya!"
Mira berjalan masuk ke kamar ayahnya dengan langkah yang bersemangat. Ia menatap ayahnya dengan tatapan yang penuh harap.
"Ayah... biarkan Kakak menikah saja," ujar Mira, dengan nada yang manis. "Kakak akan membiayai semua keperluan kita."
Amara menatap Mira dengan tatapan yang penuh kecemasan. Ia takut akan perilaku Mira yang terlalu serakah.
*****
Amara menarik tangan Mira, menariknya keluar dari kamar ayahnya. Mira menolak dan mencoba untuk melepaskan tangannya dari pegangan kakaknya.
"Lepaskan aku!" teriak Mira, suaranya bergetar dengan kemarahan. "Aku ingin membantu ayah!"
Amara menatap Mira dengan tatapan yang penuh kekecewaan. "Kamu tak mengerti apa-apa, Mira!" ujarnya dengan nada yang tegas. "Ini bukan tentang uang! Ini tentang kebahagiaan dan keputusan hidup aku!"
Kemarahan Amara memuncak. Ia menampar pipi Mira dengan kuat. Mira terhuyung ke belakang, matanya memperlihatkan kekecewaan dan rasa sakit.
"Aku benci kamu!" teriak Mira dengan suara yang bergetar, matanya meneteskan air mata. Ia berlari masuk ke kamarnya, menutup pintu dengan keras.
Amara terdiam sejenak. Ia menyesali perbuatannya. Ia takut akan menyakiti perasaan Mira.
"Mira...," gumam Amara, dengan suara yang sedikit bergetar. "Maafkan aku."
Namun, Amara takut untuk menghampiri Mira. Ia takut akan menyakiti perasaan Mira lagi. Ia menarik napas dalam-dalam dan berjalan menjauh dari kamar Mira.
Amara berjalan menuju kamarnya. Ia meringkuk di ranjangnya. Ia merasa sedikit takut dan bingung.
"Mama... Ayah... Mira...," gumam Amara, dengan suara yang sedikit bergetar. "Apa yang harus aku lakukan?" amara pun masuk ke kamarnya.
Amara menarik napas dalam-dalam. Ia berusaha menenangkan dirinya. Ia tahu bahwa ia harus kuat. Ia harus menghadapi segalanya dengan tegar.
Amara menutup matanya dan berusaha untuk tidur. Ia berharap segalanya akan baik-baik saja.