Aku diasingkan layaknya debu tak berarti. Siapa pun yang mencoba mendekati ku, maka mereka ikut terkutuk. Akulah gadis berkacamata empat dengan segala kekuranganku, dan mereka semua menikmati menonton ku yang terkena bully tanpa peri kemanusiaan.
"Hey, Cupu! Tempatmu dibawah sana, bukan di atas bersama kami." seru Sarah di depan seluruh anak kampus.
Penghinaan dan kekejian para pembully sudah melewati batasnya.
"Don't touch Me!" seru Rose.
Tak ada lagi hati manusia. Semua hanyalah jiwa kosong dengan pikiran dangkal. Buta, tuli, dan bisu. Yah, itulah kalian. ~ Rose Qiara Salsabila.
Wanita berkacamata empat dengan julukan cupu sejak menapaki universitas Regal Academy itu berjuang mencari ketulusan seorang teman. Hingga pembullyan para teman seuniversitas membangkitkan jati dirinya.
Siapa sangka si cupu memiliki dunia lain di balik kepolosannya. Bagaimana cara Rose menghukum para pembully dirinya? Apakah ada kata ampun dan maaf dalam kamus hidup Rose?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asma Khan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28: ENAM BELAS TAHUN
Tanpa peduli dengan pakaiannya yang ikut basah. Ia sibuk menghangatkan tubuh Asfa dengan berbagai cara. Perlahan tapi pasti wajah pucat perinya kembali normal. Kelopak mata dengan bulu mata lentik terbuka.
"Abhi....,"
Vans melemparkan handuk ke sembarang arah, lalu merengkuh tubuh wanitanya dengan rasa takut yang luar biasa. Panas di dalam hati tak sepanas api unggun. Ia tahu nama yang keluar dari bibir Asfa masih tetap menduduki singgasana, tetapi lebih dari itu. Cintanya tak pernah bersyarat.
"Syukurlah kamu kembali sadar." Vans melepaskan pelukan, "Tunggu sebentar, Aku akan buatkan teh hangat."
Pria itu berniat beranjak dari tempatnya, tetapi ada tangan yang menahanmu.
"Tetaplah disini, Ka. Aku hanya ingin istirahat. Izinkanlah aku memelukmu....,"
Vans merengkuh tubuh Asfa. Tubuh yang terbalut selimut kini tenggelam ke dalam dada bidang pria yang selama ini menjadi sandaran di saat badai menerjang. Bayang-bayang masa lalu tak pernah melepaskan masa kini. Kemarin, hari ini, atau esok. Setiap misteri pasti akan terbongkar. Hubungan yang didasari kepercayaan menjadi taruhan. Jika masa lalu kembali tanpa permisi.
"Aku tahu kamu tertekan dengan kabarnya yang tiba-tiba mulai merespon," Vans mengusap kepala Asfa yang memejamkan mata, tapi bukan berarti wanita itu tengah terlelap. "Setelah enam belas tahun berlalu. Akhirnya berita baik kita dengar. Apa kamu takut tentang Rose atau dia? Cukup katakan padaku, dan kita bisa selesaikan semuanya bersama-sama."
Helaan nafas panjang terdengar. Dimana Asfa mengerjap menyesuaikan cahaya agar bisa melihat dengan jelas.
"Jika kamu diam. Aku harus bertanya pada siapa? Bukankah kita berjanji untuk saling jujur? Bicaralah padaku, periku." Ucap Vans membujuk.
Asfa melepaskan pelukan, lalu menatap pria yang selama bertahun-tahun menjadi pasangan idaman semua wanita. Bagaimana tidak? Pria di depannya itu, tak sekalipun memaksanya untuk memberikan hak seorang suami. Hubungan pernikahan yang dipenuhi cinta kasih, dan support satu sama lain. Tanpa ada sentuhan pemuas hasrat. Perlindungan yang selalu diberikan. Sama seperti seorang ayah menjaga sang putri. Sama seperti seorang kakak menjaga sang adik.
"Ka, Aku takut Rose membenciku." Ucap Asfa lirih.
"Apa yang kamu bicarakan?! Apa kamu tidak mempercayai putrimu? Setidaknya percayalah dengan didikanmu." Jawab Vans tegas.
