"Jangan pernah temui putriku lagi. Kamu ingin membatalkan pertunangan bukan!? Akan aku kabulkan!"
"Ti... tidak! Bukan begitu! Paman aku mencintainya."
Luca Oliver melangkah mendekati tunangannya yang berlumuran darah segar. Tapi tanpa hasil sama sekali, dua orang bodyguard menghalanginya mendekat.
"Chery! Bangun! Aku berjanji aku akan mencintaimu! Kamu mau sedikit waktu untukmu kan? Semua waktuku hanya untukmu. Chery!"
Tidak ada kesempatan untuknya lagi. Ambulance yang melaju entah kemana. Segalanya berasal dari kesalahannya, yang terlalu dalam menyakiti Chery.
*
Beberapa tahun berlalu, hati Oliver yang membeku hanya cair oleh seorang anak perempuan yang menangis. Anak perempuan yang mengingatkannya dengan wajah tunangannya ketika kecil.
"Kenapa menangis?"
"Teman-teman memiliki papa, sedangkan aku tidak."
Ikatan batin? Mungkinkah? Pria yang bagaikan iblis itu tergerak untuk memeluknya. Membuat semua orang yang melihat tertegun, iblis ini memiliki hati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tanda Penghormatan
Kala jam makan siang tiba, maka saatnya anak itu melupakan segalanya. Duduk di salah satu restauran, memakan ice cream sebagai dessert.
Beberapa paperbag ada di sampingnya, berisikan cemilan manis, permen dan coklat. Mainan? Pakaian? Anak itu menolak dibelikan hal selain makanan manis.
Benar-benar imut, seperti Chery di masa kecilnya. Namun, terlihat lebih bersemangat.
"Kamu suka?" Tanya Oliver.
Dengan cepat Raiza mengangguk."Paman Luca yakin, tidak tertarik dengan ibuku?" tanyanya.
Oliver tersenyum, menunjukkan cincin di jari manis tangan kirinya."Aku sudah memiliki tunangan. Bukankah aku sudah bercerita padamu."
"Apa dia cantik? Ibuku juga cantik..." Masih juga Raiza tidak menyerah.
"Cantik...sangat cantik." Oliver berfikir sejenak."Mungkin dia mirip denganmu saat masih kecil."
"Dengan ibuku ya? Ibuku sangat... cantik." Pinta Raiza, memasang ekspresi memohon. Menyebarkan aura manis yang mungkin menyebabkan diabetes, serangan jantung, serta kehilangan kewarasan.
Tapi tidak, semua pesonanya seolah-olah terpental."Tidak, dia (Chery) segalanya untukku."
"Lalu dimana tunangan paman sekarang?" Tanya Raiza kembali menyuapi mulutnya sendiri dengan lebih banyak ice cream.
"Dia tidur." Sebuah jawaban ambigu.
"Tidur? Bangunkan dia! Agar bisa bersaing dengan ibuku." Sebuah jawaban antusias.
"Em... bagaimana menjelaskannya ya? Dia terlalu mencintaiku, karena itu dia mengikuti semua keinginanku. Pernah ada saatnya aku salah bicara padanya, mengatakan ingin dia menghilang. Karena itu, dia tidur, kami akan kembali bersama setelah semua urusan paman usai." Penjelasan pelan dari Oliver, tidak terlihat kesedihan sama sekali dalam raut wajahnya. Chery? Bukankah setelah dendamnya berakhir dirinya akan bertemu?
Luka yang benar-benar membusuk, menggerogoti hatinya. Kala mengingat bagaimana tubuh kekasihnya benar-benar dihancurkan, darah yang menetes masih terbayang hingga kini.
Tersenyum? Segalanya hanya topeng untuk menutupi segalanya. Bukankah akan ada saatnya dirinya dapat kembali bersama dengan Chery? Walaupun tubuhnya nanti akan termakan tanah. Benar! Kematian adalah jalan untuk menemuinya.
"Aku tidak mengerti! Tapi paman Luca harus bertemu dengan ibu." Raiza begitu antusias, wajahnya cemberut merajuk.
"Andai saja kamu tidak punya wali, mungkin paman akan mengadopsi mu." Oliver tersenyum lembut, membersihkan sisa ice cream di bibir anak ini. Benar-benar bagaikan serpihan impiannya, serpihan mimpi kala dirinya bersama Chery bermain di masa remaja hingga dewasa, memimpikan anak-anak yang mirip dengan mereka. Membangun sebuah keluarga kecil.
"Jadi ayahku ya? Tidak apa-apa tidak kenal dengan ibu." Pinta Raiza berkedip beberapa kali.
"Kita buat perjanjian, aku adalah ayahmu." Ucap Oliver menyilangkan jari kelingkingnya dengan Raiza, kemudian menyatukan jempol mereka seperti tanda stempel.
Menghela napas kasar, Oliver mematikan panggilan dari Bima yang terus menghubunginya tanpa henti. Merasakan menjadi seorang ayah? Itu tidak buruk sama sekali. Benar-benar menyenangkan... untuk pertama kalinya dirinya tersenyum tulus. Membayangkan Chery berada di sampingnya, bersama-sama, menatap anak ini.
*
Sementara itu... seseorang yang terlupakan oleh adiknya.
"A...aku mencoba menghubungi Luca Oliver. Tapi dia tidak mengangkatnya." Bima terkekeh, anak ini benar-benar menyebalkan. Tapi, memiliki wajah yang benar-benar mirip dengan foto masa kecil Oliver.
"Raiza..." Geram Erza berusaha tersenyum. Menghela napas menetralkan emosinya. Matanya melirik ke arah beberapa tas berlebel minimarket Indoapril dan Betamart.
Selama berkeliling mencari jalan, banyak karyawati yang merasa gemas padanya, mengatakan dirinya mirip dengan pemilik perusahaan ini. Bahkan ada yang bertanya apa dirinya anak Oliver. Mereka membelikan cukup banyak cemilan. Bahkan mengantarkannya ke ruangan ini. Ruangan milik komisaris perusahaan.
"Nak, aku ingin bertanya padamu. Apa ibumu yang menyuruhmu kemari? Apa kamu anak dari Oliver?" Tanya Bima menelan ludahnya. Siapa tau saja Oliver sempat melakukan one night stand dengan wanita selain Chery. Kemudian terciptalah makhluk ini.
Erza kembali menghela napas mengingat nama Oliver. Syukurlah bukan Oliver yang sering diceritakan pamannya, bukan Oliver, pria gemuk dan jahat. Terdapat foto di atas meja, foto pemilik ruangan ini. Begitu rupawan, mengingatkannya dengan...entah siapa ...
"Tidak, ayahku sudah meninggal, tinggi rumput di makamnya sudah sama tingginya dengan tinggiku. Namanya Firmansyah, dia seorang pustakawan." Setidaknya itulah yang diceritakan sang kakek tentang mendiang ayahnya. Setiap hari Raiza, Erza dan Chery akan meletakkan bunga krisan putih di hadapan foto.... entahlah. Tapi yang pasti untuk mengenang orang yang bahkan tidak mereka ingat.
"Ibumu belum menikah lagi?" Tanya Bima memincingkan matanya.
Tapi tidak ada jawaban. Anak itu hanya menghela napas kemudian bangkit."Paman, saat adikku kembali nanti, katakan aku menunggunya di day care."
Anak kecil yang bersikap dewasa, membawa dua kantong besar berisikan cemilan manis.
"Boleh aku bertanya siapa nama ibumu?" Tanya Bima menelan ludahnya. Satu anak yang mirip dengan Chery, sedangkan satu anak lagi muncul, begitu mirip dengan Oliver.
Tapi anehnya nama ayah mereka Firmansyah. Apa ini hanya kebetulan? Menelan ludahnya, berharap anak ini akan menjawab Chery, walaupun itu satu hal yang tidak mungkin sama sekali.
"Devina..." Jawab sang anak, mengikuti perintah sang kakek. Untuk menggunakan nama lain saat di negara ini.
"Devina?" Bima mengusap kasar wajahnya.
"Benar! Nama ibuku Devina." Erza mengulangi kata-katanya kemudian melangkah hendak pergi.
Namun.
"Paman Bima, bisa memesankan taksi online untukku. Kalau ibu marah, nyawaku bisa ada dalam bahaya..." Pintanya mengedipkan matanya beberapa kali. Memegang jemari tangan Bima. Sungguh anak yang membuat pemuda itu tidak dapat berkata-kata.
*
Terkadang sebuah kebetulan dapat terjadi. Taksi online yang menjemput Erza sudah datang. Bima membayar ongkos taksi dimuka, kemudian membantu anak itu memasuki mobil taksi.
Kembali dirinya memperhatikan, bagaikan bisa ada sepasang adik kakak yang mirip dengan Oliver dan Chery? Apa sebuah kebetulan? Ada banyak tanda tanya dalam otaknya.
"Terimakasih paman!" Teriak Erza kala mobil taksi melaju menuju day care.
Mobil taksi yang berpapasan dengan mobil Oliver, benar-benar berpapasan.
Oliver tersenyum memasuki tempat parkir, membuatnya hanya fokus untuk memarkirkan kendaraannya dan sesekali menatap ke arah Raiza yang masih memakan coklat.
Kala mobilnya terhenti, dengan cepat Bima menghampirinya.
"Oliver! Kenapa kamu tidak menjawab panggilan!?" Bentak Bima.
"Aku hanya ingin keluar dengan tenang beberapa jam." Oliver menghela napas kasar, turun dari mobil.
"Kamu pasti tidak akan percaya! Kakak dari anak ini! Dia---" Kalimat Bima disela.
"Kak Erza! Aku mati! Aku mati!" Teriak Raiza ketakutan.
"Kamu kemari bersama kakakmu?" Tanya Oliver mengira kakak anak ini mungkin berselisih usia dua atau beberapa tahun dengan sang anak.
"Iya! Paman dimana Erza!?" Raiza bertanya, dirinya panik seperti ayam dengan ekornya yang terbakar.
"Taksi yang mengantarnya baru saja berangkat ke day care. Tapi kenapa wajahnya..." Bima menghela napas kasar, menatap Raiza kembali memasuki mobil.
"Paman Luca! Antar aku ke day care..." Pinta Raiza hampir menangis.
Cepat atau lambat semuanya mungkin tidak akan menjadi rahasia lagi. Mungkin tidak akan tanda penghormatan... untuk entah siapa...
Otewee 🚴🚴🚴