Tak sekedar menambatkan hati pada seseorang, kisah cinta yang bahkan mampu menitahnya menuju jannah.
Juna, harus menerima sebuah tulah karena rasa bencinya terhadap adik angkat.
Kisah benci menjadi cinta?
Suatu keadaanlah yang berhasil memutarbalikkan perasaannya.
Bissmillah cinta, tak sekedar melabuhkan hati pada seseorang, kisah benci jadi cinta yang mampu memapahnya hingga ke surga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28
Sudah banyak hari yang Juna dan Yura lewati dari tempat yang berbeda, hingga tak terasa tahu-tahu satu tahun lebih telah berlalu.
Baik Juna maupun Yura sama-sama mempelajari banyak hal selama satu setengah tahun ini.
Yura dengan kesibukannya sebagai karyawan BUMN, sedangkan Juna, selain ilmu medis yang kian mahir, ilmu agama juga telah masuk ke dalam IQ-nya.
Ilmu Fikih, akidah akhlak, Qur'an hadis, dan bahkan mengenai sejarah kebudayaan islam, sudah ia kuasai. Namun Juna sadar masih ada banyak hal yang perlu ia pelajari lebih dalam lagi.
Sampai waktu menjelang sore, para rombongan dokmil yang sudah selesai tugas akan kembali ke rumah masing-masing dan di gantikan dengan dokmil yang lain. Dimana sebelumnya sudah melakukan sesi perpisahan yang terkesan mengharukan.
"Dokter Juna!" Panggil wanita yang rambutnya sebahu. Dia tersenyum simpul ketika sepasang matanya bertemu pandang dengan netra tajam milik Juna. Kakinya melangkah mendekati pria yang memanggul ransel di bahunya.
"Iya!" Sahut Juna ringan. Setelah Zora berdiri di depannya dengan jarak satu meter.
"Saya pasti akan merindukan dokter. Entah kapan kita bisa bertemu lagi, saya harap waktu itu akan segera tiba" Kata Zora, yang pernah ada niatan pindah agama .
Akan tetapi Juna melarangnya jika kepindahannya itu hanya demi seseorang. Akan lebih baik jika di niatkan karena Allah. Pun dengan Juna yang sebelumnya sempat menjadikan Zora pelampiasan atas perasaannya pada Yura yang kemungkinan besar tak terbalaskan, hingga tanpa sadar dia memberikan harapan palsu pada Zora.
Dan semenjak Yura sering menghubungi dirinya untuk berkeluh kesah tentang Jazil, Juna akhirnya berkata jujur bahwa dia sudah memiliki gadis idaman.
Ia telah memantapkan hati dan melabuhkan cintanya pada adik angkatnya.
"Saya harap juga begitu" Ucap Juna kemudian mengulas senyum tipis.
"Salam buat Yura, saya tunggu photo weddingnya di whatsap story"
"Insya Allah"
Meski Juna masih belum yakin apakah Yura bersedia menikah dengannya, tapi dengan penuh percaya diri Juna malah bercerita mengenai Yura pada Zora. Itu dia lakukan supaya Zora tak lagi berharap padanya.
"Kalau mau, mainlah ke rumah saya. Orang tua saya sangat baik dan menyenangkan, dokter Zora pasti akan suka bertemu mereka"
"Jika ada waktu, pasti akan saya sempatkan. Toh jarak antara NTB ke Jakarta tak terlalu jauh. masih satu Indonesia"
"Akan saya tunggu sebagai tamu kehormatan" Seloroh Juna.
"Dokter Juna bisa saja"
Keduanya sama-sama tersenyum sebelum kemudian saling berjabat tangan.
"Pesawat saya sudah mau berangkat, saya duluan" Pamit Juna.
"Hati-hati, dok! Salam buat keluarga"
"Pasti saya sampaikan"
Zora mengangguk sambil tersenyum, tapi kali ini senyumnya terasa begitu berat, sekaligus terasa getir.
"Sampai bertemu kembali, dokter Zora, hati-hati di jalan, semoga selamat sampai tujuan"
"Terimakasih, dokter Juna juga"
Juna mengangguk lantas berbalik. Ia mengayunkan kaki ke arah badan pesawat militer yang akan membawanya menuju Jakarta.
Perjalanan dari Jayapura ke Jakarta akan di tempuh dalam waktu kurang lebih tujuh jam, jika pesawat take of pada pukul 17:00 Wit, maka akan sampai di Jakarta pada jam 21:00 Wib. Sebab antara Papua dengan Jakarta memiliki perbedaan waktu sekitar dua jam.