Asfa menggelengkan kepalanya, meskipun rasanya berputar-putar.
"Aku tidak meragukan apapun, tapi kakak tahu bagaimana sejarah keluarga kita. Apa sekarang waktunya mengatakan kebenarannya pada Rose?" tanya Asfa dengan keraguan yang jelas nampak dari sorot matanya.
Untuk pertama kali setelah enam belas tahun. Kesedihan, keraguan, kekecewaan, penyesalan kembali hadir dengan sinar mata redup perinya. Tidak ada senyuman manis. Apalagi senyuman nakal dari bibir kelopak mawar wanitanya. Bagaimana bisa hal ini terjadi? Hanya satu alasan yaitu kabar Abhi mulai merespon alat medis yang selama bertahun-tahun menjadi penopang hidup pria bermata biru itu.
Yah, Dia. Dialah Abhishek Alka Mahendra Bagaskara. Putra tunggal keluarga Bagaskara sebagai pewaris ABF Company. Dunia berpikir pria itu sudah tiada setelah satu insiden di masa lalu. Sayangnya, takdir berkata lain. Berkat tangan ajaib Asfa. Sekali lagi nyawa pria bermata biru terselamatkan. Meskipun pada akhirnya harus mengalami koma.
Siapa yang akan menyangka? Kehidupan selalu penuh tipu muslihat. Begitu juga dengan garis takdir yang selalu bermain tarik ulur. Namun, meskipun kini Abhi kembali sadar. Rose hanya mengenal dua pria sebagai seorang ayah. Pertama Vans yang berasal dari keluarga Burhan. Dialah tuan muda yang kini menjadi suami Asfa, sekaligus papa Rose secara agama dan negara. Seorang ayah lagi yang selalu memberikan perlindungan dengan cara memberikan seluruh ilmunya agar bisa berguna. Dialah Alvaro, kakak Asfa, sekaligus ayah Rose.
Tidak sedetikpun Rose kehilangan sosok orangtua. Gadis itu dipenuhi cinta kasih dari dua orang tua, seorang kakek, dan anggota keluarga lain yang pasti dengan tangan terbuka siap menjadi pendengar setia. Siap menjadi sandaran, dan siap menjadi penasehat. Hidup yang bisa dikatakan sempurna. Jauh lebih baik dari hidup mommy nya yang lebih banyak menghabiskan waktu sendiri, tanpa orang tua yang utuh.
"Sekarang istirahat, Periku." Vans merengkuh tubuh Asfa, "Percayalah Allah tidak akan memberikan ujian melampaui batas umatnya. Dia kembali, artinya Allah memiliki rencana baru untuk masa depan. Tentang Rose, kita akan hadapi putri kita bersama-sama dengan cinta kasih orang tua."
"I know, Ka Vans akan selalu disisi ku. Apapun yang terjadi nanti....,"
"Sudah, tidak perlu lanjutkan. Pejamkan matamu, aku tidak akan membiarkan kesedihan memelukmu. Love you, periku." bisik Vans di telinga Asfa.
Lampu temaram, membuat tangan yang lelah menepuk kulit menggelembung berhenti. Tentu saja setelah memastikan pemilik mata menggemaskan terlelap ke alam mimpi. Sorot rembulan dari jendela menimpa sesuatu. Lembaran putih yang tergeletak di sisi lain tempat tidur menarik perhatiannya. Rasa penasaran apa yang ada di balik lembaran putih itu?
Tangannya berusaha meraih lembaran putih dengan hati-hati agar raga menggemaskan tidak terusik. Tatapan mata fokus dengan menahan nafas. Hingga lembaran kertas berhasil didapatkan. Niat hati ingin membalikkan kertas itu, tapi suara langkah kaki terdengar mendekati kamar. Hitungan detik pintu dibuka.
"Sayang, tidurlah! Biar bunda yang jaga prince chubby." ucap seorang wanita.
aku baca ulang lagi deh
maaf saya pembaca pendatang baru 🙏
dan akhirnya aku susah memahami....
sadis banget sampai memakan korban jiwa 😢😢