Pindah sekolah dua kali akibat dikeluarkan karena mengungkap kasus yang tersembunyi. Lima remaja dari kota terpaksa pindah dan tinggal di desa untuk mencari seseorang yang telah hilang belasan tahun.
Berawal dari rasa penasaran tentang adanya kabar duka, tetapi tak ada yang mengucapkan belasungkawa. Membuat lima remaja kota itu merasa ada yang tidak terungkap.
Akhir dari setiap pencarian yang mereka selesaikan selalu berujung dikeluarkan dari sekolah, hingga di sekolah lain pun mengalami hal serupa.
Lantas, siapakah para remaja tersebut? Apa saja yang akan mereka telusuri dalam sebuah jurnal Pencari Jejak Misteri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32. Masa Yang Kelam
"Apah?! Bayu?"
Ninda serta Intan berteriak terkejut dengan kenyataan yang mereka lihat di depan mata. Dengan raut wajah iba, Ninda pun menatap lekat wajah Reyza yang menempel di pundaknya.
Ternyata lo ganteng banget, ya, Rey. Gak kebayang gue gimana rasanya jadi lo ketika kemasukan gini. Mana wajah lo tuh tampan, kek disayangkan banget kalo lo dipinjam tubuhnya.
Suara hati Ninda terdengar oleh Panca. Laki-laki itu pun menyahut, "Reyza pingsan."
Ucapan Panca mendadak membuat Ninda pura-pura mendongak sedang melamun. Padahal Panca serta Cakra sudah mengetahui jika dirinya begitu menyukai Reyza.
"Ini, wujud asli Fisya sekarang kalo pengen lihat." kata Cakra.
Bisma, Ninda dan Intan hanya bergidik ngeri. Sedangkan Panca masih berusaha berkomunikasi dengan sosok Fisya.
"Kamu ingin berkomunikasi dengan aku atau kamu memberikan gambaran kepada salah satu diantara kita?" Sambil menjaga, Panca merapikan anak rambut Ratu beberapa yang keluar dari hijabnya.
Sosok Fisya tersebut menggeleng. Namun, bersamaan dengan itu tangan kanannya menunjuk ke sebuah laptop milik Cakra.
"Kal-kalian bukaa saja ini,"
Seusai membuka laptop milik Cakra, mereka dikejutkan dengan sebuah rekaman silam yang begitu seram.
"Jadi gini Mbah, saya ingin memiliki kebun singkong yang sangat luas. Agar bisa saya jual dan mendapatkan uang banyak!"
"Bejo, Bejo ... Kau pikir itu mudah? Yah, sebenarnya cukup mudah, hanya saja ini harus memakai ilmu yang tidak main-main."
"Apa persyaratannya, Mbah?"
"Untuk bayarannya kecil, namun aku butuh satu tumbal remaja laki-laki. Sebagai persembahan para makhluk yang akan membuatmu banyak uang."
"Jika kau tidak membawa tumbal yang aku mau, maka para makhluk peliharaanku akan mencarinya sendiri. Bahkan bisa juga lebih dari satu tumbal."
Bejo tampak sedikit ketakutan mendengar persyaratan dari salah satu dukun terkenal dari desa Pepeling.
Namun, beberapa detik kemudian obrolan mereka seketika berakhir.
"Baik, Mbah. Untuk itu akan saya usahakan, tapi tolong jangan melukai istri saya."
"Semua tergantung dari dirimu sendiri, Bejo."
°°°°°
"Aduh, bapak ngapain sih suruh aku menimba air di sini. Lagian kan di kantor desa juga ada kamar mandi umum. Ya ... Meskipun memang amat sederhana dan sudah cukup reot juga."
Seseorang itu berbaju hijau dengan celana berwarna coklat. Ciri-ciri orangnya persis seperti yang Ratu lihat di lorong toilet guru.
"Eh, kenapa perasaan aku akhir-akhir ini tidak enak, ya? Rasanya aku ingin berpamitan untuk pergi jauh dari sini, tapi kok aneh?"
Itulah detik-detik sebelum akhirnya ember timba yang dipegangnya tiba-tiba terulur kembali ke atas sehingga membuatnya tertarik sampai tercebur ke dalam sumur.
"Tolong! Tolongin saya! Tolong!! Akh! Tolong!"
Pada saat laki-laki tersebut berteriak, kedua kakinya seolah ada yang menariknya tenggelam lebih dalam. Sehingga dirinya tak mampu untuk berenang, dan ... Seketika napasnya berakhir di dalam sumur tua tersebut.
Kelima remaja yang menonton rekaman silam itu beberapa kali mengusap air matanya.
"Eh, siapa di situ ...? Kok putih-putih gitu, ya?"
Ceklek
"Akhh! Tolong! Jangan sentuh saya! Tolong!"
Brakkk
"Astaghfirullah, Fisya kenapa kamu, Nak? Innalilahi wainnailaihi rojiun ... Maafkan bapak ya, Fisya. Dengan terpaksa bapak harus sembunyikan jasad kamu di lemari kantor desa. Maafkan."