Selama dalam perjalanan, Juna terus membayangkan wajah Yura, ia bahkan berkhayal menikahinya lalu hidup bahagia.
Hingga khayalan manisnya itu tahu-tahu membawanya ke alam bawah sadar. Ia tertidur dengan pulasnya sampai pesawat tiba di markas besar TNI-AU.
Tepat pukul 21:30 Wib, Juna keluar dari dalam pesawat.
Mereka di sambut oleh para perwira dan akan ada brifing sebelum pulang ke rumah masing-masing.
Sampai pada pukul dua belas malam, Juna akhirnya di antar oleh mobil off-road Unimog yang di kendarai oleh prajurit TNI-AU bersama beberapa rekan lainnya.
Yura tak tahu kalau Juna akan pulang malam ini, juga dengan Jazil dan Irfan. Pria itu sengaja tak memberitahu keluarganya karena ingin memberikan kejutan terutama pada sang mama.
Dengan santainya ia menekan remot control guna membuka pintu gerbang. Setelah pintu besi dengan tinggi sekitar dua meter perlahan bergeser, Juna melangkah masuk lalu menutupnya kembali.
Ketika sudah berdiri di depan pintu rumah, ia menghubungi nomor Jazil dan Irfan secara bergantian, sebab dari ponsel keduanya tidak ada yang menjawab.
Tentu saja mereka sudah terlelap.
Hingga ke empat kalinya Juna menekan tombol dial pada nomor Jazil, akhirnya panggilan pun terangkat, dan sepasang telinganya mendengar suara parau khas bangun tidur milik Jazil.
"Halo, assalamu'alaikum!" Jazil belum tahu kalau yang menelfonnya adalah putra bungsunya.
Karena matanya menyipit efek dari cahaya layar ponsel yang menyorot terang, nama Juna pun tak terbaca dengan jelas.
"Wa'alaikumsalam, mamah"
"Juna!"
"Iya mah, ini Juna"
"Kenapa malam sekali telfonnya, nak?"
"Nanti aku jelaskan, mah. Tapi tolong buka pintu dulu"
"Maksud kamu?" Tanya Jazil, tak mengerti.
Juna memang sengaja hanya membawa remot pintu gerbang, tidak membawa kunci pintu rumah.
"Buka pintunya, mah. Di luar dingin"
Jazil terduduk, lalu melihat kembali layar ponselnya.
Benar sekali, memang Juna yang sedang menelfonnya sekarang ini.
"Mamah nggak ngerti, nak. Maksud kamu buka pintu gimana?"
"Aku sudah pulang, mah. Sekarang ada di depan rumah"
"K-kamu pulang?"
"Iya mamah"
"Serius, Jun. Kok nggak bilang mau pulang malam ini?"
"Buka dulu, biarkan Juna masuk. Nanti di jelasin"
"Iya, iya, mama buka sekarang. Tunggu sebentar, ya, dan jangan di matikan telfonnya"
"Iya" Jawab Juna lengkap dengan seulas senyum.
Detik itu juga, Jazil membangunkan Irfan yang tidur di sebelahnya. Ia mengatakan kalau Juna sudah pulang dan ada di depan rumah.
Meski Irfan belum sepenuhnya percaya, sebab tak ada kabar apapun mengenai kepulangan sang putra, dia pun menurut begitu saja dengan perintah istrinya.
Keduanya melangkah lebar berjalan keluar kamar, lalu melanjutkan langkahnya ke arah pintu utama.
Tangan Jazil bergerak sangat gugup ketika memutar anak kunci yang menggantung di pintu rumah.
Perlahan, pintu berwarna putih pun terbuka.
Wanita paruh baya itu langsung mendapati wajah putranya yang tengah tersenyum lebar.
"Mamah, Assalamu'alaikum"
Bukannya menjawab salam Juna, Jazil malah menghamburkan diri ke dalam pelukan Juna.
Tangannya begitu erat melingkari punggung Juna yang seakan benar-benar sedang melampiaskan rasa rindunya pada si bungsu.
Beberapa detik kemudian Jazil menjawab salam Juna masih dalam posisi memeluknya. "Wa'alaikumsalam, nak" Lirihnya sendu.
"Apa kabar, mah?"
"Mamah baik, sayang"
"Syukurlah"
Sampai lewat bermenit-menit, dan pelukan mereka belum terurai, Irfan pun menyerukkan suaranya.
