Skuel ke dua Sang Pewaris dan sekuel ketiga Terra The Best Mother.
menceritakan keseruan seluruh keturunan Dougher Young, Pratama, Triatmodjo, Diablo bersaudara dan anak-anak lainnya.
kisah bagaimana keluarga kaya raya dan pebisnis nomor satu mendidik anak-anak mereka penuh kesederhanaan.
bagaimana kisah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
FIRASAT
Gino bersekolah di sekolah yang sama dengan Harun dan lainnya. Waktu kejadian kabur kemarin ia tak ikut Karena ia pulang belakangan.
Bocah tujuh tahun itu sedikit lemas. Mestinya ia pulang dari tadi.
"Gino, ini roti sebagai tanda terima kasih telah membantu ibu ya," ujar Sri wali kelasnya.
"Makasih Bu," ujarnya lemah.
"Ingat ya ... kalau berbuat baik itu jangan ada yang tau!" lanjut wanita itu sedikit menekan bocah genius itu.
Gino mengangguk, ia pun keluar dengan roti di tangannya. Sri menatap sepuluh lembar jawaban yang tadi dikerjakan Gino. Ia sangat puas karena semua nyaris dijawab benar oleh bocah itu.
"Luar biasa, padahal ini ujian soal untuk kelas empat SD!" decaknya kagum.
"Baby?" Marco mendatangi Gino yang lemas.
Semua perusuh sudah pulang dua jam lalu. Mestinya Gino pulang lebih awal karena ia baru kelas dua SD.
"Papa ... lapar papa!" rengek bocah itu.
"Mau apa baby?" Marco menggendong Gino.
Roti yang dipegangnya diambil Marco dan dibuka.
"Makan dulu ini ya,"
Gino membuka mulut ketika Marco menyuapinya. Mereka masuk mobil golf dan pulang.
"Baby ... kok baru pulang?" tanya Rahma ketika Gino masuk.
"Mama ...."
Tubuh Gino menggelosor ke lantai. Rahma berteriak melihatnya.
"Baby!"
Gino benar-benar lemas dan mulai pucat. Rahma menangis menciumi wajah bocah itu. Maria yang ada di ruangan lain melangkah lebar begitu juga Layla dan Anyelir. Semua panik.
Terra yang ada di kamarnya mendengar keributan di bawah. Ia pun turun. Matanya membesar melihat Gino terkulai di pelukan Rahma.
"Baby?!" pekiknya.
"Baby ... baby ... kamu kenapa sayang?" tanya semua ibu cemas.
"Lemes mama ... lapar, haus ...," jawab Gino.
Terra melihat wajah Gino yang pucat dan tampak tertekan. Wanita itu mengingat wajah Darren ketika bersekolah dulu.
"Baby ... bilang mama apa kamu tadi mengerjakan soal yang bukan untukmu?" tanya Terra.
Gino menggeleng lemah. Tentu saja ia berbohong. Gurunya baru saja mengatakan jika kebaikan itu tak boleh diumbar. Pikiran polos Gino dimanfaatkan oleh orang dewasa yang licik.
"Buatkan bubur dulu Layla!" perintah Terra.
Layla mengangguk, ia dan Anyelir bergegas membuatkan apa yang diminta Terra. Sementara Rahma menggendong Gino dan menuju lantai atas diikuti Terra dan Maria.
Maria mengambil pakaian untuk bocah itu, Rahma membuka pakaian Gino dan menggantikan dengan pakaian yang telah disiapkan Maria.
"Nak ... bilang mama sayang. Mama tau kalau kamu berbohong!" ujar Terra.
'Te ... biarkan Gino makan dulu ya," pinta Rahma menahan Terra untuk menekan Gino dengan pertanyaan.
Terra menurut, ia juga tak tega melihat wajah putra dari keponakan kakak iparnya pucat begitu. Ia mengingat Darren yang juga pucat ketika dipaksa mengerjakan tugas yang bukan untuknya.
"Apa yang ada di kepalamu Te?" tanya Maria cemas.
"Baby sepertinya tengah ditekan seseorang yang lebih dewasa darinya," jawab Terra pelan.
"Te yakin kalau baby Gino dipaksa mengerjakan soal yang bukan pelajarannya!" lanjutnya menerka.
"Dari mana kau bisa seyakin itu sayang?" tanya Maria jadi cemas.
"Dulu Darren pernah seperti Baby kak. Wajah Darren sama seperti Baby Gi, pucat dan lemas karena tak boleh keluar dan jajan sebelum pekerjaan selesai!" jawab Terra makin yakin akan dugaannya.
Usai makan, Gino diminta istirahat. Rahma melarang Terra terlalu menekan Gino dengan pertanyaan-pertanyaan.
"Tapi Kak ...!" Terra masih bersikeras.
"Sayang, Baby Gi bukan Darren yang bisa mengungkapkan kegelisahannya. Baby Gi itu punya prinsip kuat dan tak ada yang bisa mengubah prinsipnya walau salah!" terang Rahma.
"Baby Gi sama seperti abinya, Dahlan!" lanjut wanita itu.
Terra mencebik, ia dipaksa keluar bersama Maria dan Rahma membiarkan Gino beristirahat.
Darren pulang makan siang bersama istrinya. Adiba tak bersamanya karena telah dibawa Satrio dan memilih makan di luar.