Satu hari kemudian Mirah mencari anak-anaknya. Namun, suaminya selalu mengatakan tidak tahu, bahkan tidak mau diajak untuk mencari.
"Kamu ini bagaimana sih, Pak! Fisya dan Bayu tidak ada, kamu malah tidak mau mencarinya! Sebenarnya ada apa ini?!"
"Anak kita aku korbankan,"
"Astaghfirullah, Pak! Istighfar lah, Pak! Ya Allah ..."
Selang beberapa hari kemudian Bu Mirah pun dinyatakan tidak bernyawa di sebuah rumah kantin sekolah.
Setelah rekaman video tersebut selesai dan kembali seperti semula dengan layar hitam, Ratu seketika tersadar dari kerasukan.
Panca tanpa diperintah segera mengambil tisu untuk wajah Ratu yang penuh keringat sekaligus air mata.
"Kamu gak apa-apa?"
Ratu mengangguk.
"Tadi Fisya cerita ke aku, kalau ayahnya itu jahat banget. Beliau relain memperkaya diri dengan berkedok demi keluarga, namun caranya salah. Bayu dan dia menjadi korbannya, dan untuk Bu Mirah ... Aku gak mau melihat tadi, karena benar-benar suasana dulu tuh serem banget." Cerita Ratu sambil menghapus air matanya.
"Oke, tapi kamu sudah aman sekarang? Kalau sudah kita sebentar lagi akan berhenti untuk sarapan. Oh iya, Reyza juga kemasukan Bayu, tapi sampai saat ini belum sadar." Begitu Panca mengatakan, Ratu sontak menoleh ke belakang.
"Ya ampun, Reyza ... Dia kayaknya pingsan deh, Nin. Kayaknya dia gak kuat waktu tadi, lumayan lama sih ini." kata Ratu.
Ninda menatap wajah Reyza yang begitu tenang dengan matanya terpejam. "Rey ... Lo bisa bangun gak? Gue pegel," ujar Ninda tampak kelelahan.
Tak disangka tiba-tiba Reyza pun sadar dari pingsannya.
"Eughh ... Eh, kok gue nyender ke lo, Nin? Aduh, maaf ya. Pasti gue ngerepotin lo nih, gue minta maaf banget. Padahal perasaan tadi kepala gue nyender di jendela mobil dah," ucap Reyza.
Ninda menghela napas. "Santai aja, pegel dikit gak apa-apa kok. Lagian masa iya gue biarin lo nyender di jendela mobil. Gue gak setega itu jadi temen."
"Sudah jam 6 pagi, kita turun di sini, ya." kata Panca.
Semuanya setuju karena mereka pun sudah amat lapar.
"Huft ... Dingin banget, ya. Kalo kayak gini mah jaket gue masih kurang." celetuk Ninda saat dirinya serta temannya sudah turun dari mobil.
Reyza dengan inisiatifnya mengambil satu hoodie miliknya kepada Ninda.
"Nih, hoodie gue lo pakai aja. Biar gak kedinginan selama bikin makanan buat sarapan."
Ninda memicingkan matanya heran dengan sikap Reyza terhadapnya.
"Tumben lo baik,"
"Ye, udah pakai aja nih. Anggaplah tanda terima kasih gue ke lo karena udah mau jagain tubuh gue selama pingsan."
Sesudah memakai hoodie milik Reyza, Ninda ikut berkumpul dengan para temannya yang perempuan.
"Mas Panca kayaknya niat banget ya, kita berhenti di sini. Pemandangan yang bagus." celetuk Ratu merasa tempatnya sangat cocok.
Ketika semua membantu menurunkan banyak barang dari mobil milik ayahnya Panca, Reyza pun tiba-tiba kemunculan ide jahil kepada Ninda.
Laki-laki itu dengan sengaja memakaikan tudung hoodie yang dipakai oleh Ninda.
"Ish, iseng banget sih ..."
Reyza terkekeh. "Enggak, itu biar jilbab lo gak kedinginan juga."
"Sama aja, pasti niatnya iseng!"
"Yaudah deh, terserah lo aja."
Panca dengan Ratu sedang menggoreng ayam crispy, sementara Reyza bersama Ninda membuat sop bakso.
Tak lupa bagian Bisma dan Intan juga Cakra membuat sambal sekaligus coel dengan daun singkong beserta sayuran lainnya.
Seolah semua masalah mereka selesai, tidak ada raut wajah satu pun dari semuanya yang sedih maupun tak bahagia.
Sensasi makan di sekitar alam memang sesuatu yang tidak bisa dilupakan. Apalagi sang ayahnya Panca selain memberikan mobil khusus camping atau perjalanan jarak jauh itu juga menitipkan segala bahan serta alat untuk mereka membuat makanan.
Bagi ketujuh remaja tersebut, setiap manusia pasti memiliki berbagai masalah. Namun, jangan sampai lupa bahwa diri masing-masing juga perlu beristirahat dan menghibur diri sendiri.