"Masih lama-lama pelukannya? Kalau masih papah mau tidur"
"Astaghfirullah, mamah lupa" Jazil mengurai pelukannya.
"Ya udah kalau masih kangen peluk lagi saja, nggak usah malu-malu, yang berdiri di sini kan obat nyamuk, akan setia sampai pagi" Ledek Irfan yang membuat Jazil tersipu.
"Papah" Seru Juna kemudian ganti memeluk Irfan.
"Alhamdulillah, bisa pulang dengan selamat, bisa kumpul lagi sama keluarga"
"Iya, pah"
Puas berpelukan, Irfan, Jazil, serta Juna masuk.
"Yura sudah tidur ya mah?"
"Sudah, sepertinya Yura kelelahan, soalnya habis makan malam dia nggak ikut nongkrong di ruang TV"
"Dia pasti kaget tahu-tahu aku ada di rumah"
"Pasti itu, Jun. Mamah saja kaget"
"Kenapa nggak kabarin kami kalau kamu pulang hari ini, Jun?" Tanya Irfan.
"Pengin kasih kejutan ke mamah, pah"
"Dan kejutannya benar-benar berhasil" Sahut Irfan.
"Sudah makan, nak?" Tanya Jazil ketika langkah mereka sampai di depan tangga.
"Sudah, mah. Aku langsung ke kamar saja, ya. Mau bersih-bersih terus istirahat"
"Iya, kamu mandi, istirahat. Besok mama masakin makanan kesukaan kamu"
"Aku naik dulu, mah. Mamah juga istirahat. Maaf sudah ganggu mamah tadi"
"Nggak apa-apa sayang"
"Aku permisi, mah"
"Hmm, pelan-pelan naik tangga"
***
Paginya, karena hari sabtu Yura tak pergi bekerja, ia yang semalam terlalu lelah, kembali tertidur usai sholat subuh dan membaca surah Al-Waqi'ah.
Ia bangun sekitar pukul tujuh dan akan ke dapur setelah mencuci mukanya agar lebih terlihat segar.
"Astaghfirullah hal adzim" Baru saja membuka pintu kamar, tubuhnya berjengit bersamaan dengan mulutnya yang mengeluarkan suara istighfar.
Tentu saja dia kaget melihat seorang pria ada di lantai kamarnya.
"M-mas Juna" Tak hanya wajah yang tampak panik, detakan di jantung Yura juga seakan berhenti sesaat. Ia mengira kalau pria itu adalah orang jahat yang menelusup ke rumahnya.
Juna tersenyum.
"Kaget, ya?"
"Mas kapan pulang?" Tanya Yura berdiri di ambang pintu kamar.
"Tadi malam"
"Jam berapa?"
"Jam satu"
"Oh" Balas Yura.
"Mau turun?" Tanya Juna dengan nada lembut.
"Iya"
"Ayo, aku juga mau turun"
"Mas duluan saja, aku ada sesuatu yang tertinggal" Dustanya.
Kembali Juna menyunggingkan senyum, membuat jantung Yura bertalu-talu.
"Aku duluan, ya"
"Iya" Jawab Yura gugup.
Yura kembali masuk ke kamarnya, tanpa peduli pada Juna yang masih berdiri sambil menatapnya tadi.
"Astaghfirullah... Ada apa dengan jantungku? Kenapa deg-degan begini?" Gumam Yura menyandarkan tubun pada daun pintu.
"Ini pasti karena tadi ku pikir perampok. Ah, bukan-bukan. Dia lebih mirip tarsan"
"Pria itu benar-benar mengagetkanku" Desisnya kemudian menarik napas panjang, dan mengeluarkan secara perlahan. Dia menutup matanya seraya menormalkan debaran jantung yang menggebu-gebu, berharap detakan liarnya bisa segera hilang.
Bersambung
sebaiknya pikirkan bulan madu juna kalau dilakukan dirumah bakalan terganggu terus. xoxo
bgitulah kl pnya rasa iri sama orang baik,ada aja balesannya din 😏😏
smg dengan ini dini bisa sadar dan lbh baik lg sikap sm yura..krn yura tdk ada masalah sm dini..yg ada sini membuatasalah sendiri dengan iri hatiy..
ini maksudnya si dini udah pernah keguguran ya? kasian sih tapi mungkin akibat busuk hati sama yura tuh
q bacanya sambil senyam senyum Dewe..