banyak mengandung ***, tolong yang dibawah umur bijaklah dalam membaca setiap novel.
karya ini adalah karya saya di platform sebelah. terpaksa saya pindahkan disini sebab novel ini sudah hilang di platform sebelah. saya sudah menunggu beberapa bulan kembali nya novel ini tapi nyatanya tidak kembali lagi.
mengandung *** bijaklah dalam membaca
Zahra harus rela di nikahi oleh calon suami kakaknya, intan. sebab intan kabur di hari H pernikahannya. tak ada pilihan lain akhirnya Zahra menuruti keinginan orang tua angkatnya. ingin rasanya wanita itu menolaknya tapi hal itu menyangkut nama baik keluarga mereka.
William menyalahkan Zahra atas hilangnya calon istri saat menjelang pernikahan, pria itu mengira jika Zahra dalang dibalik semua ini karena iri dengan intan.
seakan buta mata dan hati, William terus saja menyiksa Zahra setelah menjadi istrinya. hari-hari dijalani Zahra penuh dengan penyiksaan, hinaan dan cacian sudah menjadi makanan sehari-hari nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Brakkk
Meja kaca kini pecah karena gebrakan opa Jastib begitu kuat setelah menerima telepon dari Bram orang kepercayaan nya.
"DADDY...". teriak mereka serempak panik melihat d*r*h sudah mengalir ditangan opa Jastib.
"Cepat hubungi Natasha papi, suruh datang kesini segera". Dengan cekatan Handoko melaksakan apa yang disurukan oleh istrinya.
"Apa yang terjadi dad, kenapa harus melukai diri Daddy sendiri". Kata Airin yang mulai panik sedangkan opa Jastib hanya diam saja entah apa yang dipikirkan oleh pria tua itu.
"Daddy.. Daddy.." dengan sekuat tenaga Oma Farah mengguncang tubuh suaminya, entahlah dia kembali melihat suaminya seperti waktu muda kembali jika mendengar kabar yang tak mengenakkan maka sasaran nya ada benda yang ada didepannya walupun itu melukai dirinya.
Sedangkan Clara membersihkan luka yang terus menetes disana dan segera menyuruh pelayan membersihkan pecahan kaca itu.
Tak berselang lama Natasha datang setengah berlari bahkan sampai ngos-ngosan.
"Astaga apa yang terjadi pada opa ?". Tanyanya dan membersihkan luka yang ada pada pria tua itu.
Tak ada yang menjawab pertanyaan Natasha karena mereka juga tidak tahu kenapa opanya bisa melakukan hal semacam itu.
"Haaaa sudah selesai. Untung lukanya tidak seberapa. Opa istirahat saja dulu nanti aku akan resep kan obat agar lukanya tidak sakit". Kata Natasha membereskan sisa peralatan yang dipakai nya.
"Makasih yah sayang". Ungkap Airin mengelus rambut Natasha.
"Sama-sama mami, ini sudah menjadi tugas aku. Tapi opa kenapa bisa luka seperti itu". Tanyanya yang masih penasaran sebab ketika dia datang meja yang hancur tadi sudah dibersihkan.
"Opa tadi memukul meja kaca sampai pecah makanya tangannya berdarah, sebelumnya opa menerima telepon dari orang kepercayaannya entah apa yang dikatakannya sampai opa marah seperti itu". Jawab Airin menggelengkan kepalanya tak habis pikir.
Natasha hanya manggut-manggut mendengar penjelasan Airin.
"Kalau begitu aku mau kembali dulu mami".
"Loh kok cepat banget sih".
"Malam ini aku sif malam, jadi harus kembali lagi kerumah sakit".
Airin hanya tersenyum mengelus rambut Natasha, dari dulu dia sangat ingin memiliki anak perempuan tapi mungkin Tuhan tidak berkehendak karena setelah William lahir rahimnya harus diangkat karena suatu hal.
Maka dari itu dia begitu menyayangi menantunya, bahkan sudah menganggap sebagai anaknya sendiri. apalagi Zahra juga begitu baik padanya membuatnya merasa senang. Tapi sekarang kini Zahra sudah pergi dan mungkin anaknya tak mungkin lagi bersatu dengan menantunya itu.
Setelah mengantar natasha, Airin kembali masuk rumah. Masih diruang keluarga mereka berkumpul bahkan Clara sudah memeluk lengan Jastib sedari tadi.
"Dad apa yang terjadi ? Bram mengatakan apa sama Daddy ?". Tanya Airin setelah bergabung dengan mereka.
Jastib menghela nafasnya berat "Zahra pergi dari rumah William karena bukan tidak tahan terus disiksa tapi suatu hal yang mungkin Zahra tidak mentolerir itu walaupun dia suami istri sekalipun tapi William tak menganggapnya sama sekali makanya Zahra merasa terhina akan itu". Jelas opa Jastib.
Airin mengerutkan keningnya tak mengerti maksud perkataan ayahnya itu mengarah kemana.
"Maksud Daddy apa ?".
"Sebelum Zahra pergi ternyata William sempat merenggut kes*ciannya secara paksa bahkan menyiksanya terlebih dahulu. Walaupun mereka dikatakan suami istri yang sah, tapi Zahra merasa sudah dil*c*hkan oleh William. Kamu tahukan Airin bahwa William pada saat itu masih mencintai wanita m*r*han itu tapi setelah tahu kebusukan kekasihnya William kini menyesal. Entah apa yang dipikirkan anak itu hingga memaksa Zahra dan menyiksanya".
Airin menatap tajam Handoko yang sedari terkejut mendengar cerita opa Jastib.
"Mami harus percaya kali sama papi, sungguh mengenai hal itu papi tidak tahu menahu. Orang suruhan papi tidak mengatakan itu sama sekali. Papi berani bersumpah mi". Kata Handoko mengerti aka tatapan istrinya.
Oma Farah sedari tadi terdiam menyimak obrolan mereka, entah kenapa hatinya sakit. Cucu kesayangannya tega berbuat keji seperti itu terhadap istrinya.
"Suruh anak itu kesini, Daddy akan meminta penjelasan nya". Airin mengangguk dan segera menghubungi William.
Diperjalanan William tidak fokus, pikirannya kemana-mana. Selalu saja ada masalah yang muncul.
"Rendy, kita pulang kemension orang tua ku". Titah William yang baru saja mendapatkan telepon dari maminya.
"Oke...".
Rendy memutar setirnya menuju kerumah orang tua William, tak butuh waktu lama akhirnya mereka tiba ke rumah itu dengan mobil yang langsung membawanya masuk kedalam.
William keluar dari mobil dengan merapikan jasnya yang sedikit kusut tak lupa menyugar rambutnya ke belakang. Auranya semakin terpancar membuat Rendy sedikit kagum. Apalagi kini William memperlihatkan aura dingin dan datar semenjak istrinya pergi entah kemana.
Setelah dirasanya baik penampilannya, William melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah itu sedangkan Rendy masuk kembali dalam mobil da meninggalkan kediaman orang tua William.
Tap
Tap
Tap
Suara Langkah kaki William terdengar dengan jelas, memasang wajah datar dan dingin serta rahang tegas. Orang-orang disana mengalihkan perhatiannya menatap William saksama.
Airin merasa aura anaknya kini berbeda, dia seakan tak mengenali William.
"Duduklah opa mau berbicara dengan mu". Kata Airin menunjuk sofa singel yang ada dihapan mereka.
William melangkah tanpa banyak bicara kemudian mendudukkan bokongnya menatap opanya. Masih dengan diamnya dan menatap satu persatu orang disana.
"Ini tentang Zahra yang pergi". William sudah bisa menebak kearah mana pembicaraan opanya. Bukan hal biasa jika opa Jastib mengetahui semuanya sampai ke akar-akar sekalipun.
"Kamu yang berbicara atau opa ?". Tanya opa Jastib menatap tajam cucunya, William membalas tatapan tajam itu. Bagaikan ada kekuatan diantara mata mereka.
Keadaan seakan mencekam diruangan itu, aura William dan opa Jastib begitu kuat seperti sihir yang siap meledak.
"Aku tahu jika opa sudah tahu semua alasan istri ku pergi dari rumah". Jawab William yang seakan tahu isi hati dari opa Jastib.
"Jika kamu tahu, kenapa kamu berbuat hal semacam itu ?".
"Semacam apa ? Dia istriku tentu aku berhak meminta hak ku bukan sebagai suami". Dengan santai William menjawab pertanyaan opanya.
"Apa sebelum mengetahui perbuatan kekasih mu, kamu pernah menganggapnya istri ? Bukan kah kamu sendiri yang bilang jika Zahra tak lebih dari pembantu dirumah mu maka dari itu kamu memberhentikan sementara pelayan dirumah mu dan menyuruh Zahra menjadi pembantu disana ? Begitu ? APA ITU YANG KAMU KATAKAN ISTRI !!!!". bentak opa Jastib bahkan tatapannya semakin tajam mengarah pada William.
Deg
William kembali disadarkan akan hal itu, seakan dia menjilat ludahnya sendiri, semua apa yang dikatakan oleh opanya memang benar adanya.
"Jika kamu menganggapnya istri, tidak mungkin kamu menyiksanya selama ini. Ketika kamu mengatakan istri berarti kamu membahagiakan dia tapi...". Opa Jastib seakan tak mampu melanjutkan ucapannya entah bagaimana mengatakan pada cucunya itu.
"Apa kamu tidak tahu jika Zahra mengetahui p*rs*lingkuhan kekasih mu dulu ?".
Deg
Bagai dihantam batu besar, William terkejut karena baru mengetahui akan hal itu. Pantas saja Zahra selalu mengatakan hal yang ambigu mengenai intan ternyata ini jawabannya.
"Zahra tahu dari dulu jika p*l*cur itu mengkhianati ku ? Tapi kenapa dia tidak mengatakan nya sama sekali ?". Tanya William pada opanya.
Opa Jastib tersenyum miring, entah kenapa cucunya begitu lelet dalam menanggapi hal apapun.
"Apa jika Zahra mengatakan itu kamu akan percaya pada saat itu ? Bahkan kamu menyiksanya tanpa ampun karena menuduh jika dia dalang hilangnya yang kini kau katakan p*l*cur itu".
Clara tertawa mengejek William "hahahaha, keponakan ku ini aneh, masa wanita yang dia cintai dan agung-agungkan dari dulu dibilang p*l*cur sih, katakan pada anak mu itu kak tak ada gunanya dia menyesal". Ejeknya memandang sinis William.
William tak menggubris sama sekali ucapan ounty nya itu, pikirannya kini berkelana kemana-mana, dia tambah menyesal setelah mendengar ucapan opanya.
Setitik bulir bening keluar dari matanya, perasaannya semakin menjadi kacau mengingat bagaimana dia tak pernah percaya pada istrinya ketika mengatakan jika dia tak pernah terlibat akan hilangnya intan.
"Maafkan aku". Gumamnya.
Bersambung...