"Mana Adiba?" tanya Layla.
"Dibawa suaminya umi," jawab Saf.
'Muma!" pekik Zizam putranya yang ternyata bangun sendiri.
"Eh?" Rahma langsung menyambut bayi tiga tahun itu ke lantai dua.
Zizam sama rusuh dengan semua bayi. Iris mata bayi itu sama dengan ayahnya.
"Apah ... Izam seutali-seutali matan biza don!"
"Mau pizza?" bayi itu mengangguk.
"Nanti Uma buatin baby!" ujar sang ibu.
"Peunel ya Muma!" ujar bayi itu senang.
Saf mengangguk, ia tak lagi pergi ke rumah sakit. Wanita itu akan membuatkan pizza untuk seluruh anak-anak.
"Dar," Terra mendekati putra yang seharusnya adik satu ayahnya itu.
"Ya ma," sahut Darren.
"Mama punya firasat kalau baby Gino diperlakukan sama sepertimu dulu sayang," ujar Terra langsung.
"Maksud Mama? Ada apa sama baby Ma?" cecar Darren bingung sekaligus cemas.
"Kamu ingat waktu dipaksa mengerjakan ujian yang bukan punya kamu?" tanya Terra.
Darren terdiam sejenak, ia mengingat waktu di mana dulu ia pernah diperlakukan seperti apa yang ibunya katakan.
"Iya ma ... apa baby juga dipaksa seperti itu?" jawabnya sekaligus bertanya.
"Mama rasa gitu sayang," jawab Terra.
Saf sudah ada di dapur membuat pizza untuk putra dan semua anak-anak. Zizam ikut mengganggu ibunya di sana.
"Muka Baby pucat sayang, dia juga lemas. Baby Gi memiliki riwayat sama sepertimu. Dia pernah mengalami kekerasan. Bedanya kamu masih mau bicara sama mama. Tapi baby nggak!" jelas Terra panjang lebar.
"Baby Gi punya pendirian kuat Ma. Dia seperti Abi," keluh Darren.
Terra cemas dengan keadaan Gino. Ia yakin bocah itu tak akan bertahan lama jika terus menerus ditekan oleh oknum orang dewasa yang memanfaatkan keluguan Gino.
"Baby Gi mungkin lihat gurunya yang kesulitan. Ia menawarkan bantuan, justru kebaikannya itu jadi alat untuk guru mengambil keuntungan," ujar Darren.
Terra melihat pergerakan Dahlan di dapur. Ia segera menemui pria itu.
"Abi ... putramu Gino sakit!" adunya.
"Apa?" Dahlan bingung.
Terra mengungkapkan firasatnya. Dahlan tertegun, ia mengepal tangan erat. Wajah Dahlan yang begitu tenang dan tanpa ekspresi membuat Terra kesal.
"Kak!" sentak Terra pada akhirnya.
"Tenanglah Nona. Anda jangan khawatir ya. Dia putraku ... aku pastikan dia bisa melawan jika ia merasa ada yang salah dengan semua yang ini!" ujar Dahlan meyakinkan Terra.
"Tapi Baby baru mau delapan tahun Abi!" ujar Terra protes.
"Dia belum mengerti sejauh itu!" lanjutnya.
Dahlan tersenyum, ia mengelus bahu Terra. Pria itu memang berbeda dengan Budiman. Dahlan banyak diam tapi semua tugas selesai dengan baik.
"Marco!" panggilnya.
"Ketua!" Marco datang menghadap.
o
Marcopolo August Bach, 23 tahun.
"Kau besok mengawal Tuan muda Darren!' perintahnya.
"Baik ketua!" Marco membungkuk hormat.
Dahlan akan memastikan sendiri firasat Terra. Ia yakin jika nona mudanya itu pasti benar.
Sore menjelang, semua anak bermain termasuk Gino. Bocah itu tak lagi lemas.
"Mama ... pizza-nya lagi dong!" pintanya.
"Ambil baby, masih banyak!" ujar Maria.
"Doyan somblet ... doyan somblet ... ban Jaja palin danten ... Mima syuta apan ... syuta seutali!' Aaima bergoyang dan menyanyikan lagu dangdut.
"Baby!" peringat Azha. "Hanya kakak yang ganteng oteh!"
"Oteh!" angguk Aaima.
"Ganti, jangan bang Jaja ... tapi Kak Azha!' perintah bocah enam tahun itu.
"Ata' Azha ... palin danten ... Mima syuta apan ... syuta seutali!' ralat Aaima sambil menggoyang bahunya.
"Yoyan ompet ... oyan pompet sel ... sel ... sel ...," Faza meniru lagu yang dinyanyikan Aaima.
"Pan Opal .. danten ugha ... Zaza tuta apan ... tuta teutapi ...."
Nouval Putra Hendra tersenyum mendengarnya. Bayi seusia Maryam itu ikut bergoyang.
Dahlan menatap Gino yang masih terlihat pucat walau sudah tak seberapa. Pria itu mengepal tangan erat.
"Firasat Nona benar. Aku pastikan siapapun yang menekanmu akan berhadapan denganku Baby!' tekadnya dengan gigi gemerutuk.
Bersambung.
Ah ... Abi Dahlan serem kalo marah 😱
next?
pesot tamih pupa..
zah malah pd popo memuana,g' zadhi gosib don.😁😁😁😁😁